Bayangkan jika kita menghabiskan dua jam setiap pagi hanya untuk menempuh perjalanan dari Kenjeran ke Citraland, Surabaya Barat. Perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu setengah jam menjadi jauh lebih panjang. Ketika menyetel Radio Suara Surabaya pun, laporannya hanyalah; "macet, bang, di mana-mana. Piye iki?"
Ketika matahari terbenam, kehidupan malam Surabaya mulai berdenyut. Rooftopbar, seperti yang ada di atas Hotel Majapahit, menyuguhkan pemandangan kota yang memukau dengan koktail kreatif.
Musik live dan keramaian yang semarak menjadikan bar-bar di sepanjang Jalan Raya Darmo dan Sky Bar di Kyriad Royal Hotel sebagai tempat tujuan utama. Namun, di balik keberhasilan ini, ada konsekuensi ekonomi yang tidak dapat diabaikan.
Jelas. Kemacetan adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh kota Surabaya saat ini. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi di jalanan, kemacetan menjadi lebih parah dan berdampak negatif pada kualitas hidup masyarakat.
Di tengah situasi ini, kendaraan listrik dan sepeda sering disebut-sebut sebagai solusi masa depan untuk mengatasi kemacetan dan mengurangi polusi. Namun, bagaimana peran transportasi umum seperti Suroboyo Bus dan Wira Wiri Suroboyo dalam upaya ini? Apakah transportasi umum lebih efektif atau justru kurang diminati oleh warga?
Kemacetan dalam Angka
Kemacetan di Surabaya telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi kota ini seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi. Data dari Dinas Perhubungan menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat sekitar 3,5 juta kendaraan bermotor yang beroperasi di Surabaya, dengan mayoritas berupa sepeda motor.
Pertumbuhan kendaraan ini, yang mencapai 6—7% per tahun, tidak diimbangi dengan perluasan infrastruktur jalan yang memadai. Selain itu, urbanisasi yang masif, di mana penduduk Surabaya bertambah dari 2,8 juta pada tahun 2010 menjadi lebih dari 3,1 juta pada tahun 2023, memperburuk kondisi ini.
Meskipun ada upaya untuk meningkatkan transportasi publik, hanya sekitar 20% dari perjalanan harian yang memanfaatkan bus atau angkot, sehingga mayoritas penduduk masih bergantung pada kendaraan pribadi. Selain itu, penggunaan ruang jalan yang tidak efisien, seperti parkir liar dan pedagang kaki lima, semakin menurunkan kapasitas jalan.
Efektivitas Transportasi Umum, Suroboyo Bus dan Wira Wiri Suroboyo
Surabaya telah berupaya mengembangkan transportasi umum sebagai salah satu solusi mengurangi kemacetan. Suroboyo Bus dan Wira Wiri Suroboyo adalah dua contoh dari transportasi umum yang telah diperkenalkan dengan tujuan memberikan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan efisien dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
Namun, meskipun fasilitas ini tersedia, efektivitasnya dalam mengurangi penggunaan kendaraan pribadi masih dipertanyakan.
Banyak warga Surabaya yang masih memilih menggunakan mobil pribadi daripada menggunakan transportasi umum. Alasan utamanya adalah kenyamanan dan fleksibilitas yang ditawarkan oleh mobil pribadi, yang sering kali tidak dapat disamai oleh transportasi umum. Misalnya, meskipun Suroboyo Bus menawarkan rute yang cukup luas, keterbatasan waktu operasional dan jalur yang terbatas sering kali membuat warga enggan menggunakannya, terutama bagi mereka yang memiliki jadwal yang tidak menentu atau tinggal di daerah yang jauh dari jalur bus.
Kendaraan Pribadi, Kenyamanan vs Efisiensi Ekonomi
Dari sudut pandang ekonomi kapitalis, preferensi terhadap mobil pribadi bisa dijelaskan dengan konsep utility maximization, di mana individu memilih opsi yang memberikan kenyamanan maksimal dan efisiensi waktu terbaik bagi mereka.
Kendaraan pribadi menawarkan kebebasan waktu dan rute, yang tidak dapat disediakan oleh transportasi umum. Hal ini sejalan dengan teori ekonomi yang menekankan bahwa konsumen akan memilih opsi yang memberikan nilai tertinggi bagi mereka, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi.
Namun, pilihan ini membawa dampak negatif bagi kota secara keseluruhan. Dengan meningkatnya penggunaan mobil pribadi, kemacetan menjadi lebih parah, mengakibatkan penurunan produktivitas ekonomi karena waktu tempuh yang lebih lama dan peningkatan biaya operasional akibat konsumsi bahan bakar yang lebih tinggi.
Selain itu, tingginya tingkat polusi dari kendaraan pribadi berkontribusi pada kerusakan lingkungan, yang dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kesehatan warga.
Pendekatan Human Design dalam perencanaan kota Surabaya menggarisbawahi pentingnya mendesain ruang yang berpusat pada manusia. Ini bukan hanya tentang menciptakan infrastruktur yang memadai, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap individu yang tinggal di dalamnya dapat menjalani kehidupan yang bermakna dan terhubung dengan komunitas mereka.
Human Design menekankan bahwa di tengah gemerlap dan kemajuan teknologi, manusia tetap menjadi pusat dari semua pembangunan.
Namun, dengan pesatnya urbanisasi, tantangan muncul ketika desain dan perencanaan tidak lagi sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan manusia sebagai individu dan komunitas.
Kemacetan yang meluas menjadi tanda bahwa mungkin, dalam beberapa aspek, pertumbuhan ini melampaui kapasitas kota untuk mempertahankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dampak Ekonomi terhadap Surabaya
Kemacetan tidak hanya berdampak pada kenyamanan warga, tetapi juga pada perekonomian kota. Menurut teori externality dalam ekonomi, kemacetan lalu lintas menciptakan biaya tambahan bagi masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam aktivitas mengemudi, seperti peningkatan polusi udara dan waktu tempuh yang lebih lama untuk pengiriman barang.
Akibatnya, kemacetan dapat mengurangi efisiensi ekonomi secara keseluruhan, menghambat pertumbuhan bisnis, dan menurunkan daya saing Surabaya sebagai kota metropolitan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Pengembangan infrastruktur transportasi umum yang lebih baik, seperti peningkatan jaringan Suroboyo Bus dan Wira Wiri Suroboyo, perlu diprioritaskan. Selain itu, edukasi mengenai manfaat menggunakan transportasi umum dan dampak negatif dari penggunaan kendaraan pribadi secara berlebihan perlu dibiasakan.
Kesimpulan, Menuju Transportasi yang Lebih Berkelanjutan
Meskipun kendaraan listrik dan sepeda memiliki potensi besar sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi kemacetan di Surabaya, transportasi umum yang efektif tetap menjadi kunci utama. Kita perlu mendukung dan mengembangkan transportasi umum agar lebih efektif dan menarik bagi warga.
Dengan demikian, kita tidak hanya membantu mengurangi kemacetan dan polusi, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan di Surabaya.
Kemacetan yang meluas menjadi tanda bahwa mungkin, dalam beberapa aspek, pertumbuhan ini melampaui kapasitas kota untuk mempertahankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Bagaimana pun, di tengah kilauan malam Surabaya, setiap individu yang menjadi bagian dari kota ini tetap memegang peran penting dalam mewujudkan Surabaya sebagai tempat yang tidak hanya berkembang secara ekonomi tetapi juga sebagai ruang yang berkelanjutan dan berpusat pada manusia.
Jadi, Kawan GNFI, saatnya kita mempertimbangkan kembali pilihan transportasi kita. Menggunakan transportasi umum tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga untuk ekonomi kota kita. Let’s make Surabaya a better place to live!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News