setiap lebaran ada ketupat ini sejarah tradisi makna dan filosofinya - News | Good News From Indonesia 2025

Setiap Lebaran Ada Ketupat: Ini Sejarah, Tradisi, Makna, dan Filosofinya

Setiap Lebaran Ada Ketupat: Ini Sejarah, Tradisi, Makna, dan Filosofinya
images info

Setiap Lebaran Ada Ketupat: Ini Sejarah, Tradisi, Makna, dan Filosofinya


Tidak hanya pada Lebaran atau Idulfitri ketupat hadir mewarnai dunia kuliner Indonesia. Beberapa makanan khas Indonesia selalu menggunakan ketupat, misalnya lotek di Yogyakarta atau Jawa Tengah.

Namun sebaliknya, pada setiap Lebaran selalu ada ketupat—kecuali daerah tertentu di luar pulau Jawa yang memiliki tradisi lain. Misalnya daerah tertentu di Sulawesi, sebagai ganti ketupat adalah Buras atau Burasa.

Umumnya di Pulau Jawa ketupat selalu ada sebagai bagian dari tradisi Idulfitri. Mari kenali sejarah ketupat dan tradisi ketupat dalam konteks Lebaran serta makna ketupat Idulfitri dan
filosofi ketupat Lebaran.

Apa itu Ketupat?

Ketupat adalah makanan tradisional terbuat dari beras, umumnya berfungsi sebagai pengganti nasi untuk menyertai lauk. Ketupat mirip lontong, tetapi berbeda dari sisi penampilan.

Jika lontong dibungkus bulat memanjang menggunakan daun pisang, maka ketupat berbentuk persegi (kubus) dan dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda yang disebut janur.

Bahan utama ketupat adalah beras, yang dimasukkan ke dalam anyaman persegi daun kelapa muda. Lalu, dimasak dengan cara direbus menggunakan air hingga matang. Teksturnya kenyal dengan rasa yang khas.

Sejarah Ketupat

Merunut sejarahnya, keberadaan ketupat di tanah air sudah berlangsung lama. Masyarakat Jawa sudah mengenal makanan persegi berbahan beras ini sejak masa pemerintahan Kerajaan Demak pada abad ke-15.

Sejarah ketupat terkait erat dengan keberadaan salah seorang Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga. Ketupat merupakan bagian dari perjalanan kegiatan penyebaran agama Islam di pulau Jawa.

Pada masa itu, ketupat bukan sekadar berfungsi sebagai makanan. Sunan Kalijaga menggunakan jenis makanan ini sebagai simbol budaya, agar memudahkan untuk diterima masyarakat Jawa.

Dengan kata lain, ketupat telah menjadi sarana untuk mendukung dakwah dan akulturasi nilai-nilai Islam dengan budaya Jawa yang sudah ada pada saat itu.

Pada akhirnya ketupat memberikan sumbangsih peran tersendiri bagi keberhasilan misi penyebaran agama Islam. Islam sebagai agama kemudian diterima secara luas oleh masyarakat Jawa.

Tradisi Ketupat

Ketupat yang semula merupakan bagian dari strategi budaya, perlahan-lahan menjadi tradisi yang diwariskan generasi ke generasi dan lekat menjadi bagian dari perayaan Idulfitri.

Tradisi dan budaya ketupat di Lebaran khususnya di Pulau Jawa, menjadi simbol kebersamaan dan silaturahmi. Ketupat menjadi terintegrasi dalam sajian dan untuk dinikmati bersama.

Tradisi ketupat mudah diterima sebagai bagian yang identik dengan Lebaran, juga tak lepas dari alasan praktis. Makanan ini tergolong awet atau tahan lama, sangat tepat di tengah orang-orang yang sibuk.

Makna Ketupat

Penggunaan ketupat untuk menjadi bagian dari kegiatan penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga, memiliki makna yang sangat mendalam.

Kata “ketupat” berasal dari kata “kupat”, yang dalam bahasa Jawa memiliki makna ganda, yakni “ngaku lepat” (mengakui kesalahan) dan “laku papat” (empat tindakan).

“Ngaku Lepat”

"Ngaku lepat" yang bahasa Jawa bermakna “mengakui kesalahan”, sering digunakan dalam perayaan atau tradisi tertentu seperti syawalan (halal bihalal).

Dalam penerapannya, “ngaku lepat” adalah tindakan meminta maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan. Pengakuan ini sekaligus sebagai ucapan janji untuk memperbaiki diri. Dengan demikian, bermakna melakukan introspeksi dan penyucian hati.

"Ngaku lepat" merefleksikan nilai-nilai utama dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, meliputi saling memaafkan dan menjaga kerukunan, merawat relasi baik antarsesama.

“Laku Papat”

“Laku papat” dalam budaya Jawa berarti empat laku, tindakan, atau langkah yang ditempuh untuk mencapai kehidupan yang lebih baik secara spiritual dan sosial. Laku papat mencakup:

  • Riyaga: Menjaga tubuh (raga) dan perilaku agar senantiasa sehat dan bersih.
  • Rasa: Melatih kepekaan rasa dalam rangka memahami diri sendiri dan lingkungan sekitar.
  • Rukun: Menjaga relasi baik dengan sesama, harmonis dalam keluarga serta dengan teman dan masyarakat.
  • Rukun Tuhan: Mendekatkan diri kepada Tuhan melalui tindakan berdoa, meditasi, dan ketulusan hati.

Konsep “laku papat” mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia fisik, sosial, dan spiritual. Merangkum sifat melimpahi (luberan), melebur dosa (leburan), pintu ampunan terbuka lebar (lebaran), dan menyucikan diri (laburan).

Filosofi Ketupat

Filosofi ketupat bermula dari bentuknya yang segi empat (kubus), yang menggambarkan prinsip “kiblat papat, limo pancer” (empat arah, satu pusat). Maknanya, “ke mana pun manusia melangkah, pasti akan kembali kepada Allah”.

Empat sisinya melambangkan empat nafsu dasar manusia, yakni amarah (emosi), lawamah (lapar dan haus), sufiah (nafsu memiliki sesuatu yang bagus atau indah), dan muthmainah (memaksa diri).

Keempat hawa nafsu yang mendasar ini dikendalikan saat seseorang menjalani puasa. Memakan ketupat pada saat Lebaran, membawa arti bahwa orang tersebut sudah dianggap mampu menahan nafsu.

Selain itu, setiap komponen yang membentuk ketupat juga memiliki makna tersendiri.

  • Janur: Akronim dari jatining nur, dalam bahasa Jawa berarti hati nurani.
  • Anyaman: Tali silaturahmi, melambangkan kemajemukan masyarakat Jawa yang harus dieratkan.
  • Kupat: Pernyataan atau mengaku bersalah (ngaku lepat).
  • Bentuk: Arah kiblat, berasal dari “kiblat papat (mata angin) limo pancer (kiblat).
  • Beras: Menggambarkan nafsu duniawi yang berhasil ditaklukkan.

Menjadi jelas bahwa ketupat yang selalu ada pada setiap Lebaran atau Idulfitri, bukan sekadar bagian dari santapan yang lezat. Namun, memiliki sejarah panjang penuh makna dan filosofi yang dalam.

Setelah menjalani puasa dan tiba pada hari Lebaran, maka menyantap ketupat Idulfitri akan menjadi pengingat bagi setiap orang untuk merefleksikan makna dan nilai-nilai yang menyertainya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ang Tek Khun lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ang Tek Khun.

AT
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.