#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung
Hallo sahabat GNFI, perkenalkan saya Helmiyesi atau akrab di sapa Umi Yesi. Artikel ini dibuat untuk berbagi praktek baik yang dilakukan oleh tetua suku kami yakni suku Pasemah. Suku yang berada di Kabupaten Empat Lawang Provinsi Sumatera Selatan.
Ada tradisi di suku kami bagi anak pertama baik laki-laki maupun perempuan yaitu harus tinggal jauh dari orang tua atau merantau. Hal ini dikarenakan anak pertama akan menjadi tulang punggung keluarga dan menjadi harapan bagi adik-adik dan keluarga besarnya nanti.
Dahulu anak pertama merantau jauh dari rumah dengan alasan bekerja atau ikut suami karena menikah. Kini, anak pertama merantau biasanya karena melanjutkan pendidikan atau bekerja di pulau Jawa. Pulau Jawa menjadi tempat tujuan utama merantau karena di anggab kota yang berkembang dan mudah mendapatkan pekerjaan.
Anak pertama yang merantau jauh dari orang tua tersebut sering di ibaratkan buah kelapa yang sengaja di hanyutkan di sungai. Mengapa buah kelapa? karena banyak makna atau filosofi dari pengandaian tersebut.
Buah kelapa yang hanyut di sungai dalam realitanya pastilah akan merasakan derasnya aliran sungai, dia terombang-ambing. Terkadang menabrak batu atau karang, bahkan bisa jadi digigit binatang buas dan ular-ular berbisa.
Hal seperti ini juga yang akan dirasakan oleh anak pertama yang merantau jauh dari orang tua dan keluarga. Anak yang jauh dari orang tua akan menghadapi ketakutan, kecemasan dan kadang ketidak percaya dirian.
Mereka akan mengalami banyak perbedaan dan tingkah laku masyarakat sekitar yang baru. Mereka akan mendapati adat istiadat dan budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda bahkan makanan dan minuman yang berbeda pula dengan asal muasal mereka.
Namun dalam perjalanannya, buah kelapa itu akan menemukan daratan. Bisa jadi dia tersangkut dahan/ranting lalu menyentuh daratan. Dan ketika kelapa menyentuh daratan, maka dapat dipastikan dia akan tumbuh.
Akarnya akan menghujam ke bumi dan batangnya menjulang ke langit. Begitu pula anak pertama yang di paksa harus jauh dari orang tua dalam suku kami. Dengan banyaknya rintangan, halangan, permasalahan yang dia temui maka dia akan semakin kuat, semakin mandiri, semakin bijak dan menjadi pemimpin di komunitas yang dia berada di dalamnya, sebagaimana pepatah mengatakan dimana bumi dipijak di situ langit di junjung.
Contoh nyata terjadi pada putri saya sendiri, sebut saja Nur. Dia pergi merantau ke pulau Jawa, tepatnya kuliah di Universitas Jember, Jawa Timur. Sementara kami, keluarganya menetap dan tinggal di provinsi Bengkulu. Butuh waktu 36 jam perjalanan lewat darat jika ingin bertemu beliau, karena belum ada pesawat yang bisa langsung ke Jember dari Bengkulu.
Selain sebagai filosofi kehidupan bagi anak pertama yang merantau jauh dari rumah seperti perjalanan buah kelapa di sungai. Buah kelapa juga dipercayai memiliki makna lain. Paling tidak ada empat filosofi yang dapat di ambil pelajaran dari buah kelapa.
Pertama beradaptasi, buah kelapa tidak butuh waktu lama untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Ketika buah kelapa bertemu daratan maka dia akan berusaha tumbuh dan menetap di sana.
Hal ini menjadi contoh bagi anak pertama yang merantau dari suku kami. Mereka mudah menerima perbedaan dan keberagaman. Mereka dilatih untuk bertoleransi dan berbudi pekerti agar dapat diterima dengan baik oleh komunitas dan lingkungan yang baru.
Kedua kemandirian, buah kelapa tetap survive walaupun sendirian. Dia tak goyah dan mampu bertahan di segala cuaca. Begitupun anak pertama yang merantau jauh dari orang tua di suku kami.
Mereka yang awalnya anak-anak manja dan tidak dapat mengurus diri sendiri, berlahan dan pasti menjadi anak-anak yang tumbuh dewasa dan tahu mengurus dirinya sendiri, mereka mandiri.
Ketiga bermanfaat, tahukah kawan bahwa kelapa adalah satu-satunya tanaman yang semua bagiannya ada manfaatnya atau dapat dimanfaatkan. Mulai dari akar, batang, ranting/lidinya, hingga buah dan batok kelapanya.
Semua bagian kelapa dapat kita berdayakan dan bermanfaat. Begitupun harapan kami terhadap anak pertama yang merantau jauh dari rumah. Pesan utama adalah jadilah orang bermanfaat dimanapun kamu berada.
Keempat tidak rakus, Dan yang terpenting buah kelapa itu tidak rakus. Dia tidak terlalu banyak menghisap air seperti kelapa sawit, dia juga tidak memakai lahan yang banyak untuk beranak pinak seperti pisang atau bambu hutan.
Begitupun pesan untuk anak-anak pertama kami yang merantau jauh dari orang tua untuk sekolah atau bekerja. Jangan rakus, hiduplah sederhana dan merasa cukup dengan yang ada. Dengan demikian kamu akan di sukai orang lain dan menjadi contoh serta teladan.
Itulah tradisi dan filosofi buah kelapa bagi anak pertama suku Pasemah yang telah kami praktekkan turun temurun. Filosofi ini juga sudah saya sampaikan pada saat Yudisium Mahasiswa Terbaik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News