Bawah Skor adalah komunitas pengarsipan sejarah sepak bola yang berbasis di Yogyakarta. Berbekal fanatisme dan kesadaran tinggi akan pentingnya sejarah persepakbolaan lokal, terutama Persatuan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM), membuat komunitas satu ini tekun mengarsip, meneliti, serta mereproduksi lagi narasi yang terkumpul untuk dijadikan ke berbagai karya.
Penggagasnya ialah Dimaz Maulana, seorang lulusan Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menilai Bawah Skor sebagai bentuk spirit dan kecintaannya terhadap PSIM. Ia terpicu membentuk komunitas tersebut dari kegelisahan tidak adanya pengarsipan di PSIM yang bisa berdampak ke alpaan pengetahuan sejarah dalam diri suporter yang mencintai tim tersebut.
Sayangnya, Dimaz belum melihat petinggi PSIM atau klub sepak bola lain memiliki keseriusan mengangkat narasi sejarah sebagai suatu hal yang penting. Padahal menurutnya, nilai-nilai kesejarahan perlu ditonjolkan demi tumbuh kembang klub.
Narasi Sejarah
PSIM tak disangkal adalah kesebelasan bersejarah di persepakbolaan Indonesia. Jika menilik akar sejarah pendirian Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), nama PSIM tersemat di situ sebagai salah satu bon yang ikut menjadi pendiri.
Pihak petinggi PSIM mungkin tahu soal sejarah penting itu, tapi soal mereka menseriusinya lebih lanjut adalah cerita lain. Karena seperti kebanyakan klub-klub sepak bola Indonesia, mengejar kemenangan dan meraih gelar lebih penting ketimbang membingkai narasi sejarah dari klub itu sendiri. Maka dari itu tak heran pihak luar baik itu komunitas maupun perorangan lebih terlihat peduli akan narasi sejarah dari klub yang mereka dukung. Biasanya mereka tanpa mengharap imbalan. Hanya modal rasa ingin tahu dan kecintaan yang besar.
Bawah Skor yang digagas Dimaz seperti itu. Satu per satu kisah mengenai PSIM ditampung dari banyak media entah itu surat kabar lawas ataupun pelaku sejarah. Setelahnya, kisah disebarkan lewat berbagai cara mulai dari zine, pameran, buku, sampai video dokumentasi. Semua diatur sendiri tanpa bantuan dari pihak PSIM.
“Dalam konteks PSIM yang sering disebut klub bersejarah gitu, misalnya CEO bilang bahwa klub ini bersejarah nampaknya belum menjadi satu usaha yang lebih konkret. Bahwa terus nek tim bersejarah terus ngopo?” kata Dimaz kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Dimaz menyadari predikat PSIM sebagai klub bersejarah begitu penting khususnya untuk mengembangkan klub ke depannya. Hanya saja, ia belum melihat narasi sejarah dianggap penting oleh petinggi klub.
“Kita tarik lagi ke klub. Kayaknya mereka belum punya bayangan bahwa narasi sejarah adalah salah satu kunci untuk ngembangin klub itu sendiri,” jelasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News