Di era digital yang semakin berkembang, pendidikan mengalami transformasi besar-besaran. Dengan teknologi, belajar menjadi lebih fleksibel dan akses informasi semakin luas. Namun, apakah digitalisasi benar-benar membuka peluang bagi semua siswa atau justru menciptakan ketimpangan baru?
Jika ditinjau dari perspektif psikologi konstruktivisme dan teori modal sosial dalam sosiologi, kita dapat memahami bagaimana pendidikan digital bisa menjadi alat pemberdayaan atau malah memperdalam jurang eksklusi.
Teori konstruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget menekankan bahwa pembelajaran bukan hanya tentang menerima informasi, tetapi juga membangun pengetahuan melalui pengalaman dan interaksi aktif.
Dalam konteks pendidikan digital, hal ini berarti siswa seharusnya tidak hanya mengonsumsi materi secara pasif, melainkan juga terlibat dalam eksplorasi dan pemecahan masalah yang memperkaya pemahaman mereka.
Di wilayah perkotaan, ketersediaan infrastruktur teknologi memungkinkan siswa untuk menggunakan platform berbasis AI, mengikuti diskusi daring, dan mengembangkan keterampilan melalui berbagai sumber daya digital.
Sebaliknya, di daerah pedesaan, keterbatasan akses dan fasilitas sering kali membuat siswa hanya bisa mengakses materi tanpa kesempatan untuk berinteraksi secara mendalam. Jika akses terhadap teknologi dan pendampingan tidak merata, maka pendidikan digital hanya akan menjadi media transfer informasi, bukan wadah pembelajaran yang aktif dan dinamis.
Dalam sudut pandang sosiologi, teori modal sosial yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga jaringan sosial dan budaya yang membentuk pengalaman belajar seseorang. Modal sosial mencakup dukungan komunitas, kepercayaan, dan hubungan yang memperkaya proses pembelajaran.
Di kota-kota besar, siswa lebih mudah mendapatkan bimbingan dari guru yang melek teknologi, mengakses komunitas belajar daring, serta memperoleh dukungan dari lingkungan yang sudah terbiasa dengan dunia digital.
Sementara itu, di desa, kurangnya modal sosial dapat menghambat adaptasi terhadap pembelajaran digital. Jika guru dan orang tua belum memahami teknologi, maka siswa akan kesulitan mendapatkan bimbingan yang dibutuhkan, meskipun perangkat digital tersedia.
Kesenjangan ini bukan hanya soal ketersediaan teknologi, tetapi juga kesiapan sosial dan budaya dalam menerima perubahan. Banyak sekolah di pedesaan mengalami tantangan dalam membangun budaya digital, di mana metode pembelajaran berbasis teknologi masih dianggap asing.
Tidak jarang, guru dan siswa harus beradaptasi sendiri tanpa dukungan yang cukup, sehingga pendidikan digital hanya menjadi formalitas tanpa dampak nyata pada kualitas pembelajaran.
Namun, pendidikan digital tidak harus menjadi alat eksklusi jika diterapkan dengan strategi yang lebih inklusif dan berbasis komunitas. Teori konstruktivisme menekankan pentingnya pengalaman nyata dalam belajar, sehingga pendidikan digital dapat dikombinasikan dengan metode pembelajaran yang lebih sesuai dengan konteks lokal.
Misalnya, di daerah dengan keterbatasan konektivitas internet, pendekatan alternatif seperti video pembelajaran berbasis komunitas atau radio edukasi dapat menjadi solusi yang efektif.
Dari sudut pandang modal sosial, membangun jaringan pembelajaran yang lebih inklusif bisa menjadi langkah untuk mengurangi kesenjangan pendidikan digital. Program pelatihan digital bagi guru dan orang tua, serta pembelajaran berbasis kelompok, dapat memperkuat modal sosial dalam pendidikan digital.
Ketika komunitas memahami manfaat teknologi dan cara menggunakannya untuk mendukung pembelajaran, maka siswa di daerah pedesaan juga dapat merasakan manfaat yang lebih setara.
Pada akhirnya, pendidikan digital dapat menjadi inovasi yang membawa kemajuan atau justru memperbesar kesenjangan, tergantung pada cara sistem ini diterapkan. Jika hanya berfokus pada distribusi perangkat tanpa mempertimbangkan kesiapan sosial dan budaya, maka pendidikan digital bisa gagal mencapai tujuannya.
Namun, jika teknologi dipadukan dengan pendekatan konstruktivis yang mendorong pembelajaran aktif dan didukung oleh modal sosial yang kuat, maka pendidikan digital dapat menjadi alat pemerataan yang nyata, bukan sekadar simbol modernisasi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News