kecil kecil cabe rawit anak suku baduy pendek tapi sehat - News | Good News From Indonesia 2024

Kecil-Kecil Cabe Rawit, Anak Suku Baduy Pendek tapi Sehat

Kecil-Kecil Cabe Rawit, Anak Suku Baduy Pendek tapi Sehat
images info

Kecil-Kecil Cabe Rawit, Anak Suku Baduy Pendek tapi Sehat


Suku Baduy menjadi salah satu masyarakat adat di Pulau Jawa yang masih tersisa. Mereka menjadi garda terdepan dalam merawat dan menjaga alam, terutama di kawasan Lebak, Banten.

Aktivitasnya yang bercocok tanam atau bahkan masih berburu dan meramu tidak lantas menjadikan alam kehilangan sumber daya dan cadangannya. Sama seperti masyarakat adat pada umumnya, Suku Baduy menganggap hutan sebagai bagian dari hidup, sehingga kelestariannya sangat perlu untuk dijaga.

Hidup secara tradisional dan menjaga kepercayaan adat, Suku Baduy memiliki beragam permasalahan kesehatan. Sebab, mereka menganggap penyakit merupakan hasil ketidakseimbangan pola hidup hingga gangguan spiritual.

Dalam kepercayaannya, masyarakat baru dikatakan sakit jika ia tidak dapat beraktivitas dan tubuhnya tidak dapat menyembuhkan diri sendiri. Selain itu, harus ada legitimasi dari paraji (dukun) atau kokolot lembur (tetua kampung) yang menyatakan bahwa orang tersebut memang benar-benar sakit (Permana, 2009).

baca juga

Kondisi Fisik Balita Suku Baduy

Bagi balita Baduy, keterlambatan pertumbuhan (stunting) menjadi masalah utama. Sementara itu, Tuberkulosis (TBC) menjadi momok bagi para orang dewasa Baduy.

Prevalensi keterlambatan pertumbuhan balita Baduy secara keseluruhan mencapai 60.6%. Prevalensi ini jelas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi stunting anak balita nasional hasil Riskesdas 2007, yang hanya sekitar 36.8% (Anwar & Hadi, 2009).

Keterlambatan pertumbuhan ini menyebabkan tinggi tubuh suku Baduy pada orang dewasa mencapai 150 – 160 cm, sehingga disebut sebagai Pygmoid.

baca juga

Ukuran tubuh yang kecil (di bawah 160 cm) merupakan karakteristik umum bagi populasi pemburu dan peramu. Hal ini disebabkan oleh kondisi tubuh yang beradaptasi terhadap penyakit, kekurangan gizi, hutan hujan yang panas atau lembab, hingga aktivitas pencarian makanan.

Biasanya, dalam masyarakat tradisional, alokasi energi pada tubuh lebih banyak digunakan untuk bertahan hidup daripada reproduksi. Hal ini lah yang menyebabkan tubuh masyarakat tradisional berukuran lebih kecil sebab lebih banyak energi yang dikeluarkan. Meski demikian, tubuh yang kecil ini umumnya lebih sehat (Rohmatullayal, Nasihin, Maulidinda, & Pangastuti, 2025).

baca juga

Kecil tapi Gizi Baik

“Kecil tapi sehat” merupakan ungkapan yang dijulukkan pada anak-anak Suku Baduy.

Pertumbuhan pada anak balita suku Baduy cenderung lebih pendek dan ramping dibandingkan Grafik Pertumbuhan Sintetis Nasional Indonesia (KSNGI). Suku Baduy memiliki tinggi dan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan penduduk Indonesia. Suku Baduy justru lebih menyerupai penduduk Pygmoid saat dewasa.

Meski demikian, mayoritas balita Suku Baduy telah memiliki status gizi yang baik dan terpenuhi. Pemenuhan gizi pada anak dilakukan dengan mengonsumsi nasi, ikan asin, sayur, serta buah lokal yang tersedia di alam.

baca juga

Salah satu faktor dari ukuran tubuh anak di Suku Baduy yang pendek dan kurus adalah keterbatasan hutan tropis menyediakan sumber daya makanan yang kaya akan energi. Hutan memang menyimpan aneka sumber daya alam, tetapi hutan sedikit menyediakan makanan berkarbohidrat, lauk pauk nabati, hingga lauk pauk hewani untuk manusia.

Hal ini diungkapkan oleh Pelto dan Pelto sebagaimana dikutip Rohmatullayal (2025) bahwa masyarakat yang tinggal dan bergantung di hutan tropis – dalam hal ini termasuk Suku Baduy – cenderung memiliki ciri tubuh dan kurus dan pendek disebabkan terbatasnya ketersediaan sumber energi.

Meski demikian, tubuh kurus dinilai menguntungkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan tropis. Sebab, Tubuh kurus dan pendek akan mengurangi kebutuhan energi makanan serta memudahkan mobilitas di hutan sebab mereka lebih gesit.

baca juga

Pemerintah Harus Hadir untuk Masyarakat Adat

Meski anak di Suku Baduy sebagian besar telah memiliki gizi yang baik, pemerintah tetap harus bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan masyarakat adat, dalam hal ini Suku Baduy.

Ungkapan “kurus tapi sehat pada anak Suku Baduy” seharusnya tidak diromantisasi. Suku Baduy membutuhkan akses yang lebih baik terhadap fasilitas kesehatan. Apalagi, prevalensi stunting di Baduy cukup tinggi.

Selain itu, Suku Baduy juga sangat rentan terhadap penyakit Tuberkulosis. Data dari Stop TB Partnership ID tahun 2022 mengungkapkan bahwa ada sekitar 18 warga Baduy yang terdiagnosis sakit TB. Dari total tersebut, sekitar empat di antaranya merupakan bayi di bawah lima tahun.

Pakar Kesehatan Masyarakat, Irvan Afriandi menekankan bahwa walaupun terbentur pada budaya dan adat yang telah diyakini, pemerintah seharusnya memiliki strategi khusus untuk bisa memberi pemahaman terkait kesehatan di Suku Baduy. Pemerintah punya kewajiban untuk memahami dan menghargai adat warga Baduy, sepanjang penerapannya tidak mengancam jiwa.

“Kalau atas nama mempertahankan budaya, tapi kita tidak melakukan upaya meningkatkan literasi, artinya kita memberikan kesempatan bagi sebagian warga negara tertinggal dalam proses pembangunan,” tegasnya, dikutip dari BBC.

baca juga

Referensi:

  • Anwar, F., & Hadi, R. (2009). Status Gizi Dan Status Kesehatan Suku Baduy . Gizi dan Pangan, 72-82.
  • Permana, R. C. (2009). Masyarakat Baduy dan Pengobatan Tradisional Berbasis Tanaman . Wacana, 81—94.
  • Rohmatullayal, E. N., Nasihin, S. R., Maulidinda, K. N., & Pangastuti, S. S. (2025). Small But Healthy: An Adaptive Response in Baduy Children. Hayati, 185-195.
  •  https://www.bbc.com/indonesia/majalah-60079417

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.