Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar tentu dapat menjadi jawaban atas isu konservasi alam yang saat ini sedang marak diperbincangkan. Siapa sangka, leluhur masyarakat Suku Sunda mempunyai pengetahuan tentang bagaimana untuk hidup selaras dengan alam.
Lokasi lengkapnya terdapat di Desa Ciptagelar, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Desa wisata ini terletak di ketinggian 800-1.200 meter di atas permukaan laut. Sebagai bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Desa wisata Kasepuhan Ciptagelar dikelilingi oleh kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani.
Desa wisata ini menawarkan suasana alami yang asri dan tradisi adat yang masih terasa. Jika Kawan GNFI berangkat dari Jakarta, jarak tempuhnya sekitar 172 km dengan medan yang menantang dan berkelok-kelok.
Isu mengenai konservasi alam saat ini sedang ramai-ramainya. Berbagai praktik telah banyak dilakukan. Namun, ternyata sedari dahulu, leluhur masyarakat suku Sunda sudah belajar hidup harmoni dengan alam hingga sekarang.
Di Desa wisata Kasepuhan Ciptagelar, Kawan dapat belajar langsung mengenai bagaimana masyarakat setempat menerapkan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Penasaran? Yuk, jelajahi lebih lanjut!
Mengenal Desa Kasepuhan Ciptagelar
Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar, atau dikenal sebagai Kasepuhan Ciptagelar, merupakan komunitas adat yang masih mempertahankan tradisi leluhur. Sejarah lisan menyebutkan bahwa masyarakat ini awalnya hidup secara nomaden sejak tahun 1368 M. Mereka bermigrasi dari pemukiman pertama di Kasepuhan Cipatat Urug dan menetap terakhir kali di Kasepuhan Ciptagelar pada tahun 2000.
Menurut penuturan Abah Ugi, pemimpin adat setempat, Kasepuhan Ciptagelar memiliki akar sejarah yang kuat dengan Kerajaan Pajajaran di Bogor. Masyarakat adat ini percaya bahwa ketika Kerajaan Pajajaran dihancurkan, sebagian keturunan dari kerajaan ini memilih mengungsi ke Lebak Binong, Kabupaten Lebak, Banten, untuk mempertahankan tradisi dan budaya mereka.
Hidup Harmoni dengan Alam ala Kasepuhan Ciptagelar
Desa Wisata Tradisional, tetapi Melek Teknologi
Meskipun masih menjunjung tinggi adat istiadat, Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar tidak tertinggal dalam hal teknologi. Di desa ini, perangkat elektronik seperti komputer, sound system, alat musik, hingga pemancar radio dapat ditemukan dengan mudah. Bahkan, mereka memiliki jaringan televisi lokal sendiri, lho!
Tak hanya itu, Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar juga telah mengembangkan sumber energi mandiri. Desa ini memiliki pembangkit listrik tenaga air dan tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan listrik. Saat ini, Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar memiliki empat pembangkit listrik tenaga surya yang dibangun untuk mendukung pasokan listrik di desa wisata Kasepuhan Ciptagelar.
Awalnya, pembangkit listrik ini dimulai dengan turbin Cicemet pada tahun 1997, yang memiliki kapasitas 50 kVA dan didanai oleh JICA (Jepang). Dikarenakan sudah tidak berfungsi, dibangun turbin Situ Murni pada tahun 2006-2012 dengan kapasitas yang sama, yaitu 50 kVA.
Wanita memasukkan padi ke dalam leuit | Source: Wikimedia Commons
Turbin ini memanfaatkan aliran Sungai Cisono sepanjang 800 meter dan telah menyediakan akses listrik bagi sekitar 1.500-1.700 keluarga di desa ini. Kehadiran listrik ini menunjukkan bagaimana Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar mampu mengintegrasikan teknologi modern dengan nilai-nilai tradisional.
Ketahanan Pangan ala Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar
Mengutip dari Mongabay, Abah Ugi menjelaskan bahwa sistem pertanian di Kasepuhan Ciptagelar masih menerapkan metode tradisional yang organik tanpa pupuk kimia. Menariknya, masyarakat di sini memiliki cadangan pangan yang cukup untuk setidaknya 95 tahun ke depan, lho!
Di desa ini, panen dilakukan hanya sekali dalam setahun, dan mereka tidak pernah mengalami gagal panen. Hasil panen disimpan dalam leuit (lumbung padi), yang berjejer rapi di seluruh desa. Setiap kelularga kecil wajib memiliki minimal satu leuit, sementara ada juga leuit komunal yang digunakan untuk kepentingan bersama.
Budaya bertani di Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar tidak hanya tentang bercocok tanam, tetapi juga sarat dengan ritual adat yang harus dijalankan, antara lain:
- Ngaseuk: Upacara menanam padi di ladang, kemudian di sawah
- Mipit: Upacara memanen padi, dimulai dari ladang lalu ke sawah.
- Ngayaran: Ritual memasak dan mencicipi hasil panen pertama
- Ponggokan: Permohonan maaf kepada Ibu Bumi atas tanah yang telah diolah untuk pertanian
- SerenTaun: Puncak perayaan sebagai bentuk syukur atas panen yang melimpah.
Seren Taun di Desa Malasari | Source: Wikimedia Commons
Menarik, bukan? Yuk, kunjungi Desa Wisata Kasepuhan Ciptagelar dan rasakan langsung kehidupan harmonis dengan alam serta kearifan lokal yang masih terjaga! Kami tunggu good news dari kalian ya!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News