Papua dikenal dengan adat dan budayanya yang beragam sekaligus unik. Mulai dari kuliner hingga ritual adat yang “berbeda”, senantiasa memiliki kesan tersendiri bagi masyarakat. Papua sebagai pusat keanekaragaman budaya di Indonesia, menyita banyak perhatian hingga mancanegara.
Lebih-lebih lagi soal bahasa daerah yang mereka miliki. Bahasa daerah Papua mencapai 250 lebih bahasa daerah. Tak heran bila Papua dilabeli sebagai wilayah dengan bahasa daerah terbanyak di Indonesia.
Bicara soal bahasa daerah Papua yang memiliki ratusan bahasanya sendiri tersebut, ada banyak hal menarik untuk dibahas lebih dalam. Untuk itu, yuk cari tahu faktanya!
Sejarah
Bahasa daerah Papua berhasil menguasai hampir 36% bahasa daerah yang ada di Indonesia. Artinya terdapat kurang lebih 270-an bahasa daerah di Papua dari 760-an seluruh bahasa yang ada di Indonesia.
Dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa Austronesia dan bahasa Non-Austronesia, keragaman bahasa yang dimiliki oleh masyarakat Papua mencerminkan ragam budaya dan sejarah migrasi yang kompleks.
Sekitar 50.000 tahun yang lalu, orang-orang dari Afrika–yang nantinya dikenal sebagai nenek moyang suku Aborigin–bermigrasi ke Asia Tenggara. Karena letak geografis mereka pada saat itu terisolasi akibat pegunungan dan hutan lebat, menyebabkan tiap kelompok dari mereka menciptakan bahasa sendiri untuk berkomunikasi.
Imigran dari Taiwan dan Filipina datang ke Papua sebagai penutur bahasa Austronesia sekitar 3000 tahun yang lalu. Bahasa Austronesia tersebut mengalami akulturasi dengan bahasa Papua. Hal ini yang kemudian menciptakan variasi baru, seperti bahasa Biak, Wroppen, dan bahasa Raja Ampat.
Letak geografis Papua yang dipenuhi oleh pegunungan dan hutan lebat menjadikan tiap sukunya berkembang sendiri-sendiri dan menciptakan bahasanya. Interaksi yang terbatas antarsuku tersebutlah yang mendorong adanya ratusan bahasa di Papua.
Bahasa Austronesia dan Non-Austronesia
Bahasa Austronesia dan Non-Austronesia menjadi bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Papua. Memiliki perbedaan struktur dan tata bahasanya, kedua bahasa ini juga memiliki penyebaran yang berbeda pada wilayah Papua.
Bahasa Austronesia biasanya digunakan oleh orang-orang Pesisir Papua, terutama bagian utara dan kepulauan. Sedangkan bahasa Non-Austronesia sehari-harinya dijadikan sebagai bahasa pengantar oleh masyarakat Papua pedalaman, antara lain Papua Nugini dengan bahasa seperti Asmat.
Untuk membedakan kedua bahasa ini adalah dengan melihat struktur bahasanya. Bahasa Austronesia yang pola bahasanya lebih mirip bahasa Indonesia ini memiliki struktur kata yang lebih sederhana dibandingkan Non-Austronesia. Sebab pada pola kalimatnya menggunakan S-P-O dan imbuhan seperti awalan dan akhiran.
Sementara untuk Non-Austronesia memiliki tingkatan lebih sulit dan kompleks. Pada penggunaan bahasa ini banyak penggolongan kata benda yang berdasarkan sifat. Selain itu juga untuk penggunaan kata kerja dalam bahasa Non-Austronesia menyesuaikan bentuk sesuai pelaku dan waktu. Untuk struktur dari kalimat bahasa ini menggunakan S-O-P.
Bahasa yang Tersulit?
Dengan beragam jenis bahasa yang dimiliki, bahasa daerah Papua tidak hanya menjadi yang terbanyak, melainkan juga termasuk yang tersulit. Pada bahasa Korowai misalnya, bahasa yang digunakan sehari-hari oleh suku Korowai tersebut memiliki struktur dan kompleksitas yang tergolong rumit.
Penggunaan bahasa ini juga tergolong panjang dalam pengucapannya dan kerap menggunakan klausa bawahan. Selain itu, suku Korowai terletak di wilayah pedalaman perbatasan langsung dengan Papua Nugini, yang menyebabkan bahasa tersebut jarang digunakan oleh orang luar.
Selain bahasa Korowai masih banyak bahasa-bahasa daerah Papua lainnya yang memiliki kompleksitas yang sama sulitnya. Terutama bahasa yang digunakan oleh masyarakat Papua pedalaman, lebih kompleks serta memiliki puluhan fonem dan vokal.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News