Keberadaan angkringan tampaknya tidak akan tergerus zaman. Buktinya, lebih dari 80 tahun dikenalkan, angkringan masih bertahan hingga saat ini. Bahkan, angkringan yang dulu dikonotasikan sebagai tempat berkumpul orang tua, khususnya bapak-bapak, kini telah menjelma sebagai bagian ruang kolektif anak muda, terutama mahasiswa.
Tidak ada catatan pasti yang menunjukkan bagaimana awal mula angkringan diciptakan. Akan tetapi, Karso Dikromo atau Djukut dan Wiryo Jeman disebut menjadi pelopor hadirnya angkringan di Indonesia.
Karso Dikromo adalah seorang perantau asal Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Ia merantau ke Solo pada tahun 1930-an saat usianya masih 15 tahun.
Di Solo, Karso Dikromo bertemu dengan Wiryo Jeman. Keduanya lantas menjual makanan terikan – makanan khas Jawa Tengah dengan kuah kental dengan lauk tempe atau daging – dengan menggunakan pikulan tumbu. Tidak hanya menjual makanan, Karso Dikromo dan Wiryo Jeman kemudian turut menghadirkan aneka minuman pada pikulan tumbunya.
Ide segar dari Karso Dikromo dan Wiryo Jeman ini lah yang menjadi cikal bakal adanya angkringan.
Menariknya, pada awal kehadirannya, angkringan mulanya bernama “hik”. Tidak ada catatan pasti yang menjelaskan mengapa dinamakan “hik”. Salah satu sumber menyebut, “hik” merupakan akronim dari hidangan istimewa kampung (Indrawati dalam Azizah, 2015).
Meski demikian, lepopuleran warung “hik” di Solo pada 1940-an ini pada akhirnya merambah ke Yogyakarta pada 1950-an.
Di Yogyakarta ini lah nama angkringan lahir.
Suasana Santai dan Nyaman di Angkringan
Nama angkringan tercipta tidak terlepas dari suasana dan kondisi di tempat tersebut. Angkringan berasal dari Bahasa Jawa, yakni “angkring” atau “nangkring”, yang artinya duduk santai dan lebih bebas.
Di angkringan, pembeli dapat duduk di sebuah kursi panjang, menghadap gerobak yang dipenuhi dengan aneka makanan, atau beberapa angkringan juga menyediakan tikar agar pembeli dapat duduk lesehan.
Hal yang menarik dari angkringan sehingga eksistensinya hampir tidak pernah mati ialah bahwa angkringan menyediakan makanan dengan harga yang relatif murah. Masyarakat Jawa biasanya menyebut sebagai sego kucing. Istilah ini merujuk pada nasi bungkus dengan porsi kecil dan lauk sederhana. Biasanya lauk yang ditawarkan berupa sambal teri dan aneka oseng-oseng.
Dalam kultur masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta, angkringan biasanya buka sekitar pukul 17.00 WIB hingga dini hari. Jam buka angkringan hingga tengah malam inilah yang menjadikan angkringan memiliki daya tarik tersendiri. Angkringan dianggap sebagai penyelamat saat seseorang merasakan lapar tengah malam.
Lebih dalam lagi, dari segi sosial, angkringan telah menjadi ruang publik bagi masyarakat. Angkringan biasanya menjadi tempat masyarakat untuk berbincang membicarakan berbagai hal, hingga berdiskusi.
Maka, tidak heran jika angkringan kini menjadi tempat favorit para mahasiswa.
Festival Angkringan di Yogyakarta
Sebagai upaya untuk tetap menjaga keberadaan angkringan, Dinas Perdagangan (Dindag) Kota Yogyakarta menggandeng Bank BPD DIY dan GoJek menggelar Festival Angkringan Yogyakarta (FAYK). Festival Angkringan Yogyakarta digelar di Pasar Ngasem Kota Yogyakarta selama tiga hari, yakni 6 – 8 Desember 2024.
Kehadiran Festival Angkringan Yogyakarta ini diharapkan mampu mem-branding angkringan sehingga lebih dikenal luas. Selain itu, festival ini dapat menjadi simbiosis mutualisme antara pedagang dan pembeli, sebab keduanya berperan sebagai penggerak ekonomi.
“Festival Angkringan Yogyakarta ini harapannya, tidak hanya menjadi tempat makan murah dan mengenyangkan tetapi juga simbol kebangkitan ekonomi rakyat dan UMKM memiliki tempat khusus untuk meningkatkan perekonomiannya,” terang Agung Dini Wahyudi, Kepala UPT Pusat Bisnis, Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta.
Tidak hanya angkringan, selama tiga hari digelar, Festival Angkringan Yogyakarta turut menghadirkan 58 stan yang terdiri dari 24 stan angkringan, 24 kuliner tradisional dan street food, hingga 10 stan dari warga sekitar yang merupakan penjual di Pasar Ngasem.
Menariknya lagi, Festival Angkringan Yogyakarta (FAYK) 2024 ini nantinya juga akan diramaikan oleh para seniman lokal dengan menghadirkan live music dari seniman muda Kota Yogyakarta, terutama musik Hip Pop.
“Tahun ini kita akan ada bintang tamu yakni hip hop jalanan sebagai closing event FAYK,” jelasnya.
Masih dengan kultur angkringan pada umumnya, Festival Angkringan Yogyakarta (FAYK) 2024 dibuka pada sore hingga malam hari, sekitar pukul 16.00 hingga 22.00 WIB. Kawan dapat menjajaki aneka sajian makanan khas angkringan, seperti nasi kucing, sate usus, dan wedang jahe, juga inovasi kuliner dengan berbagai macam lauk yang modern tanpa meninggalkan bumbu tradisional di FAYK 2024.
“Kami mengincar malam hari sebagai salah satu pengungkit ekonomi di sana melalui event FAYK,” imbuh Agung.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News