prediksi zen rs untuk indonesia 2045 orang main bola makin sedikit - News | Good News From Indonesia 2025

Prediksi Zen RS untuk Indonesia 2045, Orang Main Bola Makin Sedikit

Prediksi Zen RS untuk Indonesia 2045, Orang Main Bola Makin Sedikit
images info

Prediksi Zen RS untuk Indonesia 2045, Orang Main Bola Makin Sedikit


Indonesia Emas 2045 adalah gagasan yang dicanangkan pemerintah Indonesia saat menginjak usia ke-100 tahun nanti. Harapannya, di usia emas Indonesia sudah lebih maju di banyak sektor dari mulai ekonomi, kesehatan, sampai pendidikan.

Ada anggapan cita-cita itu akan tercapai karena diprediksi Indonesia akan mendapat bonus demografi pada 2030-an. Itu artinya saat memasuki 2045 akan banyak orang-orang berusia produktif yang diyakini bisa memajukan bangsa.

Harapannya begitu, tetapi tidak otomatis semua sepakat Indonesia akan melesat pada 2045 mendatang. Pekerjaan rumah di dalam negeri yang menggunung menjadi alasan banyak orang di tanah air tak begitu optimistis hal baik terealisasi saat Indonesia berusia 100 tahun.

Esais dan jurnalis ternama, Zen Rachmat Sugito atau biasa dikenal Zen RS adalah salah satunya. Dikenal sebagai pencinta dan pemerhati sepak bola nasional tulen, ia pun menyuarakan prediksinya bagaimana nasib persepakbolaan Indonesia pada 2045 saat berbincang dengan Good News From Indonesia. Menurut Zen, akan sedikit orang Indonesia bermain sepak bola pada tahun tersebut. Kenapa tuh?

Lapangan Habis

Penghobi sepak bola tak jarang memainkan olahraga tercintanya tersebut dengan bermain di lapangan. Entah itu berumput atau tidak, yang jelas cukup ada lapangan, bola, dan gawang, permainan pun bisa dijalankan bersama kawan dekat di tongkrongan. Pemandangan seperti itu sudah menjadi hal umum di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia yang memiliki banyak tanah lapang dan bisa dinikmati secara gratis untuk sekadar bermain sepak bola.

Sayangnya, hari berganti hari dan tahun berganti tahun, semakin sulit lapangan bermain sepak bola dijumpai. Di kota besar misalnya, lapangan sepak bola kerap menjadi tempat berdirinya bangunan beton perkantoran. Di perkampungan pun samanya, lahan sebesar itu tak jarang dieksploitasi untuk rumah vakansi (vila) orang gedongan yang mungkin jarang ditempati oleh mereka.

Alhasil lapangan sepak bola gratisan menjadi langka. Jikalau ada, para penghobi sepak bola mesti membayar sewa ke pengusaha lapangan yang sadar bahwa olahraga populer ini sudah sangat diindustrialisasi dan dapat menarik keuntungan pribadi.

Gambaran itulah yang terjadi di Indonesia saat ini. Negara yang mengaku sebagai penggila sepak bola, tapi nyatanya ruang-ruang lapang untuk bermain barang beberapa menit saja sudah beralihfungsi. Namun, mau bagaimana lagi? Ketika pemangku kebijakan tidak begitu peduli, lahan-lahan pun “disulap” untuk tujuan lain yang mereka anggap lebih bermanfaat.

“Gejala hari ini adalah lapangan makin habis. Apa yang terjadi dengan pagar laut, penggusuran di mana-mana, hutan malah dijadiin buat ini dan itu. Lapangan makin susah. Di kampung-kampung masih banyak ya, tapi akan makin habis. Jumlah lapangan yang hilang itu lebih banyak daripada jumlah lapangan yang baru. Siapa yang cukup gila untuk bikin lapangan hari ini di Jakarta? Lapangan 60 X 100, belum ngomongin lahan parkirnya. Benefitnya enggak ada, negara juga enggak membantu. Lebih gampang mengonversi lahan-lahan kosong menjadi perumahan dan lain-lain,” ucap Zen kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.

Zen mengerti akan kegelisahan itu. Alhasil ia merasa dugaan bahwa orang Indonesia lebih cenderung berkarakter “penonton sepak bola” dibandingkan “suka bermain sepak bola” bakal semakin kuat.

Semakin sedikit lahan bermain sepak bola, dampaknya pun kemungkinan akan terasa ke persepakbolaan nasional pada 2045. Zen memprediksi semakin sedikit orang Indonesia bermain sepak bola karena terpicu faktor sedikitnya lahan untuk bermain.

“Dugaan saya orang yang bermain bola akan semakin sedikit karena enggak ada tempat untuk bermain bola,” ucap penulis buku Simulakra Sepakbola itu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dimas Wahyu Indrajaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dimas Wahyu Indrajaya.

DW
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.