Kawan GNFI, pernah terpikirkan tidak bagaimana proses pembuatan wadah untuk ikan keranjang? Kali ini tim KKN Sawijen Kajen akan mengulik proses pembuatan reyeng atau anyaman bambu yang biasa digunakan untuk wadah ikan keranjang.
Di Desa Kutorojo, tim KKN Sawijen Kajen menemukan bahwa hampir semua rumah minimal terdapat satu anggota keluarga yang membuat reyeng, baik untuk mengisi waktu atau sebagai pekerjaan sampingan. Agar tidak penasaran lagi, yuk, simak perjalanan tim kami mengikuti proses pembuatan reyeng dari awal sampai akhir.
Sebelumnya, pengrajin reyeng perlu menyiapkan sendiri bahan baku yang akan digunakan untuk membuat reyeng, yaitu potongan bambu. Beberapa pengrajin ada yang perlu membeli bambu, tetapi ada juga yang menebang sendiri pohon bambu di hutan sekitar atau di kebun mereka sendiri. Pohon bambu yang sudah ditebang kemudian dipotong menjadi bilah-bilah panjang hingga tipis.
Proses memotong-motong bambu menjadi bilah-bilah bambu | sumber: Dokumentasi Tim KKN Sawijen Kajen
Setelah dipotong hingga menjadi lembaran bambu tipis, bilah-bilah bambu dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi semacam keranjang. Terdapat dua bagian yang perlu dibuat. Bagian pertama adalah bagian dasar yang akan menjadi alas reyeng.
Kemudian bagian kedua adalah sisi-sisi samping yang akan menjadi dinding reyeng. Untuk membuat satu buah reyeng dibutuhkan sekitar sebelas bilah bambu. Bagi para pengrajin yang hampir setiap hari membuat reyeng, satu buah reyeng dapat dikerjakan hanya dalam waktu sekitar 3 menit saja. Oleh karena itu, tidak jarang seorang pengrajin reyeng bisa menghasilkan 500-2000 reyeng dalam seminggu.
Tim KKN Sawijen Kajen mecoba membuat reyeng bersama warga Desa Kutorojo | sumber: Dokumentasi Tim KKN Sawijen Kajen
Setiap Hari Selasa dan Hari Jumat, reyeng yang telah dibuat oleh para pengrajin kemudian disetorkan dan dikumpulkan di Gudang Reyeng, Desa Kutorojo. Tiap 100 buah reyeng dihargai sebesar Rp13.000,00. Reyeng yang telah disetorkan dan dikumpulkan di Gudang Reyeng, kemudian diikat menjadi satu untuk memudahkan pengiriman ke luar daerah.
CaptionSalah satu warga Desa Kutorojo sedang mengikat kumpulan reyeng | sumber: Dokumentasi Tim KKN Sawijen Kajen
Setelah diikat, permukaan reyeng dibakar sebentar cukup untuk menghilangkan serabut-serabut yang tersisa dari lembaran bilah bambu sehingga reyeng menjadi lebih rapi dan bersih.
Proses pembakaran reyeng oleh warga Desa Kutorojo | sumber: Dokumentasi Tim KKN Sawijen Kajen
Reyeng yang sudah diikat dan dibersihkan serabutnya akan dimuat ke atas pick up atau truk barang. Reyeng siap dikirim ke berbagai daerah, antara lain ke Jakarta, Jawa Barat salah satunya ke Cikarang, dan Cikupa di Banten.
Reyeng dimuat ke atas pick up | sumber: Dokumentasi Tim KKN Sawijen Kajen
Reyeng sudah siap dikirim | sumber: Dokumentasi Tim KKN Sawijen Kajen
Salah satu hal menarik yang menjadi temuan Tim KKN Sawijen Kajen adalah ketika seluruh proses pembuatan reyeng mulai dari mencari bambu hingga membakar permukaan reyeng dilakukan oleh perempuan-perempuan di Desa Kutorojo. Tim kami melihat bahwa secara tidak langsung, keberadaan kerajinan reyeng di Desa Kutorojo dapat menjadi sarana untuk memberdayakan perempuan sehingga perempuan bisa bekerja, menjadi lebih independen, dan memiliki penghasilannya sendiri. Terbukti, kerajinan reyeng di Desa Kutorojo sudah bertahan selama 20 tahun.
Kini untuk memenuhi permintaan pasar, pengepul reyeng di Desa Kutorojo juga melibatkan pengrajin dari desa sekitar, seperti Desa Paninggaran, Kandangserang, hingga ke desa-desa lainnya di Kecamatan Kajen, Pekalongan.
Oleh karena itu, kami Tim KKN Sawijen Kajen mengajak kawan GNFI untuk ikut melestarikan kerajinan reyeng. Mengingat, sebagai warisan budaya yang tak lekang waktu,kerajinan reyeng tidak hanya memiliki nilai fungsional sebagai wadah untuk menyimpan ikan.
Akan tetapi, juga memiliki banyak nilai-nilai sosial, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu dapat menjadi bentuk emansipasi kaum pekerja perempuan, menjadi alternatif mindful consumption sebagai jawaban atas perubahan iklim, serta bentuk dukungan atas produk-produk lokal dan budaya asli Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News