Kawan GNFI, Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan budaya, bahasa, dan tradisi yang terbentang dari Sabang hingga Marauke. Warisan ini bukan sekedar simbol masa lalu, melainkan fondasi identitas bangsa yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, dan gotong royong.
Dalam konteks ini, humaniora menjadi jembatan penting untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang mulai tergerus zaman. Humaniora, yang mencakup bidang seperti sejarah, filsafat, antropologi, dan sastra, berfungsi sebagai cermin kemanusiaan.
Ia tidak hanya mempelajari manusia dalam konteks fisik, tetapi juga nilai, makna, dan hubungan antarmanusia. Di tengah gempuran teknologi dan globalisasi yang masif, nilai-nilai humaniora menjadi penyeimbang agar Indonesia tidak kehilangan jati diri.
Kearifan lokal adalah bentuk konkret dari nilai-nilai humaniora yang tumbuh dan berkembang dari pengalaman hidup masyarakat. Misalnya, falsafah hidup masyarakat Jawa yang dikenal dengan "Sangkan Paraning Dumadi", atau sistem adat "Nagari" di Minangkabau, menunjukkan bagaimana manusia Indonesia menghargai hubungan antara individu, masyarakat, dan alam.
Mengapa Humaniora Penting dalam Melestarikan Budaya Lokal?
Kawan GNFI, dalam konteks budaya Betawi, terdapat tradisi palang pintu yang bukan hanya hiburan saat pernikahan, tetapi juga mengandung nilai keberanian, sopan santun, serta penghargaan terhadap perempuan. Hal ini membuktikan bahwa kearifan lokal adalah warisan humaniora yang memperkuat karakter bangsa.
Namun sayangnya, banyak dari nilai-nilai tersebut mulai dilupakan atau sekadar dijadikan hiasan dalam upacara seremonial. Ini menjadi tugas penting bagi generasi muda untuk menggali kembali, mendokumentasikan, dan mengaktualisasikan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari.
Kawan GNFI, Kita hidup di era digital dengan arus informasi yang luar biasa cepat. Teknologi telah membawa banyak manfaat, tetapi juga berisiko mengikis nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, toleransi, dan kebijaksanaan.
Di sinilah pentingnya peran humaniora sebagai pengingat dan pengarah. Melalui pelajaran sejarah, kita diajak memahami perjuangan bangsa dalam meraih kemerdekaan. Melalui sastra, kita belajar merasakan penderitaan dan kebahagiaan orang lain.
Melalui filsafat, kita diajak berpikir kritis dan mendalam. Semua ini memperkuat ketahanan budaya Indonesia di tengah perubahan zaman. Humaniora bukanlah lawan dari sains dan teknologi, melainkan pelengkap yang memberikan arah dan makna.
Bayangkan teknologi tanpa etika, atau pembangunan tanpa nilai-nilai lokal, maka yang terjadi adalah alienasi dan kerusakan sosial.
Pendidikan untuk Tanamkan Humaniora
Pendidikan menjadi sarana strategis untuk menanamkan nilai-nilai humaniora sejak dini. Sayangnya, mata pelajaran yang berbasis humaniora sering dianggap kurang penting dibanding sains eksakta. Ini adalah tantangan yang harus diubah.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah pembelajaran kontekstual berbasis budaya lokal. Misalnya, pelajaran bahasa Indonesia yang menggunakan teks cerita rakyat setempat, atau pelajaran seni budaya yang mengajak siswa menggali langsung tradisi daerahnya.
Gerakan digitalisasi budaya juga menjadi langkah positif, seperti platform Digitalisasi Budaya Indonesia oleh Kemendikbudristek yang mengarsipkan ribuan artefak budaya. Generasi muda dapat memanfaatkan teknologi untuk mendekatkan diri pada warisan budaya, bukan malah menjauhinya.
Indonesia berdiri di atas semangat kebhinekaan. Bukan sekadar berbeda, tetapi saling menghormati dalam perbedaan. Nilai ini adalah esensi dari humaniora yang sesungguhnya menghargai keberagaman sebagai kekayaan, bukan ancaman. Masih banyak tantangan sosial yang menguji semangat kebhinekaan, seperti intoleransi, polarisasi, dan disinformasi.
Kawan GNFI, menghadapi hal ini tidak cukup hanya dengan kebijakan, tetapi juga pendidikan nilai dan pendekatan humaniora. Memahami orang lain, memelihara empati, dan membangun dialog adalah kunci menjaga persatuan di tengah perbedaan.
Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.” Pernyataan ini juga bisa dimaknai sebagai penghormatan pada sejarah, budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan yang telah membentuk bangsa ini.
Kawan GNFI, masa depan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh kekuatan ekonomi dan teknologi, tetapi juga oleh kekuatan budaya dan kemanusiaannya. Humaniora hadir sebagai jangkar moral dan spiritual yang membimbing bangsa ini tetap berada pada jalurnya, jalur kemanusiaan, kebudayaan, dan kebijaksanaan.
Menghidupkan kembali nilai-nilai humaniora bukan berarti menolak kemajuan. Sebaliknya, ini adalah cara agar kemajuan kita tetap manusiawi, berakar pada jati diri, dan berpijak pada nilai-nilai luhur bangsa.
Mari kita jaga dan rawat warisan budaya serta nilai-nilai kemanusiaan, agar generasi mendatang tidak hanya mewarisi tanah dan kekayaan alam. Namun, juga warisan tak ternilai dari para leluhur: kebijaksanaan hidup sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News