sorgum energi baru dari tanaman serbaguna untuk masa depan indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Sorgum, Energi Baru dari Tanaman Serbaguna untuk Masa Depan Indonesia

Sorgum, Energi Baru dari Tanaman Serbaguna untuk Masa Depan Indonesia
images info

Sorgum, Energi Baru dari Tanaman Serbaguna untuk Masa Depan Indonesia


Kawan GNFI, Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi nasional yang terus meningkat. Ketergantungan pada bahan bakar fosil membuat negeri ini harus mengimpor jutaan kiloliter minyak setiap tahunnya dan membebani anggaran negara.

Namun, di tengah tantangan ini, sorgum manis (Sorghum bicolor) muncul sebagai solusi potensial yang dapat mendukung transisi menuju energi terbarukan. Bagaimana tanaman serbaguna ini bisa berkontribusi pada transisi energi nasional? Mari kita simak sama-sama!

Kebijakan Bioetanol di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah lama menyadari pentingnya diversifikasi energi melalui bioetanol. Sejak 2006, kebijakan-kebijakan seperti Peraturan Presiden No. 5/2006 dan Instruksi Presiden No. 1/2006 telah menetapkan penggunaan biofuel dalam bauran energi nasional.

Targetnya adalah mencapai 5% bioetanol dalam bahan bakar nasional pada 2025. Program ini didukung dengan penerapan bahan bakar campuran seperti E5 (5% bioetanol dan 95% bensin) di beberapa wilayah sejak 2023, seperti Surabaya dan Jakarta.

Namun, implementasi kebijakan ini menghadapi berbagai tantangan, mulai dari biaya produksi bioetanol yang tinggi hingga keterbatasan pasokan bahan baku. Untuk mengatasi hambatan ini, pemerintah terus mendorong inovasi teknologi dan pengembangan sumber bahan baku alternatif seperti sorgum.

baca juga

Varietas Sorgum Potensial untuk Bioetanol

Tidak semua varietas sorgum cocok untuk produksi bioetanol. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diterbitkan pada jurnal Bioresource Technology Reports edisi November 2023, varietas seperti Super-1, Super-2, Numbu, dan Bioguma memiliki kandungan gula tinggi (12–21 Brix) yang ideal untuk fermentasi.

Varietas ini juga memiliki keunggulan berupa toleransi terhadap kekeringan, kemampuan tumbuh di lahan marginal, dan masa panen yang singkat (sekitar 3–4 bulan).

Setiap hektare lahan sorgum dapat menghasilkan hingga 6.000 liter bioetanol, jauh lebih efisien dibandingkan tebu yang membutuhkan lebih banyak air dan pupuk. Selain itu, limbah sorgum seperti ampas batangnya dapat diolah menjadi biopelet, sehingga meningkatkan nilai ekonomis tanaman ini.

Proses Produksi Bioetanol dari Sorgum

Produksi bioetanol dari sorgum melibatkan beberapa tahap utama:

Ekstraksi Sari Sorgum

Batang sorgum diperas menggunakan mesin untuk menghasilkan sari tanaman yang mengandung gula. Proses ini menghasilkan rendemen sari sekitar 45% dari total berat batang.

Fermentasi

Sari sorgum difermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae dengan tambahan pupuk NPK dan urea untuk meningkatkan efisiensi fermentasi. Proses ini menghasilkan bioetanol mentah dengan kandungan alkohol 9–10%.

Distilasi dan Pemurnian

Bioetanol mentah disuling dalam dua tahap untuk mencapai kemurnian 95%. Selanjutnya, bioetanol diproses lebih lanjut hingga mencapai tingkat kemurnian 99,5%, sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar.

baca juga

Pemanfaatan Limbah

Limbah seperti ampas batang (bagasse) digunakan untuk membuat biopelet, sementara biji sorgum diolah menjadi tepung atau beras sorgum untuk pangan.

Biaya Produksi dan Analisis Ekonomi

Sebuah studi yang dilakukan di Jawa Timur menunjukkan bahwa pengembangan pabrik bioetanol berbasis sorgum dengan kapasitas 4 kiloliter per hari membutuhkan investasi sekitar Rp26,1 miliar. Biaya operasional dan pemeliharaan tahunan mencapai Rp6,35 miliar, sementara pendapatan dari penjualan bioetanol dan produk sampingan mencapai Rp35,99 miliar per tahun.

Analisis ekonomi menunjukkan tingkat pengembalian investasi (IRR) sebesar 28% dengan masa balik modal hanya 4,1 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bioetanol dari sorgum adalah pilihan yang layak secara finansial.

Tantangan dan Solusi

Meski menjanjikan, pengembangan bioetanol berbasis sorgum menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah fluktuasi harga produk, terutama untuk produk sampingan seperti biopelet dan tepung sorgum.

Selain itu, kerja sama erat antara perusahaan bioetanol dan petani sangat penting. Dukungan berupa pelatihan dan penyediaan benih unggul dapat meningkatkan produktivitas, sementara skema pembelian hasil panen yang adil dapat memastikan keberlanjutan pasokan bahan baku.

Dengan potensi yang besar, sorgum dapat menjadi ujung tombak transisi energi Indonesia. Pemanfaatan lahan kritis seluas 1,7 juta hektare untuk budidaya sorgum berpotensi menghasilkan hingga 7,8 juta kiloliter bioetanol setiap tahunnya.

Jika didukung oleh kebijakan yang konsisten dan inovasi teknologi, Indonesia tidak hanya dapat mengurangi impor bahan bakar, tetapi juga memperkuat ketahanan energi dan mendukung target emisi nol bersih pada 2060.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.