Jika berbicara tentang Situs Sangiran pasti tidak asing lagi dengan manusia purba beserta fosil-fosilnya.
Situs Sangiran sendiri terletak di Lembah Sungai Bengawan Solo atau 15 kilometer di sebelah utara Kota Surakarta.
Kawan GNFI pasti selalu mampir ke Museum Manusia Purba Sangiran untuk melihat koleksi fosil manusia purba yang ditemukan di Sangiran.
Namun, apakah Kawan GNFI tahu bahwa di Sangiran juga terdapat beberapa museum purba lainnya yang juga tidak kalah menarik untuk dikunjungi?
Nah, pada artikel ini Kawan GNFI akan diajak untuk mengenal Museum Lapangan Manyarejo yang letaknya tidak jauh dari Museum Purba Sangiran!
Apa itu Museum Lapangan Manyarejo?
Museum Lapangan Manyarejo | Ini Tanjung Tani
Terletak di Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Sragen, Jawa Tengah, Museum Lapangan Manyarejo atau Museum Sangiran Klaster Manyarejo merupakan salah satu tempat penelitian dari Museum Purba Sangiran.
Museum ini didirikan sebagai bentuk apresiasi kepada peneliti dan masyarakat Manyarejo yang turut terlibat dalam penelitian maupun penemuan penting untuk Situs Sangiran.
Oleh karenanya, museum ini mengusung konsep kolaborasi antara peneliti dan masyarakat setempat dalam penelitian terkait fosil purba.
Disini, Kawan GNFI bisa belajar mengenai fosil tulang-belulang, khususnya tulang-belulang hewan-hewan purba yang ukurannya besar.
Dari Legenda Balung Buto hingga Keterlibatan dalam Ekskavasi
Diorama Balung Buto Museum Lapangan Manyarejo | Ini Tanjung Tani
Kedatangan Von Koenigswald pada tahun 1934 di Sangiran membuat masyarakat sekitar mulai memahami keberadaan fosil-fosil di daerah ini sebagai sesuatu yang penting.
Awalnya, masyarakat sekitar Sangiran dan Manyarejo mengira bahwa tulang-belulang yang mereka temukan di sekitar rumah merupakan tulang raksasa yang telah mati.
Hal ini dikarenakan kebanyakan fosil tulang yang ditemukan ukurannya besar dan berbeda dari ukuran tulang hewan pada umumnya, sehingga masyarakat menjulukinya dengan Balung Buto yang berarti tulang buto atau raksasa.
Masyarakat Manyarejo memiliki legenda tentang Balung Buto yang menceritakan mengenai pertarungan antara Raden Bandung dengan raksasa yang sudah lama hidup di daerah tersebut.
Mitos dan legenda ini sudah dipercaya sejak lama oleh warga lokal dengan mengaitkan keberadaan tulang-belulang yang berserakan di sekitar tempat mereka tinggal.
Penduduk Manyarejo juga percaya bahwa Balung Buto memiliki kekuatan untuk menolak bala, seperti menangkal kecelakaan dan gangguan roh.
Warga juga sempat menjadikan Balung Buto ini sebagai sebuah jimat dan obat yang digunakan untuk berbagai keperluan.
Namun setelah datang beberapa arkeolog dan peneliti, warga menjadi tahu bahawasanya tulang-tulang tersebut bukanlah tulang-belulang raksasa, melainkan fosil dari hewan purba.
Para arkeolog yang datang kesini juga melibatkan masyarakat dalam penelitian mereka, sehingga masyarakat mulai paham dan mengenal tentang arkeologi.
Karena sering terlibat dalam penelitian dan ekskavasi, warga lokal secara tidak langsung menyerap ilmu tersebut, bahkan hingga kini mereka mempunyai hubungan yang erat dengan para peneliti.
Fosil Kepala Kerbau Koleksi Museum Lapangan Manyarejo | Ini Tanjung Tani
Koleksi Museum Lapangan Manyarejo
Koleksi yang ada di Museum Lapangan Manyarejo kebanyakan merupakan fosil tulang-belulang dari hewan purba yang ukurannya besar.
Ketika berkunjung ke Museum Lapangan Manyarejo, Kawan GNFI mungkin akan sedikit heran karena tampilan dari museum ini berbeda dari museum lain.
Terdapat dua bagian museum, diawal pintu masuk Kawan GNFI akan menjumpai konsep museum lapangan (outdoor).
Diorama Ekskavasi Museum Lapangan Manyarejo | Ini Tanjung Tani
Melalui Diorama Kotak Ekskavasi yang didalamnya masih terdapat fosil yang ditemukan (in situ), Kawan GNFI bisa membayangkan bagaimana proses ekskavasi dilakukan.
Di dalam diorama ini juga masih terdapat fragmen tulang kaki mamalia, fragmen tengkorak banteng dan tulang panggul gajah.
Sedangkan, bagia kedua yaitu ruang pamer (indoor) Museum Lapangan Manyarejo dibuat khas dengan tampilan gebyok dari bambu dan kayu ala rumah masyarakat Jawa zaman dahulu.
Saat di ruang pameran, Kawan GNFI akan disuguhi berbagai koleksi fosil hewan, seperti pecahan tulang kaki, kepala kerbau, fosil buaya, pecahan rahang, cangkang kerang hingga berbagai jenis batu andesit.
Salah satu fosil hewan koleksi Museum Lapangan Manyarejo | Ini Tanjung Tani
Selain itu, Kawan GNFI juga bisa melihat dokumentasi warga lokal dengan peneliti ketika melakukan penelitian dan ekskavasi beserta alat-alat yang digunakan dalam proses tersebut.
Museum Manyarejo juga sudah dilengkapi dengan audio visual sehingga menambah interaktif para pengunjung.
Jika berkunjung kesini, Kawan GNFI juga bisa berkeliling desa dan mengajak warga lokal berkenalan serta belajar secara langsung dengan mereka loh!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News