Desa Kampung Toyapakeh merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Desa Kampung Toyapakeh dikenal dengan “Desa Muslim” karena desa ini menjadi pusat komunitas Muslim di kawasan Nusa Penida—mayoritas penduduknya beragama Islam.
Kehidupan sehari-hari di Desa Kampung Toyapakeh dipenuhi dengan tradisi dan budaya Islam yang kental, yang tercermin dalam berbagai aspek sosial dan kebudayaan. Nah, salah satu bentuk hasil kebudayaan dari Desa Muslim ini adalah kesenian rudat.
Rudat adalah kesenian berupa tarian yang bercorak religi Islam, yakni memadukan gerakan pencak silat dengan nyanyian syair-syair berbahasa Arab yang biasanya berisi sholawat dan pujian.
Rudat Desa Kampung Toyapakeh berasal dari Kampung Sindu Sidemen, Karang Asem. Oleh Wahid, pengelola dan juga pelatih Rudat di Toyapakeh, beliau menceritakan sejarah rudat Toyapakeh ini yang diciptakan oleh tiga seniman.
Dahulu, dua orang: Tuan guru Nurdin dan Tuan Guru Umar yang berasal dari Lombok, tepatnya di Kecamatan Sekarbela, merantau ke Kampung Sindu Sidemen—merupakan Kampung Muslim yang ada di Karang Asem.
Tuan Guru Nurdin adalah seorang penyair, sedangkan Tuan Guru Umar adalah seorang yang pandai pencak silat. Pada saat itu juga, di Kampung Sindu Sidemen sendiri terdapat seniman yang ahli bermusik yang bernama Kakek Sanab. Digabungkanlah ketiga seni ini: gerakan silat Tuan Guru Umar yang digerakan dengan lantunan syair dari Tuan Guru Nurdin, serta diiringi musik dari Kakek Sanab yang ahli memainkan kendang.
Kolaborasi ketiga kesenian ini terjadi pada sekitar 1952—1954, yang kemudian terbentuklah kesenian yang bernama rudat.
Rudat yang berasal dari Karang Asem, dapat berkembang ke Desa Kampung Toyapakeh adalah karena peran dari ayah dari Wahid, yakni Abdul Khadir (almarhum).
Abdul Khadir adalah murid dari Tuan Guru Umar dan Tuan Guru Nurdin. Beliau banyak menghabiskan masa remaja dan mudanya untuk berkesenian rudat. Kemudian, ia menikah dengan warga Desa Kampung Toyapakeh dan melanjutkan tinggal di Desa Kampung Toyapakeh.
Selama di Toyapakeh, Abdul Khadir mengenalkan dan mengembangkan kesenian Rudat ini dengan kreativitasnya sendiri. Semangatnya dilanjutkan oleh putranya, Wahid, sehingga Rudat tetap lestari di Desa Kampung Toyapakeh.
Rudat dikenal sebagai tari pencak atau pasukan Muslim yang mengiri atau menyambut suatu acara penting. Rudat hanya ditampilkan pada waktu-waktu tertentu, seperti hari besar Islam, penyambutan tokoh/pejabat, dan iringan menikah.
Pasukan Muslim ini terdiri dari kurang lebih 50 orang laki-laki, yang pada umumnya berusia remaja. Dalam formasi tersebut, sekitar tujuh orang memainkan alat musik tradisional seperti tanjidor, kendang, dan rebana, menciptakan irama yang khas dan enerjik.
Sementara itu, anggota lainnya melakukan tarian dengan gerakan pencak silat yang dinamis dan kuat, seraya menyanyikan syair-syair berbahasa Arab yang umumnya berisi shalawat atau pujian-pujian Islami berbahasa Arab.
Dari sejarah dan bentuknya, terlihat bahwa rudat memiliki nilai religius dan budaya. Rudat merupakan kesenian yang dipengengaruhi oleh Islam—khususnya dari Turki.
Dari bentuk syairnya, sudah sangat jelas rudat beraliran Islam. Namun, ini juga terlihat dari seragam yang digunakan, yang mana bentuknya menyerupai pakaian kekaisaran Turki—juga terlihat seperti seragam pasukan dari Eropa.
Selain itu, waktu ditampilkannya Rudat yang terkhusus hanya pada acara-acara tertentu menandakan bahwa Rudat memiliki nilai keistimewaan terkhusus.
Tari rudat adalah perpaduan sempurna dari nilai-nilai religius, budaya, dan hiburan yang menyatu dalam setiap gerak dan irama. Dari sisi budaya, rudat melestarikan warisan pencak silat dan musik tradisional yang tidak hanya memperkaya khasanah seni lokal tetapi juga menjaga tradisi leluhur tetap hidup di tengah modernisasi.
Pun, pastinya rudat juga memiliki nilai hiburan yang menarik perhatian penonton dengan pertunjukan yang memukau dan penuh semangat.
Di sisi lain, rudat juga memiliki nilai sosial yang kuat, memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas di antara masyarakat. Secara keseluruhan, rudat adalah manifestasi kekayaan budaya yang menghibur sekaligus mengedukasi, menghubungkan generasi muda dengan warisan budaya mereka dan memperkuat identitas komunitas.
Memperkenalkan dan menjaga kesenian rudat adalah salah satu fokus yang dilakukan masyarakat Desa Kampung Toyapakeh. Kesenian ini dianggap sebagai warisan budaya yang memiliki nilai historis dan artistik tinggi, sehingga penting untuk dijaga dan diteruskan kepada generasi berikutnya.
Salah satu cara efektif yang dilakukan oleh warga desa adalah dengan meneruskan rudat kepada generasi muda. Anak-anak—terkhusus laki-laki—di Desa Kampung Toyapakeh diperkenalkan dengan rudat sejak usia dini, yang harapannya anak-anak dapat mengenal, mencintai, dan melestarikan rudat sebagai bagian dari identitas budaya mereka.
Selain di Desa Kampung Toyapakeh, rudat juga berkembang di beberapa desa di Nusa Penida, di Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan hingga Jawa.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), beberapa jenis rudat masuk ke dalam Warisan Budaya Takbenda, di antaranya adalah rudat dari Banten, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, hingga Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Selatan.
Pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kemendikbud tidak hanya sebagai media promosi dan melestarikan budaya, tetapi juga meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap keragaman budaya di Indonesia.
Dengan demikian, tari rudat terus hidup dan berkembang, menjadi simbol kebanggaan dan identitas bagi berbagai komunitas di seluruh nusantara.
KKN Nirwana Nusa Penida 2024
Kunjungi dan dapatkan informasi di:
https://www.instagram.com/nirwana.nusapenida
https://www.tiktok.com/@lifeatnusapenida
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News