dari kolonialisme belanda hingga masa kini mengenal potensi kopi sembalun dalam pemberday - News | Good News From Indonesia 2024

Dari Kolonialisme Belanda hingga Masa Kini, Mengenal Potensi Kopi Sembalun

Dari Kolonialisme Belanda hingga Masa Kini, Mengenal Potensi Kopi Sembalun
images info

Dari Kolonialisme Belanda hingga Masa Kini, Mengenal Potensi Kopi Sembalun


Tim Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang dikenal dengan nama Sembalun Beralun, tengah melaksanakan pengabdiannya di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Salah satu aspek yang menarik perhatian penulis adalah produksi kopi khas Sembalun. Kopi Sembalun, yang sebagian besar didominasi oleh varian arabica, memiliki keunikan tersendiri karena ditanam di kaki Gunung Rinjani pada ketinggian 1100 hingga 1600 meter di atas permukaan laut (MDPL) (Sugandika, 2022).

Dalam tulisan ini, penulis akan menguraikan kondisi historikal-ekonomis kopi Sembalun, mulai dari masa penjajahan Belanda, pasca-kemerdekaan Indonesia, hingga kondisi terkini.

Pada mulanya, kopi di Sembalun mulai diperkenalkan pada abad ke-19, ketika Pemerintah Kolonial Belanda melakukan kebijakan cultuurstelsel atau Tanam Paksa. Dalam kebijakan ini, para petani dipaksa untuk menyerahkan seperlima hasil produksi kebun mereka kepada Pemerintah Kolonial Belanda sebagai kompensasi tunai. Di masa itu, penduduk pribumi Indonesia juga dipaksa untuk kerja tanpa upah selama 60 hari per tahun (Coffee Traders, n.d.).

baca juga

Selain diawasi secara langsung oleh Binnenlands Bestuur (Pegawai Negeri Sipil), Pemerintah Kolonial Belanda juga memberikan izin kepada pengusaha lokal untuk membudidayakan kopi secara mandiri demi memudahkan manajemen dan meningkatkan keuntungan, yang tentunya di bawah pengawasan Belanda. Perusahaan bernama Lembang en Soekaradja Estate-lah yang menjadi pembawa masuk budidaya kopi ke Pulau Lombok dan memiliki lahan sekitar 7 ribu hektar (Pradadimara, 2017).

S Selain dari kebijakan Belanda, seorang Tionghoa pada sekitar tahun 1942 juga membawa kopi ke Sembalun lalu dibudidayakan di kawasan hutan desa Sembalun (Universitas Ciputra, 2017). Dari peristiwa inilah awal mula masuknya pembudidayaan kopi di Sembalun.

Setelah masa kemerdekaan, penanaman kopi di Sembalun sempat mengalami revitalisasi pada tahun 1962 di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno (Sugandika, 2022). Sekretaris Desa Sembalun, Muhammad Sahidul Wathan, menjelaskan bahwa pasca 1985, budidaya kopi mengalami nasib yang buruk. Sebab, daerah sekitar bukit dan pegunungan di Sembalun kian ditanam bawang putih secara masif selama periode Orde Baru, dengan pembabatan pohon kopi secara luas.

Akibat dari peristiwa ini,komoditas kopi di Sembalun sempat meredup sebelum akhirnya hidup kembali dalam lima tahun terakhir.

Muhammad Sahidul Wathan, lantas menjadi sosok yang prominen dalam menghidupkan kembali tren kopi di Sembalun selama 5-10 tahun terakhir. Beliau menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan training dan mendistribusikan ribuan biji kopi secara sukarela kepada petani lokal di Sembalun demi menghidupkan kembali tren kopi sejak tahun 2017.

baca juga

Setelah tahun 2022, beberapa petani lokal pun mulai melihat potensi Kopi Sembalun dan kian menggenjot produksi kopi lokal Sembalun — Yogi, ketua Kelompok Petani Lereng Rinjani, menyebutkan bahwa pihaknya telah menyiapkan sekitar 15 ribu pembibitan kopi di Sembalun (Sugandika, 2022).

Wathan juga bercerita bahwa usaha kopinya, yaitu Kopi Pahlawan dan Kopi Sangkabira telah merambah luas di pasar dalam negeri hingga internasional, termasuk ke kedutaan besar Jepang, Belanda, Australia, dan Singapura. Kenaikan tren ini tentunya menciptakan optimisme baru bagi para petani, pengusaha, hingga pecinta kopi dalam pembudidayaan Kopi Sembalun.

Sayangnya, di samping meningkatnya arus optimisme terhadap Kopi Sembalun, industri kopi saat ini tengah dilanda kenaikan harga biji. Hal ini disebabkan oleh penyusutan ketersediaan atau supply kopi yang terjadi di Vietnam dan Brazil sebagai produsen kopi terbesar di dunia. Penurunan suplai kopi ini sebagian besar diakibatkan oleh perubahan iklim, yang mempengaruhi kondisi lahan, serta alih fungsi lahan kebun kopi menjadi bangunan (Raghu, 2023).

Selain itu, Wathan juga menjelaskan bahwa peran pengepul dan penimbun kopi juga menjadi ‘mafia’ yang meracuni industri kopi dalam negeri, di mana mereka seringkali menipu para petani dan mempermainkan harga biji kopi sehingga menyulitkan para petani untuk mendapatkan keuntungan yang adil.

Kondisi seperti yang dijelaskan di atas tentunya mengganggu perkembangan Kopi Sembalun. Oleh karena itu, Tim KKN-PPM UGM Sembalun Beralun hadir di Desa Sembalun dengan berbagai pelatihan dan sosialisasi yang bertujuan untuk memberdayakan para UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), terutama pada iklim industri Kopi Sembalun. Dengan demikian, akan menjadi lebih dikenal dan tersebar luas.

baca juga

Upaya pemberdayaan yang dilakukan mencakup pelatihan pembuatan label, logo, strategi pemasaran, PIRT, HAKI, dan sebagainya. Dengan berbagai pelatihan yang disampaikan, diharapkan potensi Kopi Sembalun dapat dibangkitkan kembali, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan pengusaha Kopi Sembalun di masa depan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KU
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.