mengulik kehidupan suku dayak iban salah satu suku dayak terbesar dan tertua di pulau kalimantan - News | Good News From Indonesia 2024

Suku Dayak Iban, Salah Satu Suku Dayak Terbesar dan Tertua di Pulau Kalimantan

Suku Dayak Iban, Salah Satu Suku Dayak Terbesar dan Tertua di Pulau Kalimantan
images info

Suku Dayak Iban, Salah Satu Suku Dayak Terbesar dan Tertua di Pulau Kalimantan


Suku Dayak merupakan penghuni asli Pulau Kalimantan. Sebagian dari mereka menjadi WNI dan yang lainnya menjadi warga negara Malaysia. Suku Dayak Iban adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat, Sarawak, dan Brunei.

Kata 'Iban' berasal dari bahasa Iban asli yang berarti manusia. Maka dari itu, bangsa Iban bermaksud bangsa manusia. Suku Dayak Iban adalah bangsa peribumi tertua di Sarawak dan Asia.

Ini dibuktikan dengan penemuan bukti sains artifak purba di Gua Niah yang dianggarkan berusia 40.000—65.000 tahun SM. seterusnya membuktikan bahwa Dayak Iban Nenek moyang kepada ratusan subsuku dan etnik di Pulau Kalimantan dan sekitarnya.

Suku Dayak Iban adalah satu suku-bangsa yang sering juga disebut orang Neban atau orang Dayak Laut. Sebagian dari mereka berdiam dalam wilayah Serawak sebagai warga negara Malaysia dan sebagian lainnya berdiam di provinsi Kalimantan Barat sebagai warga negara Indonesia.

baca juga

Mereka yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Barat bermukim dalam Kabupaten Sambas, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kupuas Hulu.

Bahasa Dayak Iban

Orang Iban memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Iban. Bahasa ini masih terbagi ke dalam 10 dialek, yaitu dialek Balau, Skrang, Saribas, Undup, Kumpang, Sebuyau, Seru, Empran, Katibas, dan Gaat.

Bahasa Iban adalah bahasa utama yang dominan dalam berkomunikasi sehari-hari. Bahasa daerah itu digunakan hampir di segala aspek kegiatan seperti di rumah dan ladang.

Namun, jumlah penutur bahasa Iban terus berkurang. Sebab, banyak warga Iban yang memilih untuk pindah ke kota. Selain itu, minat anak muda masyarakat Iban untuk mempelajari bahasa Iban tersebut juga memengaruhi.

Mata Pencaharian

Dalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya, mereka tidak dapat dipisahkan dengan hutan yang berada di sekeliling mereka. Dari hutanlah, mereka memperoleh sumber-sumber kehidupan, meliputi mengumpulkan hasil hutan, berburu, hingga menangkap ikan.

Kegiatan perekonomian pokoknya adalah berladang. Sebab, ini menyediakan kebutuhan beras dan sumber uang tunai.

baca juga

Pemukiman

Perkampungan orang Iban biasanya didirikan di tepi sungai. Pada masa lalu, tempat tinggal mereka berbentuk rumah panggung panjang, yang terdiri atas rangkaian rumah (bilek) yang jumlahnya dapat mencapai 50 buah dengan panjang sampai 150 meter.

Rumah panjang biasanya didiami oleh suatu kelompok warga yang merasa berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama. Tiap bilek didiami oleh satu keluarga luas. Satu rumah panjang semacam itu bisa dianggap sebagai sebuah kampung.

Sistem Kekerabatan

Komunitas masyarakat Iban memiliki pola komunikasi dan interaksi sosial horizontal-egaliter. Citra sebagai masyarakat terbuka ini berhubungan dengan aktualisasi diri setiap anggota yang apa adanya, terang-terangan, tanpa basa-basi dan mudah akrab.

Dalam perjalanannya, beberapa kali etnis lban terlibat gesekan, terutama dengan China, tentang klaim atas tanah. Sebab, kotak pertama kali etnis ini dengan etnis Tionghoa dan Melayu, kemudian dengan Kulit Putih. Namun secara umum, hubungan dengan etnis lain berlangsung damai.

Sistem Politik

Secara kekuasaan politis dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat adat sangat memegang peran penting dalam mengatur warganya. Terdapat dua jabatan penting dalam rumah panjang, yakni Tuah Barong dan Tuan Rumah.

Tuah Barong adalah seorang tetua yang membaca penanda alarm, terutama dari burung sebelum sebuah peristiwa penting akan dilaksanakan. Ia juga bertanggung jawab atas upacara ritual yang berlangsung di rumah panjang.

Adapun Tuan Rumah adalah ketua yang mengurusi administrasi dan keperluan adat atau hukum dan aturan etnis lban, Juga berperan sebagai juru damai dalam konflik.

baca juga

Sistem Religi

Berdasarkan kepercayaan asli, orang Iban percaya bahwa ada roh-roh halus yang senantiasa berada di sekeliling manusia. Ada yang baik dan ada yang jahat. Tiap sungai, gunung, hutan, pohon besar, bukit bahkan rumah dipercayai ada roh yang menunggunya.

Roh-roh tersebut dianggap dan dipercaya sebagai roh-roh suci yang selalu melindungi, mengayomi, menjaga, dan memelihara warga masyarakat setempat. Namun, juga ada yang suka mengganggu dan menyebabkan bala atau bencana bagi masyarakatnya.

Mereka mewujudkan ekspresi kepercayaannya dengan menyelenggarakan berbagai ritual upacara adat. Pelaksanaan ritual-ritual upacara adat tersebut berbeda-beda satu dengan lainnya, baik berbeda dari tata cara prosesi, mantra/doa, maupun sesaji yang digunakan.

Selain itu, sekarang ini pengaruh agama besar seperti Kristen Protestan, Katolik, dan Islam mulai masuk dan dianut oleh orang Iban. Walaupun demikian, kepercayaan asli masih berkembang pada sebagian besar masyarakat.

Kearifan Lokal

Kearifan tradisional yang selama ini dilakukan sebuah komunitas adat di etnis Dayak lban terhadap keberadaan hutan cukup baik, sehingga hutan adatnya masih terjaga dan lestari. Suku ini masih memegang teguh aturan adatnya, sehingga hutan mereka hingga kini masih terawat baik.

Hal itu sudah ada aturannya dalam adat mereka. Ini dipahami sejak dari orang tua yang diturunkan kepada anak, kepada cucu, dan seterusnya hingga saat ini.

Kesenian

Orang Iban juga terkenal dengan hasil kerajinannya yang indah-indah. Ada berbagai unsur busana dengan manik-manik dan motif-motif penuh tata warna. Misalnya saja, ada ikat kepala wanita (ikat datulu), sumping, kalung pria dan wanita (manikasa), gelang tangan wanita (balukun), ikat pinggang wanita (sumpai rangkai), baju untuk wanita (baju burik), dan kain untuk wanita (kain kabo manik). Ini semua biasanya dipakai dalam upacara adat suku Iban.

Orang Iban juga terkenal dengan senjata tradisionalnya berupa sumpit dan Mandau.

Suku Dayak Iban melestarikan dan mempertahankan kebiasaan dalam kehidupan suku Dayak, yang berada di tengah serbuan kemajuan zaman yang serba canggih dan modern. Tantangan mereka pada generasi penerus yang hidup di era sekarang memiliki cara pemahaman yang berbeda. Dengan demikian, menganggap suatu hal yang pada zaman sebelumnya suatu tradisi itu penting menjadi tidak penting pada zaman generasi muda saat ini.

Referensi:

Melalatoa, M Junus (1995). Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI

Rizki, et al (2017). POTRET PEREMPUAN DAYAK IBAN, KAYAN, DESA, DAN SUNGKUNG DI KALIMANTAN BARAT. Jurnal Specta Vol.1 No.1 Hal 51-68

Sugiyanto (2011). KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA ETNIS DAYAK IBAN DI BADAU. Jurnal lnformasi, Vol. 16 No.2 Hal 133-144

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.