Siapa sangka, konglomerat Caroline Riady ternyata pernah menjadi guru?
Caroline Riady merupakan CEO & Deputy President Director Siloam Hospitals Group. Caroline Riady juga adalah cucu dari Mochtar Riady, pendiri Lippo Group, perusahaan yang di dalamnya menawarkan beragam bisnis, mulai dari bisnis properti, media, pendidikan, hingga kesehatan.
Meskipun terlahir dari keluarga kaya, langkah Caroline Riady menjadi Wakil Presiden Siloam Hospital Group milik keluarganya tidak tiba-tiba. Ia terlebih dahulu mengabdi sebagai pengajar, sesuai dengan jurusan kuliah yang diambilnya.
Caroline Riady, dengan kemampuannya, telah dipercaya untuk memegang lebih dari 40 cabang rumah sakit swasta terkemuka. Dalam hal ini, Caroline Riady dipercaya untuk memegang kepemimpinan bisnis di bidang kesehatan.
Nama Caroline Riady menjadi perbincangan setelah beredarnya video yang menunjukkan sebuah helikopter melandas di helipad di Jakarta. Menurut informasi, helikopter itu tengah menjemput Caroline Riady setelah pulang kerja.
Sebenarnya, siapa Caroline Riady?
Jejak Caroline Riady Mengabdi di Pendidikan
Meskipun lahir dari keluarga yang memiliki basis bisnis, Caroline Riady rupanya memiliki minat yang begitu besar di bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari jurusan yang diambilnya semasa kuliah.
Caroline Riady mengambil bidang Elementary Education and Psychology sewaktu kuliah di Wheaton College di Wheaton, Illinois, Amerika Serikat pada 2004 lalu. Dari pendidikannya itu, Caroline Riady memperoleh gelar Bachelor of Arts (BA).
Gelar Bachelor of Arts (BA) ini, sebagaimana dilansir dari Wheaton College, merupakan gelar yang diberikan kepada mahasiswa lulusan di berbagai jurusan humaniora yang lebih luas, termasuk seni, desain, teologi, antropologi, komunikasi, bahasa, hingga pendidikan. Gelar BA tidak hanya disematkan kepada para lulusan seni.
Usai lulus dari Wheaton College, Caroline Riady memutuskan untuk langsung terjun menjadi guru di Lincoln Elementary School District 200, Amerika Serikat. Ia menjadi guru di Amerika Serikat selama 2 tahun, yakni 2004 – 2006.
Usai mengaplikasikan ilmu pendidikannya di sekolah Amerika Serikat setingkat SD, Caroline Riady memilih untuk pulang ke Indonesia. Pada 2006, ia langsung menjadi pengajar di yayasan pendidikan milik keluarganya: Sekolah Pelita Harapan dan Universitas Pelita Harapan (UPH).
Pada 2012, Caroline Riady kemudian mulai merambah pengalaman ke dunia bisnis, khususnya kesehatan setelah mengajar selama 6 tahun di Pelita Harapan.
Perhatian di Bidang Kesehatan, Cara Caroline Riady Beri Semangat Penyintas Kanker
Selain di bidang pendidikan, Caroline Riady juga memberikan perhatian di aspek kesehatan. Salah satu kiprahnya yang tampak berpengaruh pada awal 2025 ini ialah event MRCCC Run for Hope (RFH) 2025 yang diselenggarakan Rumah Sakit MRCCC Siloam Hospitals, pada Minggu (9/2/2025) lalu.
Event ini merupakan bagian dari acara memperingati Hari Kanker Sedunia 2025 yang jatuh pada 4 Februari 2025.
Caroline Riady mengungkapkan, Run for Hope (RFH) 2025 ini digelar untuk memberi semangat kepada masyarakat hingga mengingatkan para penyintas bahwa manusia masih memiliki harapan untuk terbebas dan sembuh dari kanker. Hal ini sesuai dengan nama acara yang telah diusung, “Run For Hope.”
Selain itu, Caroline Riady juga menegaskan bahwa Run for Hope (RFH) diadakan untuk mengapresiasi seluruh pihak. Oleh karena itu, Run for Hope (RFH) ini diikuti oleh para penyintas, keluarga penyintas, tenaga medis, hingga masyarakat umum.
“MRCCC kembali mengadakan MRCCC Run For Hope untuk mengajak seluruh masyarakat berlari dan memberikan semangat kepada saudara-saudara kita yang masih menjalankan pengobatan kanker. Kita juga merayakan kemenangan saudara-saudara kita yang sudah mengalahkan kanker, memberikan apresiasi kepada tenaga medis yang terus merawat dan memberikan pengobatan kepada masing-masing penyintas,” terangnya sebagaimana dilansir dari GNFI.
Selain memberi perhatian kepada para penyintas kanker, Caroline Riady rupanya juga telah menyiapkan skala prioritas bagi para pasien di rumah sakit yang dipimpin.
Helipad yang sempat ramai di media sosial ternyata kerap dijadikan sebagai tempat untuk menurunkan pasien gawat darurat alias emergency.
"Adanya pasien yang emergency, baik ke kota lain, baik ke luar negeri. Atau sebaliknya," jelas Caroline Riady.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News