Tahukah Kawan GNFI bahwa pengetahuan ibu bisa berpengaruh pada status gizi anak? Terutama terhadap masalah gizi kronis? Serta bagaimana pencegahannya? Baiklah Kawan GNFI, mari kita bahas di bawah ini.
Status gizi merupakan indikator keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak, yang diukur melalui perbandingan berat badan dengan usia. Pada balita, status gizi memiliki peran krusial sebagai fondasi bagi perkembangan fisik di masa depan.
Kondisi gizi yang optimal tercapai apabila tubuh memperoleh zat gizi yang cukup, mendukung pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan kemampuan kerja untuk kesehatan yang maksimal. Pemenuhan kebutuhan gizi di awal kehidupan anak sangat penting, karena kekurangan gizi dapat menimbulkan dampak serius, bahkan berpotensi menyebabkan kematian.
Masalah gizi merujuk pada gangguan kesehatan yang timbul akibat ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi tubuh. Masalah gizi kronis terjadi ketika tubuh mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu contoh masalah gizi kronis adalah stunting, yang terjadi ketika pertumbuhan anak terhambat akibat kekurangan gizi.
Masalah gizi yang terjadi pada periode tertentu dapat berdampak negatif pada perkembangan di masa depan. Sebagai contoh, kekurangan gizi selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap penyakit.
Asupan zat gizi pada anak balita berasal dari orang tua, khususnya ibu, sehingga peran ibu sangat vital dalam memenuhi kebutuhan gizi anak untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pengetahuan ibu tentang gizi dapat memengaruhi terjadinya masalah gizi pada anak. Sebagai pengasuh utama, ibu bertanggung jawab dalam mengatur pemberian makanan untuk anak dan anggota keluarga lainnya.
Oleh karena itu, ibu perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pemenuhan gizi yang sehat dan seimbang pada anak agar dapat mencegah masalah gizi. Pengetahuan ini akan memengaruhi kemampuan ibu dalam menyediakan asupan gizi yang tepat.
Dengan pengetahuan yang cukup, ibu akan lebih mampu memilih dan memberikan makanan yang sesuai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk memenuhi kebutuhan gizi balita, yang pada gilirannya dapat meningkatkan status gizi anak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu telah memiliki pengetahuan yang baik terkait praktik pemberian makanan, pemenuhan gizi seimbang, masalah gizi, dan status gizi anak. Semakin baik pengetahuan seseorang tentang kesehatan, semakin besar kemampuannya dalam mencegah masalah status gizi pada balita.
Pengetahuan gizi yang baik pada ibu diharapkan dapat membantu dalam menyediakan makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak berdasarkan usia pertumbuhannya, sehingga anak dapat tumbuh secara optimal tanpa menghadapi masalah gizi.
Pengetahuan ini akan membentuk sikap ibu dalam mengelola pemberian gizi, yang akhirnya membuat ibu lebih paham dalam memenuhi kebutuhan gizi balita. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afrisah, yang menunjukkan bahwa sebagian besar ibu dengan balita memiliki tingkat pengetahuan yang baik (55,6%), sedang (33,3%), dan kurang (11,1%).
Jika seorang ibu memiliki pengetahuan yang baik, maka status gizi balita cenderung baik pula; sebaliknya, jika pengetahuan ibu kurang, status gizi balita dapat terpengaruh buruk. Hasil analisis dari beberapa penelitian lainnya juga mengungkapkan bahwa pengetahuan ibu memiliki pengaruh besar terhadap masalah gizi anak.
Makin baik pengetahuan ibu, makin baik pula perilaku pemberian makan yang diterapkan pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin mudah bagi mereka untuk memahami informasi dan menerapkan pengetahuan tersebut dalam perilaku sehari-hari, terutama terkait kesehatan dan gizi anak.
Secara umum, pengetahuan ibu tentang masalah gizi kronis pada anak masih tergolong rendah hingga cukup. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain tingkat pendidikan ibu yang rendah, status sosial ekonomi keluarga, pemahaman orang tua mengenai gizi, pola asuh yang kurang tepat dalam pemberian makanan, serta perilaku ibu yang tidak mendukung pemenuhan gizi yang sehat dan seimbang.
Untuk meningkatkan pengetahuan ibu yang masih terbatas, diperlukan upaya promosi kesehatan yang berfokus pada pemenuhan gizi seimbang dan praktik pemberian makanan yang tepat untuk anak. Intervensi yang paling efektif untuk mengurangi prevalensi masalah gizi kronis pada anak adalah dengan menjalankan program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang dimulai sejak janin terbentuk dalam kandungan. Pencegahan ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
- Pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu hamil sangat penting. Ibu hamil harus memperoleh asupan makanan yang bergizi, suplementasi zat gizi (seperti tablet zat besi atau Fe), dan memantau kesehatannya secara rutin. Namun, tingkat kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet tambah darah hanya mencapai 33%, padahal mereka seharusnya mengkonsumsi minimal 90 tablet selama masa kehamilan.
- Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, dan setelahnya memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup baik dari segi jumlah maupun kualitas.
- Memantau perkembangan dan pertumbuhan balita di posyandu adalah langkah strategis untuk mendeteksi gangguan kesehatan sejak dini.
- Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita yang mengalami kekurangan gizi untuk memastikan kecukupan nutrisi mereka.
- Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan di sekitar kita.
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk promosi kesehatan, khususnya oleh ahli gizi, terkait intervensi pencegahan melalui pelaksanaan program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Selain itu, tulisan ini juga menekankan pentingnya pemberian makanan yang bergizi dan seimbang, mencakup pola makan, jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian makanan yang tepat untuk mencegah risiko masalah gizi kronis pada anak.
Sumber:
- Afrisah, K., Febria, C., & Mariyona, K. (2022). Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi Pada Balita Di Kenagarian Tanjung Bungo Kecamatan Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Ners, 6(1), 23-30.
- Amalia, I. D., Lubis, D. P. U., & Khoeriyah, S. M. (2021). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Relationship Between Mother’S Knowledge on Nutrition and the Prevalence of Stunting on Toddler. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu, 12(2), 146-154.
- Jauhari, M. T., & Ardian, J. (2024). Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi serta Status Gizi Balita. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Gizi, 2(1), 293-300.
- Mayasari, D., Indriyani, R., Ikkom, B., Kedokteran, F., Tanjungkarang, P. K., & Lampung, B. (2018). Stunting, Faktor Risiko dan Pencegahannya Stunting, Risk Factors and Prevention. J Kesehat dan Agromedicine, 5, 540-5.
- Wijonarko¹, N. A. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak.
- Yuhansyah, M. (2019). Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang gizi pada anak balita di UPT Puskesmas Remaja Kota Samarinda. Borneo Noursing Journal, 1(1), 76-82.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News