Tahukah Kawan sebuah surat kabar yang bernama Soematra Courant? Apakah Kawan pernah mendengar nama surat kabar yang satu ini sebelumnya?
Jika Kawan tidak pernah mendengar nama Soematra Courant, tidak perlu heran. Sebab surat kabar yang satu ini memang pernah terbit di Indonesia ratusan tahun silam.
Surat kabar ini pertama kali rilis pada pertengahan abad ke-19. Hal ini membuat Soematra Courant menjadi pelopor sekaligus surat kabar pertama yang terbit di Pulau Sumatra pada periode waktu tersebut.
Bagaimana keberadaan surat kabar yang satu ini di masa lalu?
Keberadaan Surat Kabar di Masa Hindia Belanda
Sebelum membahas Soematra Courant, Kawan mesti mengetahui bagaimana keberadaan surat kabar di Masa Hindia Belanda, khususnya pada abad ke-19. Hal ini penting untuk diketahui karena pada periode waktu tersebut keberadaan surat kabar mulai banyak bermunculan di Nusantara.
Danil Mahmud Chaniago dan Umi Rusmiani Umairah dalam artikelnya, "Sejarah Pers Kolonial di Indonesia" menyebutkan bahwa keberadaan surat kabar di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan dikenalkannya mesin cetak oleh misionaris yang datang ke Nusantara pada abad ke-17. Pada awalnya, mesin cetak ini digunakan untuk menerbitkan berbagai macam literatur Kristen yang nantinya digunakan untuk keperluan misi zending di tanah air.
Seiring berjalannya waktu, mesin cetak ini tidak hanya difungsikan untuk hal tersebut saja. Perusahaan dagang Belanda, yakni VOC yang beroperasi di Indonesia pada periode waktu tersebut mulai memproduksi hal lain dengan mesin cetak ini, seperti almanak, buku, hingga media cetak.
Pada 1744, muncul sebuah surat kabar yang bernama Bataviasche Nouvelles. Surat kabar yang diterbitkan oleh Jan Erdman Jordens ini menjadi koran pertama yang terbit di tanah air.
Dalam perkembangannya, Bataviasche Nouvelles beroperasi selama tiga tahun hingga 1747. Meskipun tidak lama beroperasi, Bataviasche Nouvelles tetap memiliki peranan penting untuk perkembangan surat kabar di tanah air pada periode waktu berikutnya.
Kemunculan Soematra Courant
Perkembangan surat kabar di Indonesia makin pesat pada periode waktu berikutnya. Meskipun VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18, perkembangan surat kabar masih terus bergulir di bawah Pemerintahan Hindia Belanda.
Contohnya saja, pada 1810 Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan surat kabar bernama Bataviasche Coloniale Courant. Surat kabar yang terbit mingguan ini merupakan media resmi pemerintah yang memberitakan peraturan-peraturan dan berita dari Eropa.
Munculnya liberalisme di Belanda pada pertengahan abad ke-19 juga turut mempengaruhi perkembangan pers di tanah air. Meskipun demikian, kemunculan surat kabar ini masih berpusat di Jawa dan kota-kota besar lainnya.
Barulah pada 1859, sebuah surat kabar bernama Soematra Courant terbit di Padang. Kemunculan surat kabar ini tidak hanya menjadi koran pertama yang terbit di Padang, tetapi juga di keseluruhan Pulau Sumatra.
Terbitnya Soematra Courant di Padang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang ada di kota tersebut. Padang menjadi salah satu daerah dengan perdagangan yang paling sibuk di Pantai Barat Sumatra pada periode waktu tersebut.
L. N. H. A. Chatelin menjadi sosok penting di balik kemunculan Soematra Courant di Kota Padang. Chatelin yang merupakan seorang Indo Belanda ini sekaligus menjadi pemimpin redaksi dari surat kabar tersebut.
Seperti halnya surat kabar lain yang ada di periode waktu tersebut, Soematra Courant menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar redaksinya. Secara umum, isi pembahasan yang ada di dalam Soematra Courant lebih banyak menampilkan pengumuman dari Pemerintah Hindia Belanda.
Hal ini membuat Soematra Courant tidak terlalu memunculkan ciri-ciri media pers yang sebenarnya karena masih mengabarkan informasi terkait golongan penguasa saja. Meskipun demikian, keberadaan Soematra Courant pada pertengahan abad ke-19 ini turut mempelopori kemunculan surat kabar lain di Tanah Andalas pada periode waktu tersebut.
Sumber:
- Chaniago, Danil Mahmud, dan Umi Rusmiani Umairah. "Sejarah Pers Kolonial di Indonesia." Khazanah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam (2018).
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News