Masyarakat Bengkulu masih mempertahankan tradisi gotong royong di zaman modern saat ini. Tradisi yang dinamakan Ngacau Gelamai ini diwariskan secara turun temurun.
Dimuat dari Liputan6, Ngacau Gelamai diambil dari kata gelamai yaitu aktivitas mengaduk adonan untuk membuat kudapan. Sedangkan gelamai adalah kudapan seperti sosial yang dibuat selama lebih dari tujuan jam di atas tungku bara api.
Nantinya warga akan bersama-sama mengaduk adonan ini untuk membuat dodol. Setiap 15 menit, warga akan bergantian mengayun sendok bertangkai kayu sepanjang satu meter sambil berkeliling menyapu bagian pinggir belanga atau kuali besar.
"Seluruh warga dan keluarga yang ada di tempat Ngacau Gelamai terlibat secara bergotong royong, termasuk anak anak," ucap Ujang Iskandar salah satu sesepuh di Bengkulu, Minggu (24/12/2017).
Makan bersama
Setelah selesai membuat dodol, warga kemudian berkumpul bersama untuk menyantap makanan tersebut. Oka Shanti, salah seorang warga menjelaskan mereka akan makan bersama dengan cara bersila.
Nantinya akan ada lauk yang biasa disebut Masak Asam Incek Kacang Merah, lauk ini terdiri dari kacang merah yang dimasak pedas bersama ikan teri kering dan kacang panjang.
"Masak Asam ini biasanya paling diserbu, karena sangat jarang disajikan, hanya waktu tertentu saja kami memasaknya," ujar Shanti.
Selain itu ada juga menu lain seperti Ikan Balur atau sejenis ikan asin besar yang dipotong petak digoreng kering. Setelah kering ditaruh di atas piring, lalu dikasih cabqi hijau bersama bawang mentah dan disiram minyak goreng panas.
Ada lagi satu menu khas Bengkulu yang juga biasanya disajikan, namanya Goreng Kabau. Kabau adalah buah sejenis petai dan jengkol yang memiliki aroma khas. Goreng Kabau juga digoreng kering bersama cabai merah iris dan ikan teri kering yang dicampur dalam satu kali masak.
Adil Qurniawan, salah seorang anggota Kerukunan Keluarga Tabut Bencoolen menjelaskan makan bersila ini memupuk rasa kebersamaan, dan membangun keakraban. Biasanya kaum pria terlebih dahulu makan, setelah selesai, baru para perempuan bersama anak anak juga ikut makan.
"Hanya mengambil nasi dan lauk saja, kaum pria terlebih dahulu, tetapi makan bersilanya tetap bersama sama," kata Adil.
Lanjut mengobrol
Kegiatan warga tidak selesai setelah makan, mereka nantinya akan mengobrol bersama sambil minum kopi. Tidak ada anggota yang boleh menggunakan bahasa lain dalam obrolan tersebut, semuanya harus menggunakan bahasa Melayu pesisir Kota Bengkulu.
Ketua Komunitas bahasa Bengkulu atau Bencoolen Speaking Community Endang Kurnia Saputra mengatakan, banyak hal yang dibicarakan saat duduk minum kopi atau biasa disebut ngatoa baso Bengkulu tersebut. Mulai dari pelurusan penggunaan bahasa asli Bengkulu hingga obrolan terkait budaya, perkembangan kota, dan permasalahan keluarga.
"Cara ini kami lakukan untuk tetap mempertahankan tradisi bahasa yang sebagian sudah mulai ditinggalkan," Endang menegaskan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News