Meskipun masih awal tahun, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan peringatan serius, menyatakan bahwa tahun ini berpotensi lebih panas daripada tahun sebelumnya, karena pengaruh dari El Niño. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), badan PBB untuk cuaca dan iklim, memperkirakan bahwa El Niño diperkirakan akan berlanjut setidaknya hingga April 2024.
El Niño, yang ditandai dengan peningkatan suhu permukaan laut di Pasifik timur dan tengah, berpotensi memicu kejadian cuaca ekstrem seperti kebakaran hutan, siklon tropis, dan kekeringan yang berkepanjangan. Fenomena alam ini telah menyebabkan bencana di seluruh dunia, dengan risiko yang lebih tinggi, terutama bagi pasar di negara-negara berkembang yang rentan terhadap fluktuasi harga makanan dan energi.
Setelah fase pendinginan La Niña berakhir pada awal 2023, WMO mengumumkan dimulainya El Niño pada bulan Juli tahun yang sama. Bahkan, bulan Juli dan Agustus tahun kemarin tercatat sebagai dua bulan terpanas dalam sejarah. Dampak dari fenomena ini terlihat dari suhu permukaan daratan dan laut yang mencapai rekor tertinggi sejak Juni 2023, menjadikannya tahun terpanas yang pernah tercatat. Sehubungan dengan hal ini, Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal WMO, dengan tegas memperingatkan bahwa tahun ini berpotensi menjadi lebih panas lagi.
Menurut Euronews, kejadian langka El Niño yang kuat di Samudera Pasifik dan perubahan suhu yang signifikan di Samudera Hindia dapat memperkuat suhu tinggi dan kekeringan di seluruh Australia dan Asia Tenggara. Selain itu, Indian Ocean Dipole (IOD), yang kadang-kadang disebut sebagai "saudara kecil" dari El Niño, saat ini berada dalam fase positif siklusnya, mengakibatkan pergeseran suhu dingin di timur dan suhu hangat di barat. Meskipun kedua peristiwa iklim tersebut tidak jarang terjadi, kombinasi dari IOD positif yang kuat dan El Niño yang intens sangat jarang terjadi.
Kedua fenomena ini erat kaitannya dengan kondisi lebih panas dan lebih kering di Asia Tenggara dan sebagian besar Australia. Ketika terjadi secara bersamaan, mereka dapat menyebabkan cuaca sangat kering dan gelombang panas, berpotensi memicu kebakaran hutan di seluruh wilayah tersebut.
Harapan untuk Hari Esok?
Menurut WMO, sejak tahun 1980-an, setiap dekade menjadi lebih hangat daripada sebelumnya, dengan sembilan dari tahun terpanas yang tercatat terjadi sejak tahun 2015. Trend ini menunjukkan dampak yang semakin meningkat akibat perubahan iklim global, dengan implikasi yang signifikan, terutama bagi negara-negara berkembang.
Sementara itu, Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyatakan bahwa perilaku manusia dapat disamakan dengan "membakar Bumi." Menurutnya, tahun 2023 hanya sekilas gambaran terhadap bencana masa depan yang menunggu kita jika tindakan segera tidak diambil.
Kenyataanya, dunia sudah memiliki Perjanjian Paris 2015 yang dirancang untuk menahan kenaikan suhu global jauh di bawah dua derajat Celsius dari level pra-industri, dan berusaha tetap di bawah 1,5 derajat Celsius jika memungkinkan. Meskipun suhu rata-rata permukaan Bumi melewati ambang batas 1,5 derajat Celsius pada tahun 2024, itu tidak menandakan kegagalan dunia untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris untuk menjaga pemanasan global terkendali. Karena nyatanya, upaya untuk menurunkan suhu Bumi setelah periode "overshoot" masih diperbolehkan oleh perjanjian, memberikan pandangan positif untuk menjaga planet kita.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News