Dusun Tempel yang terletak di lereng Gunung Merbabu, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dikenal sebagai desa terekstrim di Indonesia. Hal ini bukan tanpa alasan karena Kemiringan di Dusun Tempel Boyolali ini mencapai 33 derajat.
Dimuat dari akun YouTube Kacong Explorer, dinamakan dengan nama Dusun Tempel karena rumah rumah penduduk dibangun menempel dengan jurang lereng Gunung Gunung Merapi dan Merbabu. Karena itu desa ini juga menawarkan pemandangan alam yang mempesona.
Dusun yang berbatasan dengan Magelang ini dihuni sekitar 48 kepala keluarga.Total rumah di Dusun Tempel ini sekitar 28 rumah dengan total ada 172 jiwa.
Penduduk yang tinggal di desa ini sebagian besar berprofesi sebagai petani dengan sistem tumpang sari. Di dusun Tempel juga ada beberapa fasilitas seperti masjid dan sekolah dasar.
Aman ditempati
Dusun Tempel/Youtube
Walau berada di dekat kaki Gunung Merapi Dusun Tempel ini aman dari letusan. Karena abu vulkanik atau abu wedus gembel Gunung Merapi tidak mengarah ke Dusun Tempel Boyolali.
Dusun Tempel bisa ditempuh dengan perjalanan sekitar 1 jam dari alun-alun Boyolali. Akses jalan ke Dusun Tempel sangat sempit dan terjal karena mempunyai kemiringan 25 sampai 33 derajat.
Sehingga banyak yang tidak menggunakan sepeda motor untuk aktivitas sehari-hari. Jalanan yang sempit dan terjal telah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Seorang petani bawang menceritakan pengalamannya tinggal di rumah yang berada di tepi jurang. Dia mengaku merasa aman tinggal di sana.
Misalnya saat kampung itu terdampak erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010. Pada waktu itu, aliran listrik mati selama satu bulan tetapi tak seorangpun warga yang mengungsi.
“Jadi setiap malam, tidak ada warga yang di dalam rumah. Mereka semua tinggal di luar rumah sambil melihat kondisi Gunung Merapi,” kata salah seorang penduduk di sana.
Banyak kendala
Dusun Tempel/Youtube
Walau masyarakat merasa damai hidup di tengah tantangan alam. Banyak kendala yang masih dihadapi penduduk Dusun Tempel, seperti fasilitas pendidikan.
Salah satunya adalah kurangnya ruang kelas di sekolah, dengan hanya tiga ruangan yang dipisahkan oleh triplek untuk kelas 1 sampai 6 SD. Selain itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan masih perlu ditingkatkan di masyarakat, dengan sedikitnya lulusan SMA dari desa ini.
Selain pendidikan, warga juga terhalang lahan untuk berternak sapi. Karena itu
seorang warga pemilik sapi mengatakan, sapi itu harus ditempatkan di atas karena di bawah sudah tak ada lagi lahan.
Sapi tersebut ditempatkan di sebuah rumah tersendiri. Sang pemilik berkata sapi itu berasal dari jenis limosin dan usianya satu tahun. Walau begitu tampak bahwa ukuran sapi tersebut sudah sangat besar.
“Sapi-sapi ini tidak pernah dilepas. Soalnya nggak ada lahan,” kata pemilik sapi itu.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News