Antara Naga Besukih, Manik Angkeran, dan Selat Bali, apakah ada keterkaitan?
Naga adalah salah satu makhluk mitologi yang banyak dikenal dalam cerita rakyat di dunia. Wujudnya menyerupai ular raksasa yang bersisik dan memiliki fitur setengah manusia. Dalam beberapa legenda, sosok naga digambarkan mempunyai sayap, bisa terbang di udara, atau tinggal di dalam perairan.
Kawan mungkin familier dengan sosok ini melalui cerita mitologi dari Tiongkok atau Eropa. Kehadiran naga memang kerap kali dikisahkan dari kedua negara tersebut. Terlebih lagi, mereka juga mengangkatnya ke dalam karya film maupun buku hingga meraih popularitas yang melejit.
Namun, tahukah Kawan? Indonesia mempunyai kisah legenda yang berkaitan dengan naga juga, lho. Makhluk menyerupai reptil tersebut bernama Naga Besukih. Dalam kepercayaan Hindu, naga ini merupakan ular yang melingkar di tubuh Dewa Siwa. Akan tetapi, bila mengacu pada cerita rakyat di Bali, Naga Besukih dideskripsikan seperti ular raksasa dengan mahkota emas bertatahkan berlian menghiasi kepalanya.
Konon, Naga Besukih mendiami kawah Gunung Agung. Ia pun dikisahkan turut berperan dalam proses pembentukan Selat Bali yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Seperti apa ceritanya?
Perseteruan Ayah-Anak dan Naga Besukih
Dahulu kala, terdapat seorang Brahmana bernama Sidi Mantra yang tinggal di Kerajaan Daha, Jawa Timur. Setelah menikah dengan wanita menawan, mereka dikaruniai anak laki-laki bernama Manik Angkeran.
Wajahnya yang tampan ternyata berbanding terbalik dengan kebiasaannya. Pemuda tersebut gemar berjudi dan tak jarang juga kalah. Jika sudah demikian, ia tak akan ragu untuk menguras kekayaan orang tuanya atau berutang ke orang lain.
Sampai suatu ketika, Manik Angkeran sudah tak mampu melunasi utangnya. Sidi Mantra yang merasa iba pun berdoa untuk membantu anaknya. Jawaban datang berupa ilham yang mengatakan, bahwa Sidi Mantra harus pergi menemui Naga Besukih, penunggu harta karun di kawah Gunung Agung.
Setelah bersusah payah mendaki Gunung Agung, genta pun ia dentangkan seraya merapal mantra. Menyahut panggilan tersebut, Naga Besukih memunculkan wujudnya. Begitu Sidi Mantra menjelaskan keadaan sang putra, naga itu berbalik dan menyerahkan sejumlah emas dan perhiasan padanya.
Tumpukan harta itu pun ia berikan pada Manik Angkeran sambi berpesan supaya anaknya berhenti berjudi. Akan tetapi, sang putra tak mengindahkannya. Kebiasaan Manik Angkeran justru semakin menjadi-jadi.
Emas dan perhiasan itu ludes seketika. Pemuda tersebut kembali mendatangi sang ayah. Namun, karena Sidi Mantra sudah telanjur kecewa, permintaannya pun ditolak.
Manik Angkeran pun berusaha mencari tahu sendiri, bagaimana bisa sang ayah mendapatkan harta-harta itu. Begitu ia mendapat jawabannya, pemuda tersebut lekas menemui Naga Besukih di Gunung Agung.
Karena tak tahu mantra pemanggil Naga Besukih, Manik Angkeran hanya menggoyangkan lonceng yang dibawanya. Sosok yang dinanti pun muncul. Sambil berusaha menekan rasa takutnya sebab berhadapan dengan makhluk raksasa, pemuda itu menjelaskan maksud kedatangannya.
Naga Besukih bersedia membagikan hartanya, tetapi dengan syarat Manik Angkeran harus menghentikan tabiat buruknya. Setelah menyetujui syarat tersebut, sang naga berbalik, hendak mengambil tumpukan emas.
Namun, melihat ekor sosok agung itu yang berhiaskan permata membuat ketamakan menguasai benak Manik Angkeran. Si pemuda langsung memotong ekornya dan kabur dari sana.
Tentu Naga Besukih marah bukan main. Ia langsung membakar Manik Angkran dengan napas apinya hingga hangus. Kabar kematian pemuda tersebut pun sampai di telinga Sidi Mantra. Sang Brahmana memohon-mohon, agar Naga Besukih berkenan menghidupkannya kembali. Sosok tersebut setuju, asal Sidi Mantra berhasil mengembalikan ekornya.
Menggunakan kesaktian Sidi Mantra, ekor Naga Besukih kembali seperti semula. Sesuai janji, Manik Angkeran dihidupkannya kembali. Pemuda itu langsung meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.
Namun, sebab sudah teramat kecewa, Sidi Mantra memutuskan, bahwa mereka tidak dapat tinggal bersama lagi. Seketika, air memancar dari tempatnya berpijak. Tongkatnya pun dientakkan ke tanah, membentuk garis pemisah antara dirinya dan sang putra. Air yang terus mengalir keluar itu semakin banyak sampai setinggi laut. Dengan demikian, terbentuklah Selat Bali.
Perlambangan Naga Besukih
Pura Gua Lawah | Wikimedia | Anandajoti
Saat ini, simbol Naga Besukih dapat dilihat dari keterkaitan antara dua pura di Bali, yaitu Pura Gua Lawah dan Pura Gua Raja di Kompleks Pura Besakih. Dilansir dari indonesiakaya.com, menurut Lontar Prekempa Gunung Agung, Pura Gua Lawah melambangkan kepala Naga Besukih, sedangkan Pura Gua Raja menyimbolkan bagian ekornya.
Demikianlah legenda Naga Besukih yang menjadi asal-muasal terbentuknya Selat Bali. Kisah tersebut mengajarkan kita untuk tidak rakus dan buta akan harta. Sebuah pesan yang patut diteruskan ke generasi Indonesia selanjutnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News