Keragaman budaya daerah di Nusantara tidak pernah habis akan keunikan dan kekhasannya. Salah satu tradisi yang menarik perhatian berasal dari Tegal, sebuah daerah di pesisir utara Jawa Tengah.
Di sini, terdapat tradisi unik yang dikenal dengan “mantu poci” , yang secara umum memiliki arti menikahkan poci.
Tradisi mantu poci memiliki latar belakang yang unik dan berawal dari sebuah kejadian di Desa Sidakaton, Kota Tegal.
Dikutip dari tulisan Syamsul Bakhri dalam Jurnal Analisa Sosiologi (2018), mantu poci tercipta dari seorang warga yang ingin menikahkan anaknya melalui perjodohan. Namun, sang anak menolak perjodohan tersebut dan memilih kabur menjelang hari pernikahan.
Situasi ini membuat keluarga merasa malu karena seluruh persiapan acara telah selesai, dan undangan telah dibagikan kepada para warga disekitar rumahnya.
Untuk mengatasi rasa malu tersebut, salah satu warga mengusulkan solusi kreatif yaitu dengan menggantikan mempelai yang kabur dengan beberapa poci. Ide ini diterima oleh keluarga dan menjadi awal mula tradisi mantu poci.
Sejak saat itu, tradisi ini diwariskan secara turun-temurun dan masih dilaksanakan di beberapa desa di pesisir Kota Tegal hingga kini.
Mantu poci tidak hanya dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat seperti kisah awalnya. Tradisi ini kini berkembang menjadi simbol budaya yang mengandung makna spiritual dan sosial.
Salah satu tujuan utama mantu poci adalah sebagai bentuk doa dan harapan, khususnya bagi pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak. Dengan menggelar upacara mantu poci, mereka berharap segera diberikan keturunan oleh Tuhan.
Selain itu, tradisi ini juga menjadi solusi bagi pasangan yang tidak memiliki anak. Namun, ingin merasakan pengalaman menyelenggarakan pesta pernikahan, sebagaimana layaknya orang tua yang menikahkan anak-anaknya.
Mantu poci memungkinkan mereka mengundang keluarga, kerabat, dan tetangga untuk hadir, sekaligus mengembalikan sumbangan yang pernah mereka berikan di acara-acara pernikahan orang lain.
Acara mantu poci diadakan dengan tata cara yang mirip dengan pesta pernikahan pada umumnya. Penyelenggara biasanya mendekorasi tempat acara dengan dekorasi khas pernikahan, lengkap dengan pelaminan.
Sepasang poci besar dan kecil, yang menjadi simbol pengantin, dihias sedemikian rupa dan diletakkan berdampingan di atas kursi pengantin.
Undangan biasanya disebarkan kepada keluarga besar, kerabat, tetangga, serta orang-orang yang pernah memberikan sumbangan pada acara-acara sebelumnya.
Para tamu diundang untuk hadir dan memberikan kontribusi kembali, sebagaimana tradisi dalam pesta pernikahan masyarakat Jawa pada umumnya.
Rangkaian acara diawali dengan prosesi simbolis yang melibatkan poci-poci sebagai pengantin. Setelah itu, doa bersama dipanjatkan, dipimpin oleh tokoh spiritual setempat. Doa ini menjadi momen harapan bagi penyelenggara agar apa yang mereka inginkan, seperti mendapat keturunan atau keberkahan dalam hidup, dapat terkabul.
Tradisi mantu poci mencerminkan kreativitas dan kearifan lokal masyarakat Tegal dalam menghadapi tantangan kehidupan. Meski tampak sederhana, tradisi ini sarat akan nilai budaya, solidaritas sosial, dan harapan spiritual.
Di era modern ini, tradisi mantu poci menjadi salah satu bentuk warisan budaya yang menarik perhatian, tidak hanya bagi masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan dan para pengunjung yang mendatangi Kota Tegal.
Meskipun tidak ada acara khusus untuk menyelenggarakan budaya mantu poci ini, namun beberapa masyarakat masih sering menggelar acara ini dan juga biasanya mantu poci hadir pada setiap karnaval yang diadakan di Kota Tegal.
Melestarikan tradisi seperti mantu poci seperti demikian adalah salah satu cara menjaga keberagaman budaya Nusantara agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi mendatang. Tegal, dengan segala kekayaan budayanya, telah menunjukkan bagaimana tradisi lokal bisa menjadi simbol identitas dan kebanggaan daerah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News