legenda pulau kemaro di sumatra selatan yang berasal dari makam seorang putri - News | Good News From Indonesia 2025

Legenda Pulau Kemaro di Sumatra Selatan yang Berasal dari Makam Seorang Putri

Legenda Pulau Kemaro di Sumatra Selatan yang Berasal dari Makam Seorang Putri
images info

Legenda Pulau Kemaro di Sumatra Selatan yang Berasal dari Makam Seorang Putri


Pulau Kemaro merupakan salah satu delta kecil yang berada di Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan. Terdapat sebuah legenda yang menceritakan tentang asal usul Pulau Kemaro tersebut.

Bagaimana cerita dari legenda Pulau Kemaro yang ada di Sungai Musi? Simak kisah lengkapnya dalam artikel berikut ini.

Legenda Pulau Kemaro

Dilansir dari buku Dian K. yang berjudul 100 Cerita Rakyat Nusantara, dikisahkan pada zaman dahulu raja Kerajaan Sriwijaya memiliki seorang putri yang cantik jelita. Putri raja tersebut bernama Siti Fatimah.

Pada suatu hari, putra mahkota dari China datang berdagang ke Kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya kemudian menyambut putra mahkota yang bernama Tan Boen An tersebut.

Raja Sriwijaya merasa senang dengan Tan Boen An. Raja suka dengan kerajinan dan ketekunan yang dimiliki oleh putra mahkota dari Negeri China tersebut.

Hal inilah yang membuat Raja Sriwijaya berkeinginan untuk menjadikan Tan Boen An sebagai menantunya. Sang raja pun mengundang Tan Boen An untuk datang ke istana.

Di istana, Tan Boen An akhirnya bertemu dengan Siti Fatimah. Tan Boen An terkesima dengan kecantikan Siti Fatimah.

Sebaliknya, Siti Fatimah ternyata juga tertarik dengan Tan Boen An. Akhirnya Tan Boen An memutuskan untuk melamar Siti Fatimah.

Raja Sriwijaya tentu senang dan menerima lamaran tersebut. Sang raja kemudian meminta sembilan guci berisi emas sebagai mas kawin untuk pernikahan Tan Boen An dan Siti Fatimah.

Tan Boen An kemudian mengutus pengawalnya untuk kembali ke Negeri China. Dia menitipkan sebuah pesan kepada orang tuanya.

Dalam pesan tersebut, Tan Boen An meminta restu dari orang tuanya karena akan menikah dengan Siti Fatimah. Selain itu, dia juga meminta sembilan guci berisi emas sebagai mas kawin pernikahan.

Setelah berbulan-bulan berlalu, pengawal Tan Boen An kembali ke Sriwijaya dengan membawa sembilan guci. Tan Boen An kemudian mengajak sang raja dan Siti Fatimah untuk melihat guci tersebut.

Tanpa sepengetahuan Tan Boen An, kedua orang tuanya menutup emas-emas yang ada di guci tersebut dengan sayuran. Hal ini berguna agar emas itu selamat jika kapal yang dibawa pengawalnya dirompak di tengah lautan.

Namun sayang mereka lupa memberitahu hal ini kepada Tan Boen An dan pengawalnya. Akhirnya ketika sang raja membuka guci tersebut, yang dia lihat hanyalah sayur-sayuran yang sudah busuk.

Tan Boen An merasa malu dan gusar melihat hal itu. Dengan spontan dia langsung membuang semua guci tersebut ke Sungai Musi.

Pada saat Tan Boen An membuang guci terakhir, ternyata guci tersebut membentuk tiang kapal dan pecah. Kemudian emas yang ada di dalam guci tersebut langsung berserakan di Sungai Musi.

Tan Boen An langsung menyadari bahwa guci-guci yang dia buang sebelumnya sebenarnya berisi emas. Tanpa pikir panjang, dia langsung melompat ke Sungai Musi.

Meskipun arus Sungai Musi sangat deras, Tan Boen An terus berenang mengejar guci-guci tersebut. Akhirnya tubuh Tan Boen An makin menjauh dari kapal dan tidak kelihatan lagi.

Keberadaan Tan Boen An masih belum diketahui meskipun beberapa hari sudah berlalu. Hal ini membuat Siti Fatimah menjadi gusar dan cemas.

Siti Fatimah akhirnya memutuskan untuk mencari calon suaminya tersebut. Bersama beberapa pengawal, Siti Fatimah kemudian menyisiri Sungai Musi dengan sebuah kapal.

Di tengah perjalanan, Siti Fatimah merasa mendengar suara Tan Boen An. Namun dirinya tidak menemukan tubuh calon suaminya itu.

Siti Fatimah kembali mendengar suara Tan Boen An berulang kali. Tanpa pikir panjang, Siti Fatimah langsung melompat ke dalam Sungai Musi tanpa bisa dicegah oleh para pengawal.

Tubuh Siti Fatimah kemudian hanyut dibawa arus Sungai Musi. Melihat hal ini, para pengawal langsung melaporkan hal tersebut kepada sang raja.

Raja pun bergegas menyisi Sungai Musi dan melakukan pencarian. Namun usaha ini tidak berhasil menemukan tubuh Siti Fatimah.

Sang raja hanya melihat gundukan tanah yang ada di pinggiran Sungai Musi. Sang raja kemudian meyakini gundukan tanah tersebut merupakan makam Siti Fatimah.

Lama-kelamaan gundukan tersebut makin membesar seiring berjalannya waktu. Gundukan tanah inilah yang nantinya diyakini sebagai asal usul Pulau Kemaro.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Irfan Jumadil Aslam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Irfan Jumadil Aslam.

IJ
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.