ngopi di ruang tamu cara mengapresiasi budaya - News | Good News From Indonesia 2023

Ngopi di Ruang Tamu: Cara Mengapresiasi Budaya

Ngopi di Ruang Tamu: Cara Mengapresiasi Budaya
images info

Ngopi di Ruang Tamu: Cara Mengapresiasi Budaya


#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) tahun 2023 memiliki tema “Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan” untuk mendorong ketikutsertaan kolektif dalam penguatan kebudayaan. Atas ketersediaan budaya yang dipertunjukan di ruang publik, dapat membuka pengetahuan terhadap kekayaan budaya Indonesia. Berpijak pada filosofi lumbung sebagai wadah budaya kolektif, dimiliki, disimpan, dan dikelola bersama. Terdapat fase-fase yang menempatkan bentuk-bentuk budaya untuk dikaji, ditampilkan, dan dibagi. Melalui filosofi lumbung, mengajak proses interaksi – menjaga kebudayaan dalam wadah yang kreatif secara kolektif.

Menghimpun Ke(be)ragaman Budaya

Atribut kebudayaan dihimpun dalam fase “rawat” menawarkan korelasi kerja yang terjalin secara akademis dan praktis. Menempatkan dua pandangan dalam bagian penting praktik budaya secara langsung untuk menghidupkan ekosistem budaya. Merawat dapat dimaknai dalam penelitian, residensi, dan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) yang memantik interaksi budaya ketat. Penting menjaga kebudayaan dengan kompleksitas perspektif yang muncul untuk memicu hubungan emosional antara budaya dengan individu. Ketiga fase kegiatan menjadi representasi idel untuk merawat kebudayaan, memicu interaksi budaya, dan mempertahankan ekosistem budaya.

Proses interaksi budaya dalam setiap fase dilakukan berkelanjutan, tidak dalam satu gelaran saja. Tidak terjadi sentralisasi dalam tempat pelaksanaan, sehingga menutup pandangan eksklusivitas budaya. Fase kegiatan yang ditawarkan dalam PKN 2023 menawarkan keterbukaan budaya – penyampaian pengetahuan budaya di ruang publik. Aktivasi ruang, peningkatan intelektual, dan keterlibatan kolektif patut dijadikan model peranan dalam upaya merawat kebudayaan.

Proses menghimpun ke(be)ragaman karya budaya: musik, sastra, tari, mampu menghidupkan kembali arsip-arsip kebudayaan yang selama ini tertutup zaman. Penting memberikan ruang kerja kolektif untuk “membundel” kekayaan budaya di Indonesia secara matang. Melalui residensi, memberikan kebebasan untuk mereaktualisasi budaya hasil komunikasi yang terjalin antara alam dengan manusia. Mengungkap kembali nilai-nilai budaya dengan cara kreatif yang dapat menjangkau zaman. Keterceceran pengetahuan budaya dilengkapi dalam ruang diskusi untuk menempatkan kepingan penting kebudayaan, menggenapi materi-materi budaya yang masih tersebar acak. Barangkali, keterbukaan aktivitas budaya di ruang publik dapat menghimpun jejak-jejak budaya yang selama ini tersimpan rapat.

Memijak pada filosofi lumbung sebagai pijakan strategis dalam upaya menyebarluaskan kebudayaan. Diawali dengan menghimpun pengetahuan budaya secara kolektif, pendokumentasian, terarsip rapi, sampai pada titik pertunjukan secara terbuka untuk publik dalam aktivitas di ruang publik. Filosofi merawat kebudayaan seperti ini dapat diadaptasi dalam konsep keterjalinan antarindividu dalam budaya daerah. Hematnya, upaya pemertahanan budaya dapat membuka keterlibatan kolektif, sehingga interaksi budaya secara masif dapat berlangsung secara intens.

Fase panen budaya menjadi penting dalam mendokumentasikan, mengarsipkan, dan menerbitkan dari hasil penghimpunan yang dilakukan terhadap kebudayaan. Kelindan setiap tahapan dapat mengungkapkan kompleksitas dalam upaya pencarian dan maksimal dalam proses penghimbunan budaya, sehingga dapat dijadikan sumber untuk dimanfaatkan. Menghimpun ragam bentuk budaya dalam sebuah lumbung yang melibatkan kerja kolektif dapat menjadi navigasi dalam tujuan keterjagaan budaya. Menghidupkan kembali ekosistem budaya yang berkelanjutan dapat memicu interaksi antarindividu, antarkelompok sehingga menempatkan kebudayaan sebagai pusat pijakan yang elastis untuk dirawat secara inovatif.

Nembrak Serempak

Selayaknya lumbung yang menjadi tempat untuk menghimpun hasil panen, pada waktunya akan dibuka dan dikeluarkan. Warisan budaya yang terhimpun, kemudian dibagi untuk diapresiasi secara terbuka. Fase ini menyorot kebudayaan yang dipertunjukan di ruang publik, sebagai ruang legitimasi budaya dan identitas kolektif. Model peranan rawat – panen – bagi menjadi “cara efektif” keberlanjutan budaya, tetap menjaga ekosistem budaya.

Melalui ruang tamu yang ditempatkan di ruang publik sebagai tempat terbuka untuk interaksi budaya, mempertunjukan budaya secara langsung. Pergelaran budaya yang berkelanjutan: pameran karya, pertunjukan seni, atau bentuk “baru” dalam reaktualisasi, menciptakan ruang alternatif pertunjukan budaya. Aktivitas budaya secara terbuka di ruang publik dapat menunjukkan keterbukaan budaya terhadap perkembangan zaman.

Rasanya, fase kegiatan PKN tahun 2023 dapat menjadi model peranan yang ideal untuk menjaga keberlanjutan budaya di Indonesia. Puncaknya, ruang publik menjadi ruang alternatif untuk melegitimasi ke(be)ragaman budaya untuk digelar secara terbuka. Kedudukan budaya yang strategis dapat membuka mata untuk diapresiasi, meneguhkan hubungan emosional antara budaya dengan individu.

Pertunjukan tari, tradisi, visual, dan bunyi secara serempak sebagai puncak perjamuan di ruang tamu yang terbuka memberikan daya tawar baru terhadap cara menjaga ekosistem budaya yang melibatkan kolektif. Aktivasi ruang publik dengan aktivitas budaya menjadi titik tolak kedudukan budaya Indonesia di mata dunia, menyuguhkan ke(be)ragaman budaya untuk diapresiasi, mengejawantahkan filosofi lumbung dalam memupuk hubungan emosional masa lalu dalam warisan budayan dengan masa kini.

Keterjalinan antarfase dalam merawat kebudayaan dengan mengadopsi filosofi lumbung, menekankan bahwa Indonesia sudah menjadi lumbung budaya yang masih tertutup rapat. Pertunjukan ke(be)ragaman budaya untuk “membuka lumbung” sebagai puncak kegiatan PKN tahun 2023 dalam membagi isi lumbung budaya. Ketersebaran pertunjukan dalam membagi budaya berdampak pada aktivitas budaya, interaksi budaya yang merata – bersama merawat, memanen, dan membagi ke(be)ragaman budaya di Indonesia melalui ruang publik. Secara umum, apresiasi terhadap fase perawatan budaya dalam PKN tahun 2023 patut ditempatkan sebagai cara “memulai” membuka lumbung lain di Indonesia, membagi pada individu dan kolektif di ruang terbuka, menyebarkan nilai pengetahuan budaya melalui aktivasi ruang publik dan aktualisasi nilai budaya.

Menurut saya, filosofi lumbung yang dijadikan pijakan PKN tahun 2023 (sejauh ini) menjadi puncak pergelaran kebudayaan: disajikan serempak dan tidak sentralisasi. Rangkaian kegiatan yang dilalui fase rawat, panen, dan bagi menjadi model peranan ideal untuk diadaptasi oleh kolektif dalam menjaga keberlanjutan budaya. Menggelar kebudayaan dan menempatkan (kembali) di tengah masyarakat dapat mencipta ruang tamu terbuka “baru” untuk menyuguhkan sajian budaya secara terbuka.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.