Apa yang Kawan GNFI pikirkan ketika bertemu lansia? Lansia sering kali identik dengan kondisi yang lemah dan tidak berdaya. Ketika memasuki usia lanjut, kita cenderung berpikir bahwa masa lansia sama dengan masa tidak produktif. Tentu stigma tersebut salah besar karena masih banyak lansia yang aktif dan mengabdikan dirinya, lho!
Tokoh tersebut penulis temukan di sebuah pulau kecil yang terletak di tenggara Bali bernama Nusa Penida. I Nyoman Surestra namanya, seorang ketua kader lansia Nusa Penida. Ternyata Nusa Penida tidak hanya menyimpan panorama alam yang memukau, tetapi juga tokoh yang berdedikasi untuk memberdayakan lansia.
Menjadi Ketua Kader Lansia Nusa Penida
Semangat pengabdian Surestra tidak tumbuh tiba-tiba saja. Di masa mudanya beliau merupakan pegawai BKKBN yang sudah melalang buana ke seluruh penjuru daerah Indonesia. Selain bekerja di BKKBN, beliau juga pernah menjadi anggota DPR. Tak dipungkiri bahwa beliau sangat paham dengan regulasi pemerintahan.
Di usianya yang hampir menginjak 80 tahun, Surestra diutus oleh kecamatan Nusa Penida untuk menjadi ketua kader lansia sejak tahun 2012. Meskipun bergerak secara sukarela, beliau menjalankan amanah tersebut dengan luar biasa.
Dari tempat tinggalnya di timur laut – Desa Batununggul, beliau aktif membina lansia hingga ke berbagai desa di Nusa Penida. Keaktifan Bapak Surestra lah yang membuat penulis berkesempatan untuk bertemu beliau di lokasi KKN penulis, yaitu Desa Sakti.
Ketika penulis bertanya, “Apa yang membuat Bapak semangat untuk menjadi kader lansia hingga lebih dari 10 tahun?”, jawaban Surestra sederhana. Beliau ingin berkumpul kembali dengan teman-temannya yang kini telah menua. Melihat mereka hidup sejahtera di masa lansianya adalah cita-citanya. Menurut beliau, lansia harus menjadi seorang yang sehat, aktif, mandiri, dan produktif.
Mengenal Bina Keluarga Lansia
Rutinitas Surestra sebagai kader lansia adalah memberdayakan kelompok bina keluarga lansia (BKL) pada tiap-tiap banjar. Pertama-tama, beliau harus berkoordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat guna mengumpulkan keluarga yang mempunyai lansia untuk membentuk suatu BKL.
Dalam satu BKL akan dibentuk pengurus dan anggota yang berisikan minimal 50 orang lansia. Selanjutnya, para kader BKL tersebutlah yang bertugas memberikan penyuluhan maupun motivasi terkait kebutuhan pemberdayaan lansia tiap banjar.
“Jangan sampai para lansia menjadi bed-ridden,” ucap beliau. Surestra tidak ingin lansia menjadi tanggungan berat keluarganya. Kondisi tersebut mungkin terjadi ketika lansia sudah terjangkit penyakit.
Fungsi tubuh seorang lansia tentunya sudah menurun dibandingkan saat muda sehingga mereka rentan terpapar penyakit. Oleh karena itu, aktivitas lansia erat kaitannya dengan kesehatan.
Surestra tidak bekerja sendiri. Beliau melaporkan terbentuknya BKL pada Kepala Puskesmas Nusa Penida sebagai leading sector pemeliharaan kesehatan lansia. Setiap beberapa bulan beliau bekerja sama dengan puskesmas untuk mengadakan posyandu lansia.
Kegiatan posyandu lansia biasanya diintegrasikan dengan program puskesmas keliling (pusling) yang salah satunya beragendakan pemeriksaan kesehatan. Dalam pusling ini, beliau berperan sebagai instruktur untuk memimpin jalannya senam lansia, seperti senam otak, otot, dan rematik, guna meningkatkan kebugaran.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Di sela-sela kegiatan pemberdayaan lansia, Surestra juga mengembangkan tanaman aloe vera atau lidah buaya di lingkungan tempat tinggalnya, lho! Tak dapat dipungkiri bahwa beliau terlihat sangat sehat meskipun usianya hampir mencapai kepala 8. Gerakan yang Surestra inisiasi patut menjadi inspirasi untuk aktif dalam berkontribusi pada masyarakat.
Yuk, Kawan GNFI, jadilah local heroes versimu sendiri, seperti Surestra!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News