krisis identitas dalam diri hidjo tinjauan psikologis dalam novel student hidjo - News | Good News From Indonesia 2025

Krisis Identitas dalam Diri Hidjo, Tinjauan Psikologis dalam Novel Student Hidjo

Krisis Identitas dalam Diri Hidjo, Tinjauan Psikologis dalam Novel Student Hidjo
images info

Krisis Identitas dalam Diri Hidjo, Tinjauan Psikologis dalam Novel Student Hidjo


Sudah pasti sosok Hidjo dalam buku Student Hidjo yang ditulis oleh Marco Kartodikromo akan menarik perhatian Kawan. Sebagai seorang pelajar Hindia Belanda yang menerima pendidikan di Belanda selama periode kolonial, Hidjo menghadapi tantangan akademik serta pergolakan internal yang rumit.

Ia terombang-ambing antara nilai-nilai tradisional dari tanah airnya dan gaya hidup Eropa yang modern dan bebas di tengah perbedaan budaya yang tajam. Pertanyaannya adalah, seperti apa krisis identitas yang dialami oleh karakter Hidjo?

Selain itu, bagaimana pergulatan internal ini menunjukkan tekanan mental yang dialami siswa perantauan seperti dirinya?

Novel Student Hidjo yang ditulis oleh Marco Kartodikromo pertama kali diterbitkan di Harian Sinar Hindia pada tahun 1918. Dilatari pada awal kebangkitan intelektual pribumi Hindia Belanda dan menampilkan dilema psikologis tokohnya, Hidjo, pemuda yang sedang belajar di Belanda.

Dari perspektif psikologi perkembangan, khususnya krisis identitas yang dikembangkan oleh Erik Erikson, Hidjo berada di tahap "identity vs. role confusion," di mana seseorang berusaha menemukan jati dirinya di tengah tekanan lingkungan dan perubahan sosial-budaya.

baca juga

Sejak awal, Hidjo digambarkan sebagai sosok yang resah dan tidak sepenuhnya nyaman dengan kehidupan barunya di Belanda.

“Sudah dua bulan lamanya Hidjo tinggal di Negeri Belanda... tetapi belum merasa kerasan” (Kartodikromo, 1989:2).

Ketidaknyamanan ini merupakan gejala awal dari krisis identitas, di mana individu mengalami kebingungan antara nilai-nilai asal dan pengaruh budaya asing.

Ketika menonton pertunjukan Faust di Koninklijke Schouwburg, Hidjo mengalami pengalaman reflektif yang mengguncang batinnya.

Ia merasa kisah Faust, yang tergoda oleh cinta dan meninggalkan pengetahuan serta moralitasnya, seolah menyindir dirinya sendiri:

“Waktu Hidjo melihat opera... hatinya menjadi tergoncang. Seolah-olah cerita itu menyindir dirinya” (Kartodikromo, 1989:2).

Konflik moral antara idealisme dan godaan duniawi ini menjadi inti dari pergulatan batin Hidjo. Godaan itu menjadi nyata dalam hubungannya dengan Betje, seorang gadis Belanda. Saat menonton pertunjukan Lili Green, Hidjo merasa hatinya berdebar-debar melihat perempuan menari dengan pakaian transparan.

“Entah karena ketakutan atau entah terlalu senang... Hidjo tidak tahan melihat lebih lama” (Kartodikromo, 1989:5).

Ketika ini terjadi, ia tidak lagi bergumul dengan ide, tetapi terlibat langsung dalam pengalaman yang menggoyahkan nilai-nilainya.

baca juga

Keterlibatan emosional dan fisik dengan Betje menggambarkan keterasingan Hidjo dari nilai-nilai budaya asalnya. Ia mulai melalaikan tugasnya sebagai pelajar dan larut dalam hubungan asmara.

“Pergaulan Hidjo dan Betje semakin intim... waktunya untuk belajar sering digunakan untuk melayani kehendak Betje” (Kartodikromo, 1989:2).

Dalam konteks psikologi perkembangan, ini menunjukkan bahwa Hidjo mengalami disorientasi peran, karena ia gagal mempertahankan identitasnya sebagai pelajar dan calon intelektual pribumi yang bermoral.

Krisis identitas ini bukan sebagai masalah individual semata, melainkan sebagai akibat dari sistem kolonial yang memaksa pemuda bumiputera untuk menyesuaikan diri dalam kerangka nilai Barat, sambil meninggalkan akar budayanya.

Dalam surat-surat dari Wungu dan Biru yang diterima Hidjo, ditunjukkan bahwa nilai-nilai keluarga, kehormatan, dan ikatan sosial tetap kuat di tanah air. Namun, Hidjo terperangkap dalam dilema, mempertahankan nilai asal atau menyatu dalam budaya penjajah yang menggoda dan merusak.

Tema psikologis yang jarang dibahas dalam literatur kolonial diangkat dalam novel ini, yang membuatnya menjadi bagian penting dari diskusi sastra Indonesia.

Pembaca dapat melihat bahwa krisis yang dialami Hidjo adalah hasil dari tekanan ideologis dan struktural yang dialami pemuda terpelajar Hindia Belanda daripada kesalahan individu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.