Asal usul nama Jember masih belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa teori yang menjelaskan asal-muasalnya.
Salah satunya menyebutkan bahwa nama Jember berasal dari gabungan kata "Jembhar" (bahasa Madura) dan "Jembar" (bahasa Jawa), yang sama-sama memiliki arti "tempat yang luas."
Teori lainnya didasarkan pada legenda masyarakat setempat, yang menceritakan tentang sebuah kampung nelayan yang dipimpin oleh seorang kepala kampung.
Setelah kepala kampung gugur dalam pertempuran, anak gadisnya bernama Jembersari terpilih untuk menggantikan posisinya.
Ketika Jembersari meninggal, masyarakat setempat menamai daerah itu Jember sebagai penghormatan atas jasa-jasanya.
Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa nama Jember berasal dari kata "Jembrek," yang berarti "becek," diucapkan oleh Raja Hayam Wuruk dari Majapahit ketika melewati daerah Puger dan melihat jalan yang berlumpur.
Budaya Pandhalungan
Budaya pandhalungan adalah manifestasi dari proses sejarah yang turut melibatkan asal-usul Jember sebagai tempat percampuran budaya, yang menciptakan karakteristik budaya hibrid yang khas.
Pandhalungan merujuk pada kebudayaan yang berkembang di kawasan Tapal Kuda, termasuk Jember. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan para pendatang yang berbicara bahasa Jawa dengan logat khas Jember.
Secara terminologis, pandhalungan merupakan hasil pertemuan budaya Madura dan Jawa, yang melahirkan budaya campuran yang unik.
Budaya pandhalungan terbentuk melalui migrasi besar-besaran etnis Madura dan Jawa ke Jember, terutama setelah infrastruktur seperti jalan dan jalur kereta api dibangun pada akhir abad ke-19.
Hal ini menjadikan Jember pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan. Etnis Madura lebih banyak tinggal di wilayah utara, sedangkan orang Jawa mendominasi wilayah selatan dan pesisir. Interaksi antara kedua kelompok ini menghasilkan bentuk-bentuk baru dalam seni, bahasa, dan tradisi lokal.
Contoh tradisi pandhalungan adalah tarian lahbako, yang menggambarkan kegiatan menanam dan mengolah tembakau, sebuah aktivitas ekonomi penting di Jember.
Bahasa Jemberan juga berkembang dengan pola-pola pengulangan dan variasi linguistik khas, seperti kata "ku-mlaku" yang berarti berjalan-jalan.
Budaya pandhalungan mengedepankan inklusivitas, dialog, dan penghargaan terhadap perbedaan. Komunikasi yang terbuka dan toleransi etnis menjadi fondasi bagi masyarakat Jember untuk hidup rukun, meskipun memiliki latar belakang budaya yang beragam.
Oleh karena itu, asal-usul nama Jember dan budaya pandhalungan mencerminkan sejarah dan interaksi budaya yang kompleks di wilayah tersebut, membentuk identitas yang dinamis dan unik.
Pengaruh Migrasi Etnis Madura dan Jawa
Tentu ada pengaruh migrasi etnis Madura dan Jawa ke Jember. Keduanya memiliki dampak besar terhadap perkembangan budaya di wilayah tersebut. Para pendatang membawa budaya asal mereka, termasuk kesenian tradisional seperti macapat dan topeng Madura dari etnis Madura, serta reog dan wayang kulit dari etnis Jawa, yang kemudian berbaur dan menciptakan akulturasi yang membentuk budaya Pandhalungan.
Di Jember, percampuran budaya ini menghasilkan bahasa campuran yang disebut bahasa Jemberan, serta kesenian lokal yang khas. Selain itu, pola pemukiman yang berdasarkan garis keturunan memperkuat solidaritas antarkelompok etnis, membantu mereka mempertahankan identitas budaya ditempat baru.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News