Teknologi informasi dan komunikasi yang kian berkembang secara masif menjadikan kebutuhan dan akses terhadap informasi dan komunikasi semakin meningkat. Produksi dan distribusi informasi berupa gambar, video, suara dan teks melalui fitur-fitur telah tersedia dalam perangkat digital dan beragam aplikasi hanya melalui sentuhan jari.
Kesulitan mencari dan mendapatkan Informasi pada zaman dahulu karena terbatasnya ketersediaan media penyajian, menjadi melimpah ruah.
Bahkan, tanpa mencari pun informasi tersebut datang sendiri melalui grup percakapan digital dan akun sosial media, mulai dari hukum, kriminal, ekonomi, politik, budaya, agama, pendidikan, dan lain-lain.
Menurut Digital Report 2024, salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia adalah Indonesia. Data tersebut menunjukkan ada sekitar 185,3 juta pengguna internet di Indonesia pada awal tahun 2024 dengan tingkat penetrasi internet mencapai 66,5%.
Ada beragam alasan dalam menggunakan internet ini. Sekitar kurang lebih 83,1% responden mengaku menggunakan internet untuk menemukan informasi. Sedangkan 70,9% responden lain berselancar di dunia maya untuk berhubungan dengan teman dan keluarga.
Selain itu, sebanyak 70,6% responden mengaku menggunakan internet untuk menemukan inspirasi dan ide baru. Ada pula yang memanfaatkannya untuk mengisi waktu luang, mengikuti berita terkini, serta untuk menonton video, TV, dan film.
Dilansir databoks.katadata.co.id, data penggunaan media sosial tahun 2024 di Indonesia mencapai 167 juta pengguna atau sekitar 64,3% dari total populasi. Sementara dari segi umur, pengguna media sosial didominasi oleh usia 18—34 tahun mencapai persentase 54,1%. Usia emas dan produktif untuk membangun bangsa ini.
Berdasarkan data-data tersebut, mayoritas anak muda bangsa Indonesia menjadikan ruang digital sebagai wadah mengisi luang waktu kehidupannya selain dari realitas kehidupan nyata. Atau bisa dikatakan sebagai dunia kedua.
Kendati demikian, keberlimpahan informasi-informasi yang beredar tersebut masih bercampur antara yang benar dan tidak benar, antara yang positif dan negatif. Di balik kemudahan dalam mencari dan menemukan informasi tersebut, tersimpan bahaya dan ancaman yang memiliki daya rusak mengintai setiap saat. Terlebih lagi bagi generasi muda yang menjadi mayoritas pengguna ruang digital.
Dilansir dari data e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan kepolisian menindak kurang lebih sebanyak 8.831 kasus kejahatan siber sejak 1 Januari hingga 22 Desember 2022. Jauh berkali-kali lipat meningkat dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2021, jumlah penindakan mencapai 612 kasus di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi), tahun 2017 hingga tahun 2022 layanan CekRekening.id dari Komdigi telah menerima kurang lebih 486.000 laporan dari masyarakat terkait dengan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik.
Hal ini menunjukkan bahwa ruang digital selain menjadi peluang untuk melakukan kegiatan positif, juga digunakan sebagai kesempatan untuk melakukan kejahatan yang dikenal sebagai kejahatan dunia maya (cybercrime).
Judi Online dan Ancaman terhadap Generasi Emas di Ruang Digital
Salah satu dampak negatif ruang digital yang sedang hangat dalam pemberitaan media massa adalah kasus judi online. Menurut laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto, ada sekitar 4 juta orang yang terdeteksi melakukan judi online di Indonesia.
Berdasarkan rincian data demografi pemain judi online, usia di bawah 10 tahun mencapai persentase 2% dengan total 80 ribu orang yang terdeteksi. Kemudian pada rentang usia 10—20 tahun mencapai persentase 11% dengan total 440 ribu pelaku.
Pada rentang usia 21—30 tahun mencapai persentase 13% dengan total 520 ribu pelaku. Pada rentang usia 31—50 tahun mencapai pesentase 40% dengan total 1,64 juta pelaku.
Terakhir, usia di atas 50 tahun menacapai persentase 34% dengan total 35 juta pelaku.
Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pelaku judi online berada pada usia produktif. Padahal, rentang usia produktif ini adalah calon generasi emas yang menjadi tumpuan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Bagaimana caranya mencapai target Indonesia Emas jika generasi emas telah teracuni oleh judi online di dalam ruang digital?
Keterlibatan oknum pegawai Komdigi seakan menjadi pengingat bahwa untuk mengatasi masalah judi online ini tidak cukup hanya menggantungkan nasib pada tindakan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, juga perlu peran aktif partisipasi masyarakat secara kolektif di ruang digital dalam melakukan gerakan-gerakan terstruktur dan sistematis dalam menanggulangi kejahatan judi online.
Pahlawan Kolektif di Ruang Digital
Dampak negatif ruang digital yang salah satunya diakibatkan oleh kejahatan judi online yang kian mengancam keberlangsungan generasi Indonesia Emas telah mengingatkan pada kita bahwa ruang digital perlu memiliki 'pahlawannya' sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan diartikan sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran atau pejuang yang gagah berani.
Selama ini, doktrin kepahlawanan yang ada di dalam pergaulan bangsa Indonesia didominasi oleh jiwa patriotisme ketentaraan dalam memperjuangkan dan membela Indonesia melalui pertumpahan darah di medan perang.
Semangat patriotisme ketentaraan para pahlawan yang menumpahkan darah di medan perang memang patut kita hormati dan menjadikannya sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Kendati demikian, menjadi pahlawan tidak harus selalu menumpahkan darah. Apalagi di masa damai seperti saat ini.
Dalam konteks ruang digital, gerakan kolektif adalah kunci menjadi pahlawan sejati. Contoh keberhasilan manifestasi pahlawan ruang digital adalah gerakan kolektif unjuk rasa terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada 2024, yang dimulai oleh ilustrasi peringatan darurat Indonesia di media sosial dengan latar belakang Garuda berwarna biru. Melalui beberapa narasi tagar seperti #KawalPutusanMK.
Setelah beberapa aksi tersebut, akhirnya melalui Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Sufmi Dasco Ahmad menyatakan RUU Pilkada batal disahkan di DPR RI.
Contoh lain keberhasilan gerakan kepahlawanan kolektif dalam ruang digital adalah revolusi yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 yang juga dimulai dari gerakan kolektif ruang digital dalam melawan ketidakadilan rezim.
Bila dikaitkan dengan konteks judi online sebagai ancaman ruang digital, maka kita semua bisa menggaungkan gerakan kolektif di dalam ruang digital melalui narasi-narasi dalam bentuk tagar.
Harapannya dengan gerakan ini dapat memprovokasi semua elemen masyarakat untuk memboikot aktivitas judi online di ruang digital seperti gerakan blokir akun secara massal.
Dengan masifnya perkembangan ruang digital yang semakin banyak terkontaminasi oleh dampak-dampak negatif. Semoga kita tetap dapat menemukan tindakan-tindakan kolektif yang senantiasa menghadirkan nilai-nilai kepahlawanan.
Mengutip kata-kata dari Ir. Soekarno “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” Artinya kita bisa kuat berdiri sebagai suatu bangsa apabila memiliki semangat untuk melakukan gerakan secara kolektif tentu juga dengan meneladani semangat para pahlawan terdahulu.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News