Alam takambang jadi guru adalah salah satu pepatah yang berasal dari Minangkabau. Mereka meyakini bahwa alam merupakan guru kehidupan sehari-hari manusia. Alam tak hanya sekadar tempat hidup manusia, tetapi juga mengajari lewat pengalaman, nilai-nilai hidup, dan keselarasan.
Bagaimana makna lengkap dari pepatah alam takambang jadi guru? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini ya, Kawan GNFI!
Makna Alam Takambang Jadi Guru
Dalam buku Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau karya A. A. Navis (1984), orang Minangkabau menamakan tanah airnya sebagai Alam Minangkabau.
Alam yang terbentang luas membentuk pandangan hidup mereka. Alam ini tidak hanya mencakup lingkungan fisik, tetapi juga spiritualitas yang mendalam, yang melibatkan hubungan manusia dengan alam dan sesama.
A. A. Navis menulis dalam bukunya itu, “Semua unsur alam yang berbeda kadar dan perannya itu saling berhubungan, tetapi tidak saling mengikat; saling berbenturan, tetapi tidak saling melenyapkan; saling mengelompok, tetapi tidak saling meleburkan.”
Tiap-tiap unsur alam hidup dengan eksistensinya dalam suatu harmoni, tetapi dinamis sesuai dengan dialektika alam yang mereka namakan bakarano bakajadian (bersebab dan berakibat).
Hal ini lantas menjadi pandangan hidup masyarakat Minangkabau yang berguru dari alam.
Panakiak pisau sirawik
Ambiak galah batang lintabuang
Silodang ambiak ka niru
Nansatitiak jadikan lauik
Nansakapa jadikan gunuang
Alam takambang jadi guru
penakik pisau siraut
ambil galah batang lintabung
selodang ambil untuk niru
yang setitik jadikan laut
yang sekepal jadikan gunung
alam takambang jadi guru
Pepatah tersebut mengandung dua pesan, yakni kewajiban manusia untuk belajar dari alam sepanjang hayat dan alam beserta isinya merupakan rahmat dari Tuhan untuk mengembangkan potensi diri setiap manusia. Setiap unsur alam, sekecil apa pun, memiliki peran besar jika dimanfaatkan dengan bijaksana.
Penerapan Alam Takambang Jadi Guru
Dilansir dari jurnal bertajuk Alam Takambang Jadi Guru: Menelisik Falsafah Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal di Minangkabau oleh Dadi Satria dan Wening Rahayu (2022), pepatah ini memberikan pengaruh besar terhadap pola pendidikan, khususnya bagi masyarakat Minangkabau.
Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa menciptakan lingkungan belajar yang merdeka. Artinya, belajar lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya (Kadir dalam Satria dan Rahayu, 2022).
Semisal, mengajak siswa untuk mengamati ekosistem, membuat kompos, dan mendaur ulang sampah. Teori-teori yang disampaikan oleh guru dilengkapi pula dengan pengalaman yang tak jauh dari kehidupan siswa sehari-hari.
Siswa bisa terlibat dalam proyek kebersihan lingkungan atau belajar tentang pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, sehingga mereka memahami pentingnya pelestarian alam.
Pembelajaran semacam ini membuat siswa lebih sadar akan dampak tindakan mereka terhadap bumi. Prinsip ini menjadi pengingat bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga melalui pengalaman nyata yang melibatkan alam dan lingkungan sekitar.
Ketika manusia mampu bijaksana dalam menyikapi pelajaran yang diberikan oleh alam, bukan hanya pengetahuan yang berkembang, melainkan juga hubungan yang lebih baik terjalin dengan sesama dan lingkungan. Generasi yang peduli dan bertanggung jawab terhadap kelestarian bumi pun tercipta.
Setiap hari adalah Hari Guru dan Hari Bumi. Mengikuti warisan indah yang ditinggalkan oleh nenek moyang Minangkabau, yuk Kawan GNFI menjadikan alam sebagai guru yang penuh kebijaksanaan dan sumber inspirasi, agar kehidupan ini senantiasa terjaga dalam harmoni dan makna yang mendalam.
Sumber:
Navis, A. A. (1984). Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Grafiti Pers.
Satria, D., & Sahayu, W. (2022). Alam takambang jadi guru: Menelisik falsafah pendidikan berbasis kearifan lokal di Minangkabau. Vokal: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia, 75–82. https://doi.org/10.33830/vokal.v1i2.3160
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News