mengapa peradaban eropa kuasai 80 persen dunia latar belakang dan dampaknya - News | Good News From Indonesia 2025

Mengapa Peradaban Eropa Kuasai 80 Persen Dunia? Latar Belakang dan Dampaknya

Mengapa Peradaban Eropa Kuasai 80 Persen Dunia? Latar Belakang dan Dampaknya
images info

Mengapa Peradaban Eropa Kuasai 80 Persen Dunia? Latar Belakang dan Dampaknya


Peradaban Eropa yang hanya mewakili sekitar 8 persen dari dataran bumi pernah menguasai atau menjajah lebih dari 80 persen dunia pada tahun 1492 hingga 1914. Dominasi peradaban Eropa selama berabad-abad ini telah memengaruhi negara bekas jajahan termasuk kemiskinan.

Banyak teori yang ingin menjelaskan mengapa peradaban Eropa bisa menguasai hampir mayoritas dunia. Tetapi hanya sedikit yang dapat menjelaskan mengapa Barat begitu kuat dalam jangka waktu yang lama.

Teori pertama berasal dari ahli geologi asal Swiss bernama François de Loys yang mengaku menemukan seekor monyet di Venezuela pada tahun 1920. Dikatakan olehnya, monyet itu punya ciri-ciri fisik sangat tidak biasa dari monyet pada umumnya. 

Monyet ini dikatakan mirip seorang manusia, berukuran besar dan tidak punya ekor. Setelah difoto, seorang antropolog bernama George Montandon mengklaim monyet itu merupakan mata rantai yang terputus dari evolusi manusia.

Teori ini telah memunculkan sikap rasis dari peradaban Barat yang mengatakan bahwa evolusi terjadi berbeda-beda di belahan dunia lainnya. Walau akhirnya, terbukti bahwa temuan tersebut itu adalah hoax.

Lalu bagaimana peradaban Barat bisa menguasai dunia, baik dari segi teknologi, pertahanan, atau sosial. Padahal sesuai dengan tulisan Noah Rosenberg dalam Genetic structure of human populations, menjelaskan bahwa 99,9% kode genetik manusia dari semua ras ternyata sama.

Philip Hoffman dalam tulisannya Why Was it Europeans Conquered the World? menjelaskan bahwa adalah alasan peperangan yang membuat peradaban Barat bisa menguasai dunia. Hal ini juga terkait dengan kemajuan dalam teknologi mesiu.

“Negara-negara Eropa mengembangkan teknologi bubuk mesiu dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya—memungkinkan sejumlah kecil orang dengan cepat mengambil alih sebagian besar teknologi mesiu,” tulisnya.

Jiwa kompetitif 

Hoffman mengungkapkan peradaban Eropa memiliki jiwa kompetitif, karena kondisi masyarakatnya yang tidak stabil. Pada catatan Nodegoat, sebuah lembaga analisis data asal Belanda memperlihatkan Benua Eropa adalah benua yang paling sering terjadi peperangan.

Hal ini diperparah dengan kondisi bumi Utara yang dingin dengan cadangan makanan sedikit dibandingkan kawasan khatulistiwa. Hal ini membuat kerajaan-kerajaan Eropa di masa lalu perlu melakukan ekspansi besar untuk memperkaya diri. 

Dikatakan oleh Hoffman, pandangan kompetitif inilah yang melahirkan benih-benih kolonialisme dan imperialisme. Sehingga melahirkan penjajahan barat yang berdampak hingga saat ini baik di Asia, Amerika ataupun Afrika.

Tetapi faktor kompetitif ini juga yang membuat peradaban Barat menjadi lebih maju. Hal ini dibuktikan dari penemuan dalam sains, walau jelas Hoffman, berfokus kepada bidang militer.

Hoffman lalu menyoroti kemajuan peradaban Barat dalam teknologi mesiu. Dikatakan olehnya, teknologi ini sebenarnya ditemukan oleh orang-orang Tiongkok.

Tetapi, oleh masyarakat Tiongkok yang berpandangan Taoisme, mesiu digunakan bukan sebagai bahan senjata, melainkan sebagai produk pencarian ramuan keabadian. Namun oleh peradaban Barat, teknologi ini dikembangkan sebagai senjata yang lebih merusak.

“Teknologi ini berkembang hingga mencakup lebih dari sekedar senjata: kapal bersenjata, benteng yang dapat menahan artileri, dan banyak lagi, dan orang-orang Eropa menjadi yang terbaik dalam menggunakan hal-hal ini,” ungkapnya.

Lebih kejam

Hal yang paling berbeda dari peradaban Barat, jelas Hoffman adalah dalam sisi kekejaman. Dikatakan olehnya, saat bangsa Barat sudah menguasai hampir 35 persen dunia, sebenarnya bangsa di belahan dunia lain masih mempunyai peradaban maju.

Bangsa Eropa saat itu juga tidak lebih kaya dibandingkan dengan orang-orang Tiongkok, Asia Selatan atau Timur Tengah.
Dicontohkan olehnya, bangsa seperti Tiongkok dan Mongol juga pernah melakukan ekspansi besar-besaran.

Namun hal yang membedakan, jelas Hoffman adalah dampak yang diberikan oleh ekspansi besar-besaran itu. Bangsa Tiongkok dan Mongol tak pernah sampai mengubah pandangan kultur dan sosial warga aslinya. 

Hal ini berbeda dengan kolonialisme gaya Barat yang dilakukan negara Spanyol, Portugal, Inggris, dan Belanda dengan mengeksploitasi sumber daya di Afrika, Asia, dan Amerika. Kolonialisme yang didorong untuk menguasai sumber daya alam ini berdampak kepada eksploitasi masyarakat jajahan.

Bangsa Barat yang datang memaksa penduduk lokal untuk bekerja di tambang, perkebunan, dan industri lainnya dengan kondisi yang seringkali brutal. Karena eksploitasi ini memungkinkan negara-negara Barat mengumpulkan kekayaan yang luar biasa.

Hal yang jelas Hoffman, kemudian diinvestasikan dalam teknologi dan infrastruktur yang mempercepat perkembangan mereka. Karena itu baginya, perbedaan ras tidak pernah jadi alasan bangsa Barat bisa menguasai dunia.

Namun, pengalaman sejarah-lah yang membentuk kemajuan bangsa Barat. Tetapi dengan kondisi dunia yang mulai stabil, memberikan peluang setiap negara bisa meningkatkan potensinya.

“Anda masih perlu mendukung perdamaian dengan angkatan bersenjata, namun Anda tidak akan terlalu sering berperang, dan itu adalah hasil yang jauh lebih baik,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.