tanda baca dalam aksara jawa mengungkap sejarah dan pemakaiannya - News | Good News From Indonesia 2024

Tanda Baca dalam Aksara Jawa, Ungkap Sejarah dan Penggunaannya

Tanda Baca dalam Aksara Jawa, Ungkap Sejarah dan Penggunaannya
images info

Tanda Baca dalam Aksara Jawa, Ungkap Sejarah dan Penggunaannya


Munculnya aksara Jawa di Indonesia beserta aturannya seperti pemakaian tanda baca tidak lepas dari sejarah perjalanannya.

Aksara Jawa Hanacaraka sendiri merupakan tulisan yang telah lama digunakan oleh orang Jawa sejak dahulu sebagai sistem penulisan bahasa Jawa untuk cerita, primbon, dan lain sebagainya.

Dalam pemakaiannya, terdapat aturan tanda baca yang ada di dalam aksara Jawa sama seperti aksara-aksara lain.

Artikel ini membahas secara mendalam mengenai aksara Jawa, dari sejarah hingga penggunaan tanda bacanya.

Sejarah Aksara Jawa

Aksara Jawa merupakan aksara yang diturunkan dari tulisan Brahmani. Tulisan Brahmani adalah aksara India tertua yang banyak disebutkan di dalam naskah India kuno seperti Hindu, Jainisme, dan Buddha.

Di antara abad ke-6 hingga ke-8, aksara Brahmi mulai mengalami perkembangan di Asia Selatan dan Tenggara. Perkembangan aksara Brahmi ini menjadi awal mulai munculnya aksara Pallawa.

Seiring berjalannya waktu, aksara Pallawa berkembang menjadi aksara Kawi yang digunakan di Indonesia, terutama di zaman perkembangan Hindu-Buddha pada abad ke-8 hingga 15.

Pada abad ke-17 Masehi aksara Jawa banyak digunakan di wilayah Jawa, Makassar, Melayu, Sunda, Bali, dan Sasak. Di abad yang sama, abjad ‘hanacaraka’ mulai muncul di masyarakat dan mulai digunakan untuk menulis berbagai naskah-naskah kuno.

Struktur huruf aksara Jawa merupakan cerminan dari perpaduan dari aksara kawi dan abugida yang memperlihatkan keunikan dan kerumitannya.

Bentuk asli dari aksara Jawa ‘hanacaraka’ ditandai dengan penulisan adanya garis di bagian bawahnya. Namun, aksara Jawa ‘hanacaraka’ pada masa modern mengalami perubahan menjadi di atas garis yang menyesuaikan perkembangan zaman.

Aksara Jawa memiliki kekerabatan dengan aksara Bali dan aksara Kawi yang memang hasil dari perkembangan dari dua aksara tersebut. Aksara Jawa atau ‘hanacaraka’ juga mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan masyarakat penggunanya yang menghasilkan variasi dalam penulisannya, yakni variasi carakan Sunda dan carakan Cirebon.

Aksara Jawa mulai distandarisasi penulisannya untuk pertama kali pada tahun 1926 melalui sebuah lokakarya di Sriwedari, Surakarta atau disebut Wewaton Sriwedari. Setelahnya mulai bermunculan pedoman dan ketentuan penulisan terkait aksara Jawa seperti “Panduan Panoelise Temboeng Djawa” yang dibuat oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1956, juga oleh Kongres Bahasa Jawa setiap tahunnya sejak 1991.

Selain itu, pemerintah di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I Yogyakarta secara bersama-sama juga menerbitkan panduan penulisan aksara Jawa dengan tujuan menyamaratakan tata tulis dan pembelajaran di ketiga provinsi.

Terdapat dua sistem tata penulisan terkait aksara Jawa, yakni tata tulis Mardikawi yang mengikuti cara penulisan aksara Kawi dan Sriwedari serta KBJ yang digunakan di sekolah-sekolah.

baca juga

Tanda Baca dalam Aksara Jawa

Aksara Jawa juga memiliki tanda baca yang memudahkan dalam penulisan aksara dan membaca. Sama seperti tanda baca di bahasa Latin yang memiliki fungsi sebagai pemberitahuan kepada pembaca kapan harus berhenti atau lain sebagainya, tanda baca di aksara Jawa pun sama halnya.

Berikut jenis tanda baca yang ada di aksara Jawa beserta artinya:

  • Pada adeg-adeg berfungsi mengawali teks atau paragraf.
  • Pada adeg berfungsi sebagai tanda kutip.
  • Pada peseleh berfungsi sebagai tanda kutip, namun dengan penekanan lebih.
  • Pada lingsa berfungsi sebagai tanda koma
  • Pada lungsi berfungsi sebagai tanda titik
  • Pada pangkat berfungsi sebagai menandakan angka
  • Pada guru berfungsi sebagai mengawali sebuah surat tanpa membedakan umur atau derajat
  • Pada pancak berfungsi sebagai mengakhiri surat.
  • Pada luhur berfungsi sebagai mengawali surat untuk orang yang lebih tua atau berderajat tinggi
  • Pada madya berfungsi sebagai mengawali surat untuk orang yang sebaya
  • Pada andhap berfungsi sebagai mengawali surat untuk orang yang lebih muda
  • Purwa pada berfungsi sebagai mengawali sebuah tembang atau puisi
  • Madya pada berfungsi sebagai memulai bait baru dalam sebuah puisi
  • Wasana pada berfungsi sebagai mengakhiri suatu puisi.
baca juga

Struktur dan Elemen Aksara Jawa

1. Aksara Jawa dan pasangannya

Aksara Jawa memiliki huruf sebanyak 20 huruf dasar dengan vokal akhiran "a" semua, untuk mematikan vokal tersebut maka dibutuhkan pasangan dari aksara yang berjumlah 20.

Terdapat tiga aturan untuk penulisan dari aksara Jawa Hanacaraka. Pertama untuk aksara Ca, Ra, Ka, Da, Ta, La, Dha, Ja, Ya, Ma, Ga, Ba, Tha, Nga, pasangan diletakkan di bawah huruf aksara tersebut.

Kedua, untuk aksara Ha, Sa, Pa, Nya, pasangan diletakkan sejajar di sebelah kanan huruf. Terakhir, aksara Na dan Wa pasangan diletakkan menggantung di aksara yang dipasangi.

2. Aksara murda

Aksara murda merupakan huruf aksara yang dalam penggunaannya untuk menulis sebuah awal kalimat atau huruf kapital dan dapat juga dipakai untuk menunjukkan kota, gelar, atau lembaga. Aksara ini memiliki delapan huruf, yakni Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, dan Ba

3. Aksara rekan

Aksara rekan adalah huruf-huruf aksara yang dipinjam dari bahasa asing seperti bahasa Arab atau Sansekerta. Huruf-huruf dari aksara ini biasanya digunakan untuk menulis kata-kata yang berasal dari bahasa asing. 

Contoh dari aksara ini seperti penulisan kata “Amerika” yang dalam aksara Jawa tidak langsung dibaca seperti yang umum dikatakan. Namun, kata “Amerika” dituliskan menjadi “Hamerika” karena huruf “ha” ada penambahan aksara swara “a”, sehingga dapat diucapkan sebagai “Amerika”.

4. Sandhangan 

Sandhangan adalah tanda diakhir yang memiliki fungsi untuk mengubah bunyi di akhir huruf aksara Jawa. Terdapat empat sandhangan, yakni sandhangan swara, sandhangan sigeg, sandhangan anuswara, dan pangkon.

1. Sandhangan swara

Sandhangan swara digunakan untuk mengubah vokal /a/ pada aksara Jawa. sandhangan swara terdiri dari beberapa macam.

  • Wulu: digunakan untuk mengubah bunyi menjadi “i” 
  • Pepet: digunakan untuk mengubah bunyi menjadi “e”
  • Suku: sangdhangan yang digunakan untuk mengubah bunyi “u”
  • Tagling: sandhangan yang digunakan untuk mengubah bunyi “é”
  • Taling tarung: digunakan untuk mengubah bunyi menjadi “o”

2. Sandhangan sigeg

Sandhangan ini digunakan memiliki fungsi untuk mengakhiri huruf vokal di kata terakhir.

  • Wignyan: sandhangan yang digunakan untuk mengubah bunyi pada aksara yang berakhiran “h” 
  • Cecak: digunakan untuk mengubah bunyi aksara yang memiliki akhiran “ng”
  • Layar: digunakan untuk mengubah bunyi yang berakhiran “r”.

3. Sandhangan anuswara

Sandhangan ini berfungsi mengakhiri kalimat dengan bunyi akhir konsonan Y, R, dan W.

  • Cakra: sandhangan untuk merubah seakan berakhiran bunyi “y”
  • Pengkal: sandhangan untuk merubah seakan berakhiran “r”, bunyi “r” pada sandhangan ini terletak di tengah dan diwali dengan bunyi konsonan.
  • Gembung: sandhangan untuk merubah seakan berakhiran bunyi “w”.

Referensi

  • https://www.gramedia.com/literasi/panduan-tulisan-aksara-jawa-lengkap/?srsltid=AfmBOopFUmqg38hQRfgACGElALDJcgmdtS7btL16x7S624p0qPHEc8uv
  • https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/26/090000079/sejarah-aksara-jawa
  • https://kumparan.com/berita-terkini/fungsi-pasangan-aksara-jawa-lengkap-dengan-cara-membacanya-1woCv1uDwt9/full
  • https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6918920/cara-menulis-dan-membaca-aksara-jawa
  • Maulana, R. (2020). Aksara-aksara di Nusantara: Seri Ensiklopedia. Samudra Biru.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.