Malam di Gedung Theater Taman Budaya Raden Saleh Semarang terasa berbeda pada 26 April 2025. Lantai dasar gedung itu dipenuhi semangat seni dari berbagai penjuru nusantara dalam acara Pusparagam Budaya Indonesia 2025 #1, berhasil menyedot perhatian penonton dari berbagai kalangan, menghadirkan ragam seni tari tradisional hingga kontemporer yang memukau.
Acara ini dibuka secara simbolis dengan pukulan kentongan oleh perwakilan dari Kepala Bidang Kebudayaan Kota Semarang, Kepala UPTD Taman Budaya Raden Saleh Semarang, Bapak Agung Ciptaningtyas, serta Ketua Panitia Pusparagam Budaya Indonesia 2025 #1, Bapak Ayok Eko Pratiwi.
Pembukaan Pusparagam Budaya Indonesia 2025 ditandai dengan pukulan kentongan oleh perwakilan pejabat. | Foto: Dokumentasi Pribadi
Pusparagam Budaya Indonesia 2025 #1 diselenggarakan oleh Sanggar Seni Perwira Budaya Semarang sebagai bentuk upaya melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia.
Dengan tema "Seni Berbisa, Budaya Bernyawa", acara ini mempersembahkan deretan karya seni dari berbagai komunitas seni yang berfokus pada eksplorasi nilai tradisi dan kreativitas kontemporer.
Karya Kalibrasi: Perjalanan Emosional Mahasiswa UNNES
Salah satu penampilan yang menjadi sorotan adalah dari Jurusan Pendidikan Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (UNNES). Mereka membawakan tari kontemporer berjudul "Karya Kalibrasi", yang menggambarkan perjalanan emosional seorang penari dalam meraih ambisinya.
"Karya ini menceritakan bagaimana perjuangan, sakit, senang, dan harapan bercampur menjadi kekuatan untuk menjadi seorang penari profesional," ungkap Hafiz Nur, salah satu penari.
Karya yang awalnya merupakan ujian koreografi semester lima ini sudah tampil sebanyak tiga kali, termasuk di ISI Surakarta. Uniknya, koreografi disusun secara kolektif oleh tujuh mahasiswa, menciptakan gerak yang penuh ekspresi dan makna.
Cerita Para Penampil Muda di Balik Panggung
Selain UNNES, beberapa kelompok lain turut meramaikan acara, seperti:
- Canthas Production dengan Tari Angon,
- Sanggar Seni Perwira Budaya dengan Tari Sigrak dan Tari Rancak Denok,
- Sanggar Sekar Arum dengan Tari Topeng Geyol,
- Paguyuban Tari Jawa Yasa Budhaya dengan Tari Bang Ceng Ceng,
- Sanggar Setyo Langen Budoyo ft Swatantra dengan Tari Topeng Lengger,
- Sanggar Seni Perwira Budaya dengan karya Krido Utomo.
Di balik kemegahan panggung, para talent muda juga menyimpan cerita perjuangan. Naura dan Aira, penari Karya Tari Krido Utomo, berbagi pengalaman berlatih selama satu bulan penuh.
"Tarian ini menceritakan tentang kisah cinta Dewi Arimbi dan Brotoseno. Untuk acara malam ini, sanggar kami mengeluarkan lima tampilan sekaligus, bersama dengan beberapa sanggar lain yang juga tampil," ujar Naura dan Aira. "Kami sudah mempersiapkan sejak bulan lalu, dan sebelumnya kami juga pernah tampil di panggung besar seperti lomba di Purawisata Ramayana Yogyakarta."
"Senang sekali bisa ikut serta, apalagi tampil di acara ini," ujar Caca, salah satu penari muda dari Tari Rancak Denok.
Sementara itu, Fina dan Kirana yang membawakan Tari Angon mengaku sempat merasa gugup, namun berhasil menampilkan tarian dengan apik.
"Senang bisa tampil malam ini, agak deg-degan sedikit," ujar Fina.
Semangat dan kerja keras para penari muda ini menjadi bukti bahwa seni terus hidup di generasi masa kini.
Acara yang berlangsung hingga malam hari ini disaksikan dengan antusias oleh puluhan penonton dari berbagai usia. Banyak dari mereka yang tidak ragu mengabadikan momen pertunjukan melalui kamera dan ponsel mereka.
Pihak panitia berharap, dengan suksesnya gelaran tahun ini, Pusparagam Budaya Indonesia dapat menjadi acara budaya tahunan di Semarang, membuka lebih banyak ruang bagi seniman muda untuk berkarya dan tampil di hadapan publik.
Para penampil, panitia, dan tamu berfoto bersama menutup rangkaian acara Pusparagam Budaya Indonesia 2025. | Foto: Dokumentasi Pribadi
Pusparagam Budaya Indonesia 2025 tidak hanya menjadi ajang pertunjukan seni, tetapi juga ruang bertumbuh bagi generasi muda untuk terus belajar dan berproses dalam dunia seni tari. Seperti kata Hafiz Nur saat sesi wawancara, "Menjadi seorang penari tidak hanya cukup satu kali tampil. Di atas langit masih ada langit. Ambisi untuk terus berkembang harus selalu dinyalakan."
Dengan semangat itu, Pusparagam Budaya Indonesia 2025 benar-benar menjadi perayaan seni yang berbisa dan budaya yang bernyawa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News