mengenal makanan khas imlek sajian akulturasi budaya tionghoa dan citarasa indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Makanan Khas Imlek, Sajian Akulturasi Budaya Tionghoa dan Citarasa Indonesia

Mengenal Makanan Khas Imlek, Sajian Akulturasi Budaya Tionghoa dan Citarasa Indonesia
images info

Mengenal Makanan Khas Imlek, Sajian Akulturasi Budaya Tionghoa dan Citarasa Indonesia


Masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia akan merayakan Imlek atau Tahun Baru China pada 29 Januari 2025.

Perayaan Imlek sendiri sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Tionghoa Indonesia sejak beratus tahun ketika etnis ini datang ke Nusantara

Kedatangan etnis Tionghoa ke Indonesia membuat budaya dari Negeri Cina dan budaya lokal di Indonesia berakulturasi dalam berbagai aspek, salah satunya makanan pada perayaan Imlek.

Mengutip Imlek dan Peleburan Budaya di Atas Piring oleh Pusat Data dan Analisa Tempo, bahwasanya makanan orang Tionghoa di Pulau Jawa serta beberapa daerah Indonesia banyak mendapat pengaruh budaya Hokkien dari Kota Fujian, Cina.

Budaya Hokkien yang dibawa oleh para imigran dari Cina akhirnya berasimilasi dengan kebudayaan masyarakat lokal Indonesia, salah satunya pada sajian makanan.

Hal ini menyebabkan makanan-makanan yang disajikan pada perayaan Imlek di Indonesia cukup berbeda dari pelaksanaan Imlek di Cina sehingga membuat citarasa baru.

Lalu, apa saja makanan-makanan perayaan Imlek yang berakulturasi dengan citarasa Indonesia?

baca juga

Lontong Cap Go Meh
info gambar

Lontong Cap Go Meh - Wikimedia Commons


Lontong Cap Go Meh, Semarang

Lontong Cap Go Meh merupakan salah satu menu makanan pada Hari Raya Imlek yang muncul di daerah-daerah utara Jawa, khususnya Semarang.

Lontong Cap Go Meh menjadi salah satu makanan khas etnis Tionghoa yang berakulturasi dengan masyarakat asli Semarang.

Konon, penciptaan Lontong Cap Go Meh sendiri terinspirasi dari kebiasaan masyarakat muslim Jawa yang selalu menyantap hidangan lontong, ketupat, opor ayam saat Hari Raya Idulfitri.

Hal ini kemudian diikuti oleh para pendatang dari Negeri Cina yang berlabuh di Semarang. Mereka juga membuat hidangan serupa saat perayaan Cap Go Meh.

Lontong Cap Go Meh sendiri hampir sama dengan lontong sayur dengan tambahan sajian, makanan lain, seperti tahu rebung, buncis, udang, serundeng, docang, abing, bubuk kedelai, lodeh, telur dan kerupuk.

Melansir dari Multikulturalisme Makanan Indonesia oleh Unsyiah Anggraeni, lontong Cap Go Meh memiliki filosofi bagi masyarakat etnis Tionghoa.

Makanan ini juga memiliki filosofi, tekstur kenyal dan lengket lontong Cap Go Meh merupakan simbol dari kebersamaan dan kekeluargaan.

Sedangkan, bentuk lontong yang panjang melambangkan umur yang panjang. Telur sebagai isian lontong Cap Go Meh juga memiliki arti sebagai keberuntungan.

Lontong Cap Go Meh juga memiliki kuah santan berwarna kuning hasil dari campuran bumbu kunyit yang melambangkan emas dan keberuntungan.

Saat ini, untuk menikmati lontong Cap Go Meh Kawan GNFI tidak harus menunggu Imlek tiba. Hal ini dikarenakan kuliner ini sudah banyak ditawarkan di kedai-kedai makanan orang Tionghoa.

baca juga

Pindang Bandeng, Betawi

Pindang bandeng Betawi merupakan salah satu sajian khas Imlek yang hanya ada di Indonesia.

Melansir J.J Rizal pada laman Kemendikbud, pindang bandeng merupakan kuliner masyarakat Tionghoa Jakarta yang mengadaptasi budaya Betawi sejak abad ke-17.

Masyarakat Betawi juga menamakan Hari Raya Imlek sebagai Lebaran Cina sebagai tanda keharmonisan kedua etnis.

Meskipun di Cina tidak menggunakan ikan bandeng untuk merayakan Imlek, tetapi masyarakat Tionghoa yang sudah berbaur dengan masyarakat Betawi percaya bahwa ikan bandeng juga membawa keberuntungan.

Ikan bandeng waktu itu merupakan salah satu ikan yang banyak hidup di pesisir Jakarta, seiring berjalannya waktu para nelayan juga membudidayakan ikan ini untuk dijual ketika Imlek tiba.

Dalam budaya Tionghoa, ikan (Yu) merupakan simbol kemakmuran dan rezeki, sedangkan ikan bandeng yang memiliki banyak duri disimbolkan sebagai betapa kompleksnya kehidupan.

Maka, ketika memakan ikan bandeng harus berhati-hati sama seperti menjalani kehidupan agar tidak tersesat.

Tidak hanya masyarakat etnis Tionghoa Jakarta saja yang sibuk ketika Imlek tiba, masyarakat Betawi juga disibukkan dengan tradisi Ngejot atau mengantar ikan bandeng kepada mertua.

Pada perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa menggunakan ikan bandeng untuk beribadah, sedangkan masyarakat Betawi menggunakannya untuk dijadikan pindang dan dimakan bersama keluarga.

Menjelang Imlek tiba, Kawan GNFI akan menemui para penjual ikan bandeng di Rawa Belong dan kawasan Petak Sembilan, Glodok Jakarta Barat.

Lumpia Semarang
info gambar

Lumpia Semarang (Midori - Wikimedia Commons)


Lumpia Semarang

Lumpia merupakan salah satu makanan Imlek yang dipercaya dapat membawa keberuntungan.

Warna kuning emas dan bentuk panjang dari lumpia merupakan simbol emas dan kekayaan. Sedangkan, gulunganya melabangkan persatuan manusia di bumi.

Makanan ini sangat populer di Hongkong, Shanghai, Guangzhou dan Fujian dimana dalam bahasa Mandarin penyebutannya adalah chun juan yang biasa dieja lun pia.

Semarang menjadi daerah yang terkenal dengan lumpianya, bahkan beberapa orang selalu mencari makanan khas ini ketika mampir di Semarang.

Namun, tahukah Kawan GNFI jika lumpia merupakan makanan yang dibentuk dari hasil akulturasi antara budaya Tionghoa dan masyarakat lokal?

Bermula pada abad ke-19 diceritakan konon ada seorang anak muda Tionghoa bernama Tjoa Thay Joe datang dan menetap di Semarang.

Ia membuka bisnis kuliner dengan berjualan makanan dengan isian daging babi dan rebung. Ditengah bisnisnya tersebut, Thay Joe bertemu dengan Winarsih gadis pribumi yang juga berbisnis makanan.

Makanan yang dijual oleh Winarsih hampir sama seperti makanan yang dijual oleh Thay Joe, dengan rasa manis kegemaran masyarakat Jawa dan isian kentang serta udang.

Seiring berjalannya waktu, keduanya pun menikah dan menyatukan kedua bisnisnya, hal ini menghasilkan lumpia seperti yang ada pada saat ini.

Bisnis lumpia Thay Joe akhirnya diteruskan oleh keturunannya di Semarang hingga saat ini. Bahkan, isian dari lumpia tidak hanya rebung saja, tetapi juga lebih bervariasi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IT
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.