Swasembada pangan adalah salah satu visi besar Presiden Prabowo Subianto, yang tengah diwujudkan melalui berbagai program strategis di sektor pertanian.
Ekonom Senior IPB University, Prof Firdaus, menyatakan optimisme bahwa swasembada pangan, terutama pada komoditas beras dan jagung, bisa terealisasi dalam beberapa tahun mendatang.
Program Intensifikasi dan Ekstensifikasi Sebagai Kunci
Menurut Prof. Muhammad Firdaus, keberhasilan swasembada pangan sangat bergantung pada pelaksanaan program intensifikasi dan ekstensifikasi yang digencarkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan).
Ia menyarankan agar alokasi anggaran lebih banyak diarahkan pada intensifikasi, yakni sekitar dua pertiga dari total anggaran, dibandingkan ekstensifikasi. Langkah ini dinilai krusial untuk memastikan kesejahteraan petani sebagai tujuan akhir dari berbagai program tersebut.
“Kalau boleh urun rembuk, intensifikasi harus mendapatkan alokasi anggaran yang lebih besar dibandingkan ekstensifikasi. Proporsinya bisa dua per tiga untuk intensifikasi, sedangkan ekstensifikasi cukup sepertiganya,” ujar Prof Firdaus.
Program intensifikasi mencakup optimalisasi lahan rawa (Oplah) dan intervensi teknologi seperti pompanisasi untuk menghadapi tantangan seperti El Niño. Sementara itu, ekstensifikasi dilakukan melalui pencetakan lahan sawah baru di berbagai daerah.
Pentingnya Dukungan Pasar dan Kebijakan Berkelanjutan
Selain optimalisasi anggaran, Prof Firdaus menekankan pentingnya persiapan pihak-pihak yang akan menjadi off-taker dalam penyerapan hasil panen. Hal ini bertujuan untuk menghindari overproduksi yang dapat merugikan petani saat panen raya.
Ia juga mengingatkan pentingnya implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
"Beberapa pasal di undang-undang ini mencakup jaminan pasar dan aspek lainnya yang mendukung kemandirian pangan. Implementasinya perlu segera direalisasikan," tambahnya.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya menyebutkan bahwa berbagai langkah untuk swasembada pangan telah menunjukkan hasil. Salah satu capaian yang signifikan adalah penguatan cadangan beras pemerintah, yang kini mencapai lebih dari 2 juta ton di gudang Bulog.
Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan harga beras pada November 2024, yang turut berkontribusi pada deflasi sebesar 0,02 persen. Hal ini mencerminkan adanya peningkatan efisiensi dalam produksi dan distribusi hasil pertanian.
Menurut Mentan, teknologi pertanian menjadi salah satu elemen penting dalam program intensifikasi.
“Optimasi lahan dan mekanisasi di segala lini kegiatan pertanian menjadi kunci utama. Dengan langkah ini, kami berharap sektor pertanian Indonesia bisa lebih maju dan berkelanjutan,” ujarnya.
Tantangan dan Harapan
Meski optimisme tinggi, keberhasilan swasembada pangan tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah memastikan setiap kebijakan dapat berdampak langsung pada kesejahteraan petani.
Langkah strategis seperti optimalisasi anggaran, peningkatan mekanisasi, dan implementasi kebijakan yang berkelanjutan menjadi fondasi penting untuk mencapai swasembada pangan yang berkesinambungan.
Jika berbagai aspek ini terpenuhi, Indonesia berpeluang besar menjadi negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dan daya saing sektor pertanian di pasar global.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News