Suku Sasak adalah salah satu suku mayoritas penghuni pulau Lombok, NTB. Pada masyarakat suku Sasak Lombok dikenal tiga klasifikasi kepada mereka menyangkut paham atau kepercayaan, yaitu Bude, Wetu Telu dan Islam Waktu Lima atau “Islam” saja.
Ketiga istilah tersebut selalu digandengkan dengan kata Sasak untuk menunjukkan kepercayaan yang mereka anut, seperti Sasak Bude, Sasak Wetu Telu atau Sasak Islam.
- Bude adalah sebutan bagi mereka yang belum atau tidak mengenal sama sekali ajaran Islam. Mereka juga masih berpegang pada keyakinan pada paham animisme dan dinamisme yang merupakan peninggalan nenek moyang mereka. Mereka tidak mengenal sama sekali sebutan kelompok keagamaan sebagai identitas kepercayaan yang dianut.
- Wetu Telu adalah sebutan bagi mereka yang pengetahuannya tentang agama Islam dan ajaran serta pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari masih terbatas. Selain itu juga masih sangat terikat kental dengan adat istiadat disebut dengan Islam.
- Islam Waktu Lima adalah sebutan bagi mereka yang secara utuh memahami ajaran Islam serta mempraktikan ajaran dalam segala aspek kehidupan mereka. Akan tetapi, apapun mereka digolongkan, bahwa mereka yang tergolong kelompok kedua dan ketiga, kalau ditanya mereka tetap menyebut dirinya beragama Islam.
Pada masa sekarang, kelompok Bude dan Wetu Telu sudah mulai ditinggalkan oleh banyak penganut di Masyarakat Suku Sasak. Terlebih lagi, setelah para Tuan Guru, ulama dari kalangan Islam Waktu Lima melancarkan dakwah islamisasi di lokasi-lokasi yang menjadi hunian dari kedua kelompok tersebut.
Penganut Wetu Telu masih banyak ditemukan di Lombok bagian utara, yaitu di Desa Bayan. Adapun Sasak Bude beberapa penganut masih tersisa di bagian selatan pulau Lombok, yaitu di kampung Ganjar.
Berdasarkan penelitian, mereka juga disebut “Tau Bude” atau orang bodoh, yaitu tidak memiliki pengetahuan. Di kalangan tersebut, praktik unsur-unsur kepercayaan animisme dan semacam kepercayaan Hindu-Budha lebih menonjol.
Akan tetapi, mereka sendiri tidak mau disebut penganut agama Hindu-Budha, meskipun masyarakat Hindu-Budha yang ada di Lombok pernah mengklaim mereka sebagai penganut ajaran yang sama.
Mereka sering terlibat upacara-upacara yang diadakan oleh penganut Hindu-Budha, di antaranya pemujaan terhadap “Batara Rinjani”, yaitu upacara “Muja Balit” atau “Muja Tahun”. Namun realitanya, pemujaan dan upacara tersebut juga dilakukan oleh penganut Wetu Telu.
Hal ini membuktikan bahwa Sasak Bude bukanlah bagian dari penganut agama Hindu-Budha, melainkan mereka adalah orang yang mempunyai paham di bawah paham Islam Waktu Lima dan Islam Wetu Telu.
Istilah “Bude” sebagai identitas yang disematkan kepada mereka berdasarkan cara hidup sehari-hari yang masih sangat tradisional, bahkan dalam bidang pendidikan. Informasi atau penerangan, khususnya penerangan agama, dapat dikatakan sangat sulit ditemui.
Hal ini disebabkan karena lokasi kediaman mereka yang sangat terpencil dari pusat-pusat keramaian. Contohnya Kampung Ganjar yang terletak di seberang gunung, yang mana sangat sulit dijangkau masyarakat luar.
Setelah proses animisme dan dinamisme yang berjalan begitu lama dalam tradisi masyarakat Lombok, masyarakat Sasak perlahan berkembang menuju ke arah pemahaman terhadap agama. Hal ini terjadi setelah masuknya pengaruh India ke Indonesia, maka kebudayaan di sini mulai mengalami sedikit perubahan.
Kedatangan agama Hindu di sana sebenarnya mengajarkan penyembahan terhadap nenek moyang dan kekuatan alam. Jadi, perbedaan persembahyangannya hanya terletak pada tata cara pelaksanaannya, terutama pada kehidupan sehari-hari yang tekniknya semakin mendekati sempurna.
Pertumbuhan dan perkembangan Hindu di Pulau Lombok terjadi pada masa perkembangan kekuasaan kerajaan Majapahit. Di daerah ini, para pemuka masyarakatnya lebih banyak terpengaruh. Ini menjadi alasan mengapa mereka sudah banyak yang menjadi pemuka adat. Sebab, ada logika masyarakat masa lalu, yaitu apabila pemimpinnya menganutnya, maka masyarakatnya pun menerima dan menjalankannya sebagaimana pemimpinnya.
Agama Hindu di Lombok cukup lama menyebarkan dirinya melalui raja-raja yang berkuasa di sana. Di sebagian besar masyarakat di Lombok Barat sudah dihinduisasi oleh kerajaan Hindu. Bahkan, Kerajaan Hindu pernah berhasil menaklukkan semua kerajaan di kawasan Lombok.
Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, kerajaan-kerajaan kecil di Pulau Lombok seperti Kerajaan Lombok, Langko, Pejanggik, Parwa, Sokong, dan Bayan dan beberapa daerah kecil lainnya berhasil menjadi kerajaan-kerajaan yang merdeka.
Di antara kerajaan yang paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Konon, itu merupakan kerajaan pertama kali yang bisa diislamkan oleh penyebar agama Islam di Lombok, yaitu Pangeran Prapen yang merupakan putra dari Sunan Giri.
Lombok menjadi daerah pusat dari penyebaran agama islam di sana dan dikembangkan ke daerah Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan dan desa-desa kecil lainnya.
Beberapa tahun kemudian, seluruh masyarakat pulau Lombok memeluk agama Islam. Dari Lombok inilah, Pangeran Prapen kemudian menyebarkan Islam ke Pulau Sumbawa. Demikianlah sosio-religius masyarakat Sasak Lombok yang berawal dari sistem kepercayaan, yang berkembang lagi dengan ajaran Hinduisme, kemudian berhasil menjadi agama dominan sampai sekarang.
Sedangkan secara keseluruhan, dapat dibuktikan bahwa masyarakat Lombok adalah mayoritas pemeluk agama Islam.
Referensi:
Afandi, Ahmad (2017). Kepercayaan Animisme-Dinamisme Serta Adaptasi Kebudayaan Hindu-Budha Dengan Kebudayaan Asli Di Pulau Lombok-Ntb. Jurnal Historis. Vol. 1, No. 1, hal. 01-09.
Sainun, Sainun (2015) Interaksi Nilai Islam Dan Nilai Adat: Studi Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat. PhD thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News