sejarah popularitas wisata bantimurung the kingdom of butterfly dari sulawesi selatan - News | Good News From Indonesia 2025

Sejarah Popularitas Wisata Bantimurung, The Kingdom of Butterfly dari Sulawesi Selatan

Sejarah Popularitas Wisata Bantimurung, The Kingdom of Butterfly dari Sulawesi Selatan
images info

Sejarah Popularitas Wisata Bantimurung, The Kingdom of Butterfly dari Sulawesi Selatan


Kekayaan alam Indonesia memiliki keunikannya masing-masing di setiap tempatnya, seperti di daratan Sulawesi, tepatnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah ini memiliki bentang alam yang indah berupa kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Taman Nasional ini juga dikenal sebagai The Kingdom of Butterfly. Kira-kira apa ya alasannya? Yuk, kita cari tahu!

Daya Tarik Wisata Bantimurung

Dikutip dari buku Eksplorasi Literasi Bantimurung Bulusaraung (1745-1942), Bantimurung berasal dari bahasa Bugis halus yaitu benti merrung yang artinya adalah air bergemuruh. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung termasuk dalam tiga kabupaten yaitu Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, dan Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Kawasan ini memiliki pegunungan karst yang membentuk hamparan keindahan lanskap yang sangat indah dan unik. Terdapat beberapa gua dengan stalaktit dan stalakmit yang unik serta memiliki nilai historis yang tinggi. Pegunungan karst di Taman Nasional Bantimurung Saraung memiliki puncak tertinggi di ketinggian 1.353 meter dpl yang disebut Puncak Bantimurung.

Taman nasional ini menjadi salah satu destinasi wisata minat khusus yaitu bagi para penelusur gua. Konon beberapa gua di kawasan ini memiliki cerita jejak peninggalan jaman purba, seperti lukisan manusia prasejarah di dalam gua. Beberapa gua yang menjadi tujuan wisata adalah Gua Petta, dan Gua Petae di Taman Prasejarah Leang-leang.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dikenal sebagai ‘The Kingdom of Butterfly”. Seorang naturalis bernama Alfred Russel Wallace sangat kagum dengan kekayaan jenis kupu-kupu di kawasan taman nasional ini. Wallace pernah mengunjungi Bantimurung pada tahun 1856. Lalu bagaimana ya kisahnya?

baca juga

Perkembangan Wisata Bantimurung dalam Sejarah

Keindahan alam Bantimurung ternyata telah dikenal oleh para penjelajah dunia sejak jaman Hindia Belanda. Bahkan Gubernur VOC, Joan Gideon Loten (1710-1789) pernah mengunjungi Maros dan membawa keluarganya untuk mengunjung Air Terjun Bantimurung pada tahun 1745.

Pada tahun 1750 dia kembali mengunjungi lokasi ini bersama seorang juru gambar dan surveyor VOC yang bernama Jean Michel Aubert untuk mendokmentasikan keindahan alam tersebut dalam sebuah gambar ilustrasi. Ilustrasi tersebut ternyata membuat seorang naturalis dari Inggris bernama Thomas Pennant juga terkagum dengan keindahan Bantimurung, setelah melihat ilustrasi Loten pada tahun 1771.

Lukisan Air Terjun Bantimurung karya Joan Gideon Loten
info gambar

Lukisan Joan Gideon Loten | Sumber gambar: TN Bantimurung Bulusaraung


Kebiasaan menggambar suatu ilustrasi ternyata merupakan cara para penjelajah dunia dan naturalis pada abad ke-17 untuk mencatat dan menggambarkan apa yang mereka lihat. Cara ini menjadi cara yang mudah untuk mempertahankan visual tentang situasi, lanskap, artefak, hewan dan tumbuhan dari tempat yang jauh.

Catatan perjalanan para penjelajah membawa seorang naturalis Inggris yaitu Alfred Russel Wallace untuk menjelajahi Maros. Wallace mengeksplorasi Maros dari Agustus sampai November 1857 yang dibantu oleh David Jacob Mattjis Mesman. Ia berkuda menuju Air Terjun Bantimurung, dan terkagum melihat sekumpulan kupu-kupu yang berwarna-warni, jingga, kuning, putih, biru, dan hijau.

Terdapat sekitar 139 jenis kupu-kupu sayap layang atau Papilionoidae, 70 jenis Hedyloidae atau ngengat (moths) dan 23 jenis Hesperioidae (skippers) yang dijumpai oleh Wallace di sekitar Bantimurung. Hingga akhir tahun 2016, tercatat sebanyak 240 jenis Papilionoidae yang dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Sekumpulan Kupu-kupu di Bantimurung
info gambar

Sekumpulan Kupu-kupu di Bantimurung | Sumber gambar: Kementerian Kehutanan


Buku "The Malay Archipelago" yang terbit pada 1869 menjadi catatan penting penjelajahan Wallace di Nusantara. Ia merangkum sebuah teori seleksi alam, dan membuat garis imajiner yang disebut Garis Wallace.

Pembagian Garis Wallace dan Wallber
info gambar

Pembagian Garis Wallace dan Weber | Sumber gambar: Universitas Gajah Mada


Dikutip dari Universitas Gajah Mada, garis Wallace ini dijelaskan menjadi sebuah garis imajiner yang memisahkan fauna Asiatis dan Australis. Batas garis ini memanjang dari Selat Makassar hingga selat perbatasan antara Bali dan Lombok. Teori tersebut menarik lebih banyak penjelajah untuk datang ke Nusantara, dan menjadikan Maros dan Bantimurung sebagai tempat wajib yang harus dikunjungi.

baca juga

Air terjun Bantimurung ditunjuk sebagai monumen alam dengan sebutan “Natuurmonument Bantimoeroeng Waterval” seluas 10 hektar. Seorang ahli entomologi Belanda bernama Salomon Leefmans menulis sebuah tulisan perjalanan yang berjudul Herinneringen Aan Het Natuurmonument Bantimoeroeng Bij Makassar pada tahun 1927. Tulisan ini menjelaskan semua kekagumannya dengan keindahan air terjun Bantimurung yang dihiasi dengan beragam jenis kupu-kupu.

Pada tahun 1929, menjadi sebuah momentum besar bagi kemajuan pariwisata air terjun Bantimurung. Tepat tanggal 27 Maret 1929, pertama kalinya kapal pesiar besar berlabuh di pelabuhan Makassar. Sebuah kapal pesiar bernama Royal Mail Ship (RMS) Franconia membawa sekitar 400 wisatawan mancanegara untuk berkunjung mengelilingi kota Makassar, dan mengunjungi air terjun Bantimurung.

Kunjungan di Bantimurung ini menjadi kunjungan terbesar wisatawan mancanegara pertama kalinya. Pemerintah Hindia Belanda sangat mendukung pengawasan lingkungan alami dari air terjun Bantimurung dan sekitarnya. Sehingga dibentuklah Natuur Bescherming Afseling Ven’s Lands Flantauin sebagai badan resmi dalam perlindungan alam pada tahun 1937.

Bukit batu kapur di Bantimurung tahun 1875
info gambar

Bukit batu kapur di Bantimurung 1875 | Sumber gambar: TN Bantimurung Bulusaraung


baca juga

Air terjun Bantimurung terus menjadi daya tarik wisata alam terbaik di Sulawesi Selatan. Kawasan ini berubah fungsi menjadi Taman Wisata Bantimurung dengan luas 18 hektar pada tahun 1981. Sejak 2004, kawasan air terjun Bantimurung dan hutan di sekitarnya ditetapkan menjadi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, dan menjadi destinasi ekowisata karst dunia.

baca juga

Perkembangan pariwisata air terjun Bantimurung dari masa ke masa ini menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki alam yang sangat kaya, dari kekayaan keanekaragaman hayati, budaya, serta lanskap bentang alamnya. Potensi ini diharapkan terus menjadi sumber daya yang terus dikembangkan secara berkelanjutan di masa depan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KH
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.