Indonesia memiki ragam budaya, terutama tarian, yang khas di setiap daerahnya. Tak luput juga tarian perang yang menggambarkan keberanian dan keperkasaan masyarakat setempat.
Mari, Kawan kita kenali 15 tarian perang khas Nusantara yang melambangkan keperkasaan dan keberanian!
1. Tari Masalo
Tari masalo dari Lore Poso, Sulawesi Tengah, menggambarkan kisah perjuangan Tadulako (Raja Perang) yang berusaha mempertahankan wilayahnya dari serangan musuh. Dalam tarian ini, diceritakan bagaimana Tadulako pergi berperang meninggalkan istrinya yang setia berdoa untuknya.
Sebelum berangkat, sang istri berpesan agar suaminya kembali dalam waktu tiga bulan, jika tidak, ia akan mencari pengganti. Tarian ini sering dipertunjukkan untuk menyambut tamu agung.
2. Tari Tua Reta Lo’u
Tari tua reta lo'u merupakan tari perang asal Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur yang menggambarkan teknik perang suku Sikka Krowee zaman dulu.
Tarian ini melibatkan seorang pria yang meliuk di udara dengan tumpuan bambu setinggi tiga/empat meter sambil mengayunkan pedang. Penari lain pun bertugas memegangi tumpuan bambu tersebut.
Tarian yang dibawakan secara berkelompok ini memiliki tiga bagian: Awi Alu, Maget Mot, dan tarian tua reta lo'u itu sendiri. Tarian ini biasanya dipertunjukkan untuk menyambut tamu, dan jika penari mengacungkan pedang, itu menandakan tamu diterima dengan hormat.
3. Tari Hedung
Tari hedung berasal dari suku Adonara di Flores, Nusa Tenggara Timur, dan menggambarkan semangat juang nenek moyang. Para penari menggunakan perlengkapan perang tradisional seperti parang, tombak, perisai, dan ikat kepala dari daun kelapa. Mereka memperagakan gerakan berperang, termasuk duel dengan parang atau lemparan tombak.
Dahulu, tari hedung dipentaskan untuk menyambut pahlawan yang pulang dari perang, melambangkan nilai kepahlawanan dan semangat perjuangan yang tak kenal menyerah. Kini, tarian ini juga ditampilkan dalam berbagai acara adat seperti penyambutan tamu, pernikahan, atau pesta sakramen Imamat.
Tari Kataga dari Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur @ Marthen.djawa/wikimedia commons
4. Tari Kataga
Tari kataga adalah tari tradisional dari Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Dulu, tari ini menggambarkan upacara memancung kepala musuh, dimulai dari aksi mengintai dan menghindari serangan musuh.
Kata "kataga" berasal dari "taga" yang berarti memotong atau memancung kepala, dengan tambahan awalan "ka" yang memberi makna ‘mari kita pancung’. Sejak 1960-an, setelah tidak ada lagi perang antar suku, tari kataga beralih menjadi pertunjukan seni yang dapat dibawakan kapan saja dan di mana saja.
5. Tari Ajay
Tari ajay berasal dari suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur, yang menggambarkan semangat perang, keberanian, dan pantang menyerah. Kata "Ajay" sendiri dalam bahasa setempat berarti teriakan perang atau semangat untuk membela suku, serta merujuk pada ksatria perang.
Dalam pertunjukan ini, penari menggunakan perisai dan mandau sebagai alat untuk memperagakan aksi peperangan. Tarian ini mencerminkan kekuatan dan tekad suku Dayak Kenyah dalam menghadapi tantangan.
6. Tari Caci
Tari caci berasal dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur dan dibawakan oleh dua penari pria yang saling bertarung, dengan satu penari menyerang dan yang lainnya berusaha menghindar.
Penari yang menyerang, disebut paki, membawa cambuk, sementara yang bertahan, disebut ta'ang, melindungi diri dengan perisai dan busur. Penari mengenakan topi mirip tanduk kerbau, disebut panggal, serta celana putih dan kain tradisional songke, dengan pelindung tubuh berupa handuk di leher dan ekor kuda di punggung.
Dahulu, tari caci juga digunakan sebagai ajang tebar pesona, di mana pria berusaha menarik perhatian wanita dengan menunjukkan keperkasaan mereka. Namun, makna sesungguhnya dari tari ini adalah ungkapan syukur kepada Tuhan atas berkat yang diberikan.
7. Tari Falabea
Tari falabea atau juga bisa disebut dengan tari perang Papua berasal dari Papua Barat dan dibawakan oleh para pria yang mengenakan pakaian adat Papua sambil membawa atribut perang seperti tombak dan busur panah. Tarian ini menggambarkan semangat kepahlawanan dan keberanian suku Papua di medan perang.
Dulu, tari ini dipentaskan sebelum berangkat berperang, sebagai cara untuk membangkitkan semangat para prajurit dalam menghadapi perang suku. Namun, kini, karena jarang terjadi perang antar suku, tari ini dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya tradisional dan dipertunjukkan untuk hiburan.
Tari Cakalele dari Maluku @ Ardian Djati/wikimedia commons
8. Tari Cakalele
Tari cakalele berasal dari Maluku dan dipentaskan oleh prajurit yang hendak berangkat atau pulang dari medan perang. Dalam bahasa setempat, "caka" berarti roh, dan "lele" berarti mengamuk, yang menggambarkan bagaimana prajurit bisa kerasukan roh saat menari dan berteriak "Aulee aulee", yang berarti banjir darah.
Kini, tari cakalele sering dipertunjukkan dalam upacara adat, dengan penari pria dan wanita yang membawakan gerakan layaknya prajurit berperang. Penari pria membawa parang dan tameng berbentuk persegi panjang, sementara penari wanita hanya menggunakan sapu tangan dengan gerakan yang lebih lembut sebagai pengiring.
9. Tarian Tobe
Tari tobe merupakan tari perang tradisional khas suku Asmat, Papua, yang dulu dipentaskan untuk memberi semangat kepada prajurit yang akan berperang. Saat ini, tari ini sering ditampilkan sebagai pertunjukan seni, misalnya untuk menyambut tamu penting di Papua.
Penari pria yang membawakan tari tobe mengenakan rok dari akar dan daun serta ikat kepala khas Papua dengan bertelanjang dada. Dalam tarian ini, penari menggunakan tombak dan busur, dengan iringan musik dari alat tradisional tifa.
10. Tari Fataele
Tari fataele adalah tari perang tradisional dari Pulau Nias, Sumatera Utara, yang menggambarkan suasana perang saudara. Tarian ini biasanya dibawakan secara massal oleh puluhan pria, baik yang muda maupun tua, dan semakin semarak dengan teriakan-teriakan para penari.
Dalam pertunjukan ini, penari menggunakan properti seperti pedang, tombak, dan perisai. Pedang yang digunakan dalam tari ini konon dipercaya memiliki kekuatan magis yang bisa membuat tubuh kebal. Asal-usul tari fataele diyakini berasal dari perselisihan antara kakak beradik di Desa Orahili Fau, Nias.
11. Tari Kabasaran
Tari kabasaran adalah tarian keprajuritan tradisional dari Minahasa. Tarian ini berasal dari kata “Wasal” yang terinspirasi oleh ayam jantan yang dipotong jenggernya untuk membuatnya lebih garang dalam bertarung. Tarian ini diiringi oleh suara tambur atau gong kecil, dengan para penari yang disebut Kawasaran.
Nama Kawasaran kemudian berkembang menjadi "Kabasaran," yang berasal dari gabungan kata "Kawasal ni Sarian," di mana "Kawasal" berarti mengikuti gerakan tari, dan "Sarian" adalah pemimpin perang. Tari ini mencakup sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus tombak (wengkouw) dan terdiri dari tiga bagian: Cakalele, Kumoyak, dan Lalayaan.
Tari Kabasaran dari Minahasa @ Rian Tatuwo/wikimedia commons
12. Tari Soreng
Tari soreng berasal dari Magelang, Jawa Tengah, dan menggambarkan kisah Arya Penangsang serta prajuritnya yang berusaha merebut Kerajaan Pajang. Dalam pertunjukannya, tari ini dibawakan oleh 10 hingga 12 penari pria yang terbagi dalam dua kelompok.
Setiap kelompok mengenakan kostum berwarna berbeda sebagai simbol permusuhan. Kostum yang dikenakan biasanya bermotif bunga, dan para penari menggunakan properti seperti tombak dan kuda buatan dari bambu. Tari soreng sering dipertunjukkan dalam acara seperti khitanan dan pernikahan.
13. Tari Kinyah Uut Danum
Tari kinyah uut danum adalah tarian perang tradisional dari Kalimantan Barat yang menampilkan keberanian dan teknik bela diri dalam pertempuran. Tarian ini berasal dari subsuku Dayak Uut Danum.
Dulu, tari ini digunakan sebagai persiapan fisik sebelum tradisi Mengayau, perburuan kepala musuh oleh suku Dayak, untuk menunjukkan kesiapan para pria Dayak Uut Danum yang akan pergi ke hutan untuk melaksanakan perburuan tersebut.
14. Tari Kancet Papatai
Tari kancet papatai berasal dari Kalimantan Timur dan merupakan tarian perang tradisional yang menceritakan perjuangan seorang pahlawan Dayak Kenyah melawan musuh. Tarian ini juga menggambarkan keberanian pria atau ajai suku Dayak Kenyah.
Tarian ini dilakukan mulai dari sebelum pertempuran hingga upacara pemberian gelar bagi mereka yang berhasil mengalahkan musuh. Gerakan tariannya sangat lincah, gesit, dan penuh semangat, sering kali disertai dengan pekikan dari para penari. Tari ini diiringi lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik tradisional sampe.
15. Tari Faluaya
Tari faluaya adalah salah satu kesenian tradisional dari suku Nias, Sumatera Utara, yang merupakan tarian perang menggunakan perlengkapan seperti tameng, pedang, dan tombak. Tarian ini memiliki makna mendalam dalam budaya Nias, karena melambangkan perubahan status seorang laki-laki dari remaja menjadi dewasa.
Arti dari faluaya sendiri adalah "bersama-sama" atau "kerja sama", yang tercermin dalam tarian kolosal iyang melibatkan hingga ratusan penari laki-laki.
Dalam setiap pertunjukannya, para penari menggambarkan semangat perjuangan prajurit, dengan tameng di tangan kiri, dan pedang/tombak di tangan kanan yang menggambarkan kesiapan bertempur.
Begitu beragam tarian perang yang dimiliki oleh Nusantara. Semangat tarian perang bukan pada kekerasaanya tetapi keperkasaan dan kejayaan dalam merawat budaya. Sudahkah Kawan melihat salah satu tarian tersebut?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News