Setiap masyarakat yang ada di lingkungan Keraton Yogyakarta memiliki perannya masing-masing dalam menjalankan roda pemerintahan. Abdi Dalem Keraton Yogyakarta merupakan salah satu peran yang penting karna memiliki tanggung jawab sebagai aparutur sipil seorang abdi budaya.
Dalam menjalankan kewajiban ini terdapat aturan-aturan yang berlaku dan harus ditaati oleh semua Abdi Dalem. Pakem atau aturan yang harus ditaati semua Abdi Dalem Keraton Yogyakarta berupa penggunaan bahasa yang sopan dan paham tentang cara berpakaian.
Seorang Abdi Dalem Keraton Yogyakarta memakai busana khusus saat berdinas dipakai para Abdi Dalem disesuaikan dengan jenis kelamin. Bagi Abdi Dalem laki-laki umunya memakai busana yang disebut pranakan, sedangkan Abdi Dalem perempuan memakai berbagai busana seperti kebaya janggan hitam. Masing-masing busana yang dipakai para Abdi Dalem ini memiliki makna filosofinya sendiri dan erat kaitannya dengan budaya Jawa.
Busana Pranakan
Busana Pranakan | Sumber foto: www.kratonjogja.id
Dilansir dari laman www.kratonjogja.co.id, busana pranakan ditetapkan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono V (1823-1855). Busana ini terinspirasi dari pakaian santri putri saat Sultan melakukan kunjungan ke Banten tepatnya pada pertengahan abad-19.
Sebagai busana Abdi Dalem laki-laki, pranakan pada dasarnya dibuat oleh Sultan Hamengkubuwono V atas dasar falsafah persatuan dan kesatuan yang dicita-citakan Sultan Hamengkubuwono I. Harapan dari pembuatan busana ini adalah agar para Abdi Dalem merasakan persaudaraan yang mendalam.
Nor Kholis dalam Jurnal Multikultural dan Multireligius menjelaskan bahwa pranakan ini memiliki pengertian rahim pada wanita. Saat dipakai maka akan terlihat seperti bayi dalam kandungan ibunya. Kata ‘peranakan’ juga membuktikan bahwa semua manusia sama karna pernah berada di dalam kandungan ibu.
Selain itu, makna filosofis pranakan ini dapat terlihat dari setiap detail busana tersebut. bahan pranakan ini terbuat dari kain lurik dengan warna biru tua dan hitam yang memiliki arti mendalam. Terdapat pula corak lurik telu pat telu pat (tiga empat tiga empat), kewulu winangka prepat yang artinya bahwa Abdi Dalem dipersaudarakan satu dengan yang lain dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keraton.
Pemakaian busana pranakan biasanya juga ditambah dengan beberapa kelengkapan lain yang wajib ditaati sesuai peraturan seperti misalnya udheng atau blangkon. Udheng dipakai sebagai penutup kepala dengan arah pemakaian dari depan ke belakang. Kelengkapan lain yang dipakai adalah kain jarik dengan motif gagrak Yogyakarta sebagai penutup badan bagian bawah.
Pranakan ini kurang lengkap rasanya kalau belum diperindah dengan samir dan keris sebagai atribut. Samir dipakai dengan melingkarkannya seperti kalung di leher hingga dada. Sementara itu, keris ini hanya dipakai oleh Abdi Dalem dengan pangkat bekel keatas. Keris diletakkan dengan cara diselipkan kain pada pinggang bagian belakang. Hal ini juga menandakan bahwa Abdi Dalem tersebut sedang melaksanakan tugas dari Sultan.
Busana Estri
Kebaya Janggan dan Tangkeban | Sumber foto: www.kratonjogja.id
Terdapat beberapa busana Abdi Dalem perempuan atau Estri di Keraton Yogyakarta. Dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan Keraton, Abdi Dalem ini hanya memakai semekan menutupi bagian perut hingga dada dan kain jarik sebagai penutup bagian bawah. Namun, dalam kegiatan seperti upacara besar mereka biasanya memakai kebaya janggan hitam.
Ciri unik dari kebaya ini adalah kerahnya yang tinggi hampir menutupi leher. Kebaya yang diadopsi dari model seragam militer Eropa ini juga hanya boleh menggunakan motif polos atau kembang batu dan tidak boleh berbahan brokat.
Menurut Mia Daniar dan Widhyasmaramurti dalam Journal of Social Research menjelaskan secara keseluruhan kebaya janggan hitam memiliki 21 kancing dengan rincian 6 kancing terlihat pada bagian leher dengan pola sejajar 3 kancing dalam 2 baris. Pada bagian dada atas terdapat 2 kancing dan 3 kancing di bagian depan. Di pergelangan tangan terdapat 5 kancing pada masing-masing lengan kanan dan kiri dengan posisi dipasang terbuka.
Kebaya janggan hitam umumnya dikenakan setelah mengenakan semekan. Semekan ini juga digunakan sebagai penanda pangkat melalui pemakaian warna yang berbeda-beda. Kebaya ini juga dipadukan dengan kain jarik yang harus dililitkan dari kiri ke kanan atau bagian kanan di dalam dan kiri di luar serta dilipat dengan ketentuan ganjil menyesuaikan ukuran tubuh misalnya 5, 7 atau 9 lipatan. Jika sudah sesuai, jarik akan diikat dan dikencangkan dengan stagen.
Selain janggan, terdapat pula tangkeban yang merupakan kebaya khusus Abdi Dalem Estri golongan Keprajan yang berada di tepas dan masih memiliki kedudukan Darah Dalem, tanpa minimal pangkat. Berbeda dengan janggan hitam, tangkeban memiliki model baju kebaya tanpa bef (kutubaru). Namun kedua kebaya ini memiliki ketentuan yang sama.
Nyeker Sebagai Bentuk Penghormatan
Dalam menjalankan tugasnya, Abdi Dalem tidak diperkenankan untuk memakai alas kaki di sekitar halaman Keraton. Hal ini dilakukan untuk menghormati dan menjaga kesucian suatu tempat. Bagi Abdi Dalem, Nyeker juga memiliki makna bahwa setiap manusia bersaudara dan setara.
Menurut Yulian Dinihari dkk. dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menjelaskan Dalam keadaan nyeker atau tidak menggunakan alas kaki masuk ke dalam bagian nilai budaya penghormatan. Seperti halnya ketika di masjid, ada tempatnya untuk melepas sandal disebut juga dengan batas suci. Para abdi dalem itu dalam keadaan suci atau bersih dan datang dengan maksud baik ketika memasuki area Keraton Yogyakarta.
Nyeker bukan sesuatu yang asing bagi lingkungan Keraton Yogyakarta karena setiap apa yang dilakukan di Lingkungan Keraton baik bangunan atau upacara adatnya selalu memiliki makna dibaliknya.
Busana seorang Abdi Dalem tidak lepas dari sejarah panjang keberadaan Keraton Yogyakarta. Bagi orang Jawa khususnya Abdi Dalem berpakaian dipengaruhi oleh faktor-faktor kesopanan dan etika. Dengan begitu para Abdi Dalem ini sangat memilihara dan melaksanakan tradisi, norma dan tata perilaku yang telah dibuat.
SUMBER:
https://www.kratonjogja.id/
https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/view/364
https://ijsr.internationaljournallabs.com/index.php/ijsr/article/view/319
https://journal.unindra.ac.id/index.php/hortatori/article/view/776/771
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News