mengenal nokdiak moncong panjang mamalia unik mirip landak asal papua - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Nokdiak Moncong Panjang, Mamalia Unik Mirip Landak Asal Papua

Mengenal Nokdiak Moncong Panjang, Mamalia Unik Mirip Landak Asal Papua
images info

Mengenal Nokdiak Moncong Panjang, Mamalia Unik Mirip Landak Asal Papua


Di pedalaman hutan Papua, tersembunyi makhluk unik yang mirip landak, yaitu nokdiak moncong panjang (dikenal secara ilmiah sebagai Zaglossus spp). Hewan ini termasuk dalam kelompok monotremata, mamalia langka yang bertelur alih-alih melahirkan anak. 

Meski mirip dengan landak atau trenggiling, nokdiak moncong panjang menyimpan keunikan evolusioner yang membuatnya berbeda dari mamalia lainnya. Sayangnya, keberadaannya kini terancam oleh perburuan dan hilangnya habitat. Mari, mengetahui lebih dekat kehidupan hewan endemik yang menjadi simbol kekayaan biodiversitas Papua ini.

Karakteristik Nokdiak Moncong Panjang

Nokdiak moncong panjang memiliki tubuh berbulu kasar dengan duri tajam di punggung, mirip ekidna (hewan monotremata lain dari Australia).

Moncongnya yang panjang dan melengkung berfungsi untuk menggali tanah mencari cacing tanah dan serangga, makanan utamanya. Ukurannya bervariasi, mulai dari 60 cm hingga 1 meter, dengan berat mencapai 5–10 kg. 

Seperti platipus, hewan ini bertelur namun menyusui anaknya melalui kelenjar susu khusus. Keunikan lain adalah kemampuannya menggulung badan seperti bola saat terancam, dengan duri sebagai perlindungan alami.

Studi dari EDGE of Existence Programme: Long Beaked Echidna (2023) menjelaskan, nokdiak moncong panjang memiliki indra penciuman tajam dan sistem elektro resepsi di moncongnya, mirip platipus, untuk mendeteksi mangsa di dalam tanah.

Kemampuan ini menjadikannya “insinyur ekosistem” yang menjaga keseimbangan tanah hutan Papua.

baca juga

Memiliki Habitat di Hutan Pegunungan 

Nokdiak moncong panjang hidup di hutan hujan tropis dataran tinggi Papua, terutama di ketinggian 1.500–4.000 meter di atas permukaan laut. Kawasan seperti Pegunungan Tengah Papua, Pegunungan Cyclops, dan Taman Nasional Lorentz menjadi rumah utama mereka.

Habitatnya dipenuhi lumut, tanah lembab, dan serasah daun tebal yang mendukung kehidupan invertebrata sebagai sumber makanan.

Dalam laporan IUCN Red List: Zaglossus spp. Assessment (2023), hewan ini aktif di malam hari (nokturnal) dan lebih sering bersembunyi di balik akar atau bebatuan pada siang hari.

Perubahan iklim dan deforestasi mengancam kelestarian habitat alaminya, memaksa populasi Nokdiak tersudut ke area yang semakin terisolasi.

Jenis-Jenis Nokdiak Moncong Panjang 

Spesies nokdiak moncong panjang terbagi menjadi tiga jenis utama berdasarkan temuan taksonomi:

  1. Zaglossus bartoni (ekidna moncong panjang timur): Ditemukan di Pegunungan Timur Papua Nugini, memiliki duri lebih pendek dan moncong lebih melengkung.
  2. Zaglossus attenboroughi (ekidna attenborough): Spesies terkecil, hidup di Pegunungan Cyclops Papua. Dinamai untuk menghormati Sir David Attenborough, naturalis legendaris.
  3. Zaglossus bruijni (ekidna moncong panjang barat): Menghuni wilayah Papua Barat dan Kepulauan Aru, dengan tubuh lebih besar dan duri lebih tebal.
Nokdiak Moncong Panjang Timur
info gambar

Nokdiak Moncong Panjang Timur | commons.wikimedia.org/Matteo De Stefano/MUSE


Penelitian terbaru dalam Journal of Mammalogy: Genetic Diversity of Zaglossus spp (2023) mengungkapkan, adanya perbedaan genetik signifikan antarspesies ini, menunjukkan sejarah evolusi yang kompleks. Sayangnya, semua jenis nokdiak masuk kategori kritis (Critically Endangered) akibat populasi yang terus menyusut.

Status Kepunahan dan Upaya Perlindungan

Berdasarkan IUCN Red List (2023), seluruh spesies nokdiak moncong panjang berstatus terancam punah. Ancaman utama berasal dari perburuan tradisional oleh masyarakat lokal untuk diambil dagingnya, serta alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Di Pegunungan Cyclops, populasi Zaglossus attenboroughi diperkirakan tersisa kurang dari 50 ekor.

Upaya konservasi mulai digalakkan, seperti penetapan Taman Nasional Lorentz sebagai kawasan lindung dan program edukasi masyarakat oleh organisasi seperti WWF Indonesia.

Peneliti dari Universitas Cenderawasih juga mengembangkan pemantauan melalui kamera jebak dan pelibatan masyarakat adat dalam patroli hutan. Namun, minimnya data populasi dan tantangan infrastruktur di Papua menjadi hambatan.

baca juga

Nokdiak moncong panjang bukan sekadar hewan endemik, melainkan bukti hidup sejarah evolusi mamalia yang langka. Keberadaannya mengingatkan kita akan keunikan alam Papua yang rentan terhadap perubahan.

Melindungi nokdiak berarti menjaga keseimbangan ekosistem hutan pegunungan dan warisan biodiversitas untuk generasi mendatang. Kolaborasi antara pemerintah, peneliti, dan masyarakat lokal menjadi kunci agar fauna ini tidak sekedar menjadi cerita. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.