Aksi unjuk rasa bertajuk Indonesia Gelap menjadi panggung pembuktian bagi Generasi Z. Alih-alih abai terhadap nasib negara, mereka aktif bersuara dengan gaya khasnya.
Serangkaian unjuk rasa bertajuk Indonesia Gelap telah diselenggarakan di sejumlah daerah di Indonesia sejak pertengahan Februari 2025. Berisi 13 tuntutan mulai dari batalan pemangkasan anggaran pendidikan, cabut proyek strategis nasional bermasalah, hingga reformasi Polri, aksi puncaknya terjadi pada Jumat (21/2/2025).
Dalam aksi Indonesia Gelap, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi tampil sebagai penggerak utama. Kendati aksi ini turut diikuti oleh elemen masyarakat lainnya, mahasiswa aktif dalam mengorganisir aksi, baik di lapangan maupun media sosial.
Para mahasiswa tersebut sebagian besarnya merupakan generasi Z atau gen Z, orang-orang yang lahir antara tahun 1997–2012. Hadirnya gen Z dalam aksi seperti Indonesia Gelap pun memberi warna tersendiri terhadap dunia politik. Menurut dosen program studi Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Mohammad Ezha Fachriza Roshady, salah satu karakteristik gen Z yang paling menonjol dalam aksi ini adalah kreativitasnya.
"Generasi Z ini karakteristiknya sudah mulai makin kreatif dari segi isu, media penyampaian, dan sebagainya." ujar Ezha kepada GNFI, Sabtu (22/2/2025).
Wujud kreativitas gen Z dalam aksi Indonesia Gelap utamanya terlihat dari aneka poster yang dibawa ke lokasi aksi. Kerap kali poster-poster tersebut berisi pesan protes yang disampaikan dengan gaya jenaka. Salah satu poster misalnya memasang logo klub sepak bola Manchester United dengan tulisan "Bukan cuma emyu yang lagi era kegelapan". Selain itu, ada pula poster bergambar karakter Homer Simpson sedang menangis di bawah tulisan "Ya Allah kenapa aku WNI".
Gaya Politik Gen Z: Santai Tanpa Rusuh
Tak hanya kreatif, gen Z juga disebut lebih santai dalam berpolitik. Ini berkebalikan dengan citra politik bagi sebagian orang yang dianggap kaku, bahkan kasar.
"Gen Z sekarang ini mereka berpartsipasi dalam politik dengan riang, santai, dan isu-isunya bisa disampaikan dengan baik." tutur Ezha.
Dalam aksi Indonesia Gelap, situasi relatif aman tanpa laporan tindak kekerasan. Terdapat insiden seperti pelemparan molotov kepada aparat pada Jumat malam, namun pelaku disinyalir merupakan provokator yang sengaja menyusup.
Para gen Z sendiri, menurut Ezha cenderung lebih memilih cara damai saat turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi. Aksi kerusuhan pun kini berkurang dibandingkan beberapa tahun silam.
"Kalau saya lihat di setiap aksi unjuk rasa kerusuhan sudah cukup berkurang. Sekarang lebih ke aksi-aksi damai dan oknum-oknum tertentu bisa dipahami oleh karakteristik generasi z itu." lanjutnya.
Gen Z kerap mendapat stigma negatif mulai dari malas, apatis, hingga ingin serba instan. Kendati demikian, lewat aksi Indonesia Gelap, gen Z membuktikan diri bahwa mereka, utamanya yang berasal dari kalangan terdidik yakni mahasiswa, punya kepedulian. Apalagi, mereka sendiri adalah pihak yang terdampak dari berbagai isu yang diangkat dalam aksi.
"Intinya mereka peka juga terhadap isu-isu yang mereka rasakan. Kenapa mereka berpartisipasi dalam politik? Karena isu-isu yang terlibat di dalam kehidupan sehari-harinya itu berdampak kepada mereka sehingga mereka berpartisipasi untuk menyuarakan aspirasi dan kritik terhadap kondisi negara yang terjadi saat ini." pungkas Ezha.