Sekelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa melakukan observasi mendalam tentang proses pembuatan ikan asin di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk mempelajari dan mendokumentasikan kearifan lokal masyarakat pesisir dalam mengolah hasil laut.
Dalam observasi tersebut, mahasiswa KKN mempelajari setiap tahapan pembuatan ikan asin, mulai dari proses pendaratan ikan segar dari kapal nelayan, pembersihan, penggaraman, hingga penjemuran.
Aminah, salah satu pengrajin ikan asin senior di Pulau Sembilan, menjelaskan bahwa kualitas ikan asin sangat ditentukan oleh kesegaran bahan baku dan ketepatan dalam proses penggaraman.
"Ikan yang baru ditangkap harus segera dibersihkan dan digarami. Takaran garamnya juga harus asin," jelas Aminah sambil memperagakan cara membersihkan ikan kepada mahasiswa.
Selama observasi, tim mahasiswa KKN menemukan bahwa pembuatan ikan asin di Pulau Sembilan masih menggunakan metode tradisional yang ramah lingkungan. Para pengrajin memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi utama dalam proses pengeringan, yang biasanya memakan waktu 2-3 hari tergantung cuaca.
"Yang menarik, masyarakat di sini memiliki pengetahuan mendalam tentang cuaca dan waktu penjemuran yang ideal. Mereka bisa memperkirakan kapan waktu terbaik untuk menjemur ikan hanya dengan melihat kondisi langit dan kecepatan angin," tambah Rara Lita, anggota tim KKN.
Kepala Desa Pulau Sembilan, Arifin Sum, menyambut baik kehadiran mahasiswa KKN IAIN Langsa. Menurutnya, kegiatan observasi ini bukan hanya bermanfaat bagi mahasiswa, tetapi juga membuka peluang pengembangan industri ikan asin di desanya.
"Kami berharap hasil observasi ini bisa menjadi masukan untuk pengembangan industri ikan asin kami ke depan. Apalagi sekarang banyak tantangan, seperti perubahan cuaca yang tidak menentu dan persaingan dengan produk ikan asin dari daerah lain," ujarnya.
Tim KKN juga mencatat berbagai tantangan yang dihadapi para pengrajin ikan asin, seperti keterbatasan akses modal, minimnya fasilitas penjemuran modern, dan fluktuasi harga ikan segar. Namun, semangat dan kegigihan masyarakat dalam mempertahankan tradisi ini menjadi pelajaran berharga bagi para mahasiswa.
Sebagai tindak lanjut dari observasi ini, tim KKN berencana menyusun dokumentasi lengkap tentang proses pembuatan ikan asin yang akan diserahkan kepada pemerintah desa sebagai arsip.
Selain itu, mereka juga akan membuat video edukatif yang akan diunggah di media sosial untuk memperkenalkan potensi industri ikan asin Pulau Sembilan ke masyarakat luas.
"Kami melihat ada potensi besar untuk mengembangkan industri ikan asin ini menjadi lebih modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisionalnya. Misalnya dengan penggunaan teknologi pengering hybrid yang bisa digunakan saat cuaca mendung, atau pengembangan kemasan yang lebih menarik untuk meningkatkan nilai jual," usul Nazla Safitri, salah satu anggota tim.
"Yang membuat kami terkesan adalah bagaimana seluruh anggota keluarga terlibat dalam proses produksi. Ada pembagian tugas yang jelas, mulai dari membersihkan ikan, menggarami, menjemur, hingga mengemas. Ini benar-benar usaha keluarga yang menjaga kebersamaan," kata Fahmil, anggota lainnya.
Observasi ini juga mengungkap potensi pengembangan wisata edukasi di Pulau Sembilan. Para mahasiswa melihat bahwa proses pembuatan ikan asin yang tradisional bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin mempelajari kehidupan masyarakat pesisir.
Di akhir kegiatan observasi, tim KKN mengadakan diskusi kelompok terarah (FGD) dengan para pengrajin ikan asin untuk menggali lebih dalam tentang harapan dan kendala yang mereka hadapi. Hasil FGD menunjukkan bahwa sebagian besar pengrajin mengharapkan adanya pelatihan manajemen usaha dan akses ke pasar yang lebih luas.
"Sebenarnya produk kami sudah sampai ke Medan dan Aceh, tapi kami ingin bisa memasarkan lebih jauh lagi. Kami juga butuh pengetahuan tentang cara mengurus izin UMKM dan sertifikasi halal," ungkap Ahmad, salah satu pengrajin yang hadir dalam FGD.
Melihat antusiasme masyarakat dan potensi yang ada, tim KKN IAIN Langsa berkomitmen untuk terus mendampingi pengembangan industri ikan asin di Pulau Sembilan, bahkan setelah masa KKN mereka selesai.
Mereka berencana membentuk grup komunikasi dengan para pengrajin untuk memudahkan koordinasi dan berbagi informasi.
"Kami berharap apa yang kami lakukan ini bisa memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Pulau Sembilan. Bagi kami, ini bukan sekadar tugas KKN, tapi juga tanggung jawab moral untuk membantu mengembangkan potensi ekonomi masyarakat pesisir," tutup Fahmil.
Kegiatan observasi ini merupakan bagian dari program KKN Tematik IAIN Langsa yang berlangsung selama 30 hari di berbagai desa di Kabupaten Langkat. Selain mempelajari pembuatan ikan asin, mahasiswa KKN juga terlibat dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengembangan UMKM.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News