menelisik tradisi unik nyuteng proses panen padi masyarakat jember di tengah arus modernisasi - News | Good News From Indonesia 2025

Menelisik Tradisi Unik Nyuteng, Proses Panen Padi Masyarakat Jember di Tengah Arus Modernisasi

Menelisik Tradisi Unik Nyuteng, Proses Panen Padi Masyarakat Jember di Tengah Arus Modernisasi
images info

Menelisik Tradisi Unik Nyuteng, Proses Panen Padi Masyarakat Jember di Tengah Arus Modernisasi


Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan modernisasi, tradisi Nyuteng masih bertahan di beberapa wilayah Jember. Nah, tradisi ini tentunya menjadi bukti nyata betapa kuatnya kepercayaan masyarakat akan dunia yang tak kasatmata.

Ritual mistis yang dijakankan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yan Maha Esa karena mampu memberikan kesuburan di tanahnya.

Menurut Journal of Agricultural Socioeconimcs and Business, tradisi Nyuteng merupakan salah satu yang saat ini masih dilestarikan di Kabupaten Jember. Nah, mereka yang berada di daerah Pakusari masih sangat percaya terhadap tradisi yang dilakukan oleh petani padi.

Tradisi Nyuteng biasanya dilakukan oleh seorang petani di sawah serta di rumah. Bagi masyarakat yang ada di sekitar Pakusari, ritual ini bukan sekadar tradisi turun-temurun saja. Namun, tradisi ritual ini memiliki nilai hubungan sosial yang sangat mendalam.

baca juga

Meski masih bertahan, tradisi Nyuteng di Jember menghadapi tantangan berat di era modern. Salah satu tekanan terbesar datang dari generasi muda yang semakin skeptis terhadap praktik mistis ini. Banyak anak muda menganggap Nyuteng sebagai ritual kuno yang tidak relevan dengan kehidupan modern yang serba digital dan rasional.

Maka dari itu, mari Kawan simak bersama proses tradisi Nyuteng yang memiliki banyak aspek nilai fundamental.

Peoses Tradisi Kearifan Lokal Nyuteng

1. Sawah (Sederhana)

Ritual Nyuteng sebagai bentuk kearifan lokal petani Jember dilaksanakan secara sederhana pada sore hari sebelum masa panen padi, khususnya oleh petani pemilik lahan kurang dari 0,5 hektar.

Prosesi ini melibatkan seluruh keluarga petani yang membawa berbagai sesajen ke sawah, antara lain tajin (air cucian beras), sepotong ayam, jajanan tradisional, dan nasi tumpeng kecil. Nah, uniknya tradisi tajin yang berperan sebagai sesaji utama ditempatkan di aliran saluran air yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar dengan sangatan.

Kemudian, nasi tumpeng yang dikonsumsi bersama oleh keluarga petani dan warga yang hadir sebagai wujud kebersamaan. Tentu ini merupakan bentuk cara membangun rasa syukur dan berintariksi sosial yang kuat.

Di titik akhir, sesajen yang berupa potongan ayam dan sisa tajin memang sengaja ditinggalkan di beberapa sudut sawah. Hal ini mencerminkan keyakinan spiritual petani akan keberkahan terhadap hasil panen. Tradisi ini memang sederhana, tetapi masih lestari karena wujud harmonisasi antara praktik pertanian dan nilai-nilai budaya lokal.

2. Rumah (Besar-Besaran)

Ritual Nyuteng dalam skala besar dilakukan oleh petani dengan pemilik lahan sekitar 1 hektar. Ritual ini dilakukan melalui dua tahap pelaksanaan, yaitu di sawah dan di rumah. Tahap pertama dilaksanakan di sawah pada sore hari sebelum panen dengan prosesi serupa versi sederhana. Kemudian, melalui tahap kedua dilakukan berupa syukuran pasca panen di kediaman petani.

Nah, hal yang paling unik dalam versi besar-besaran ini adalah keterlibatan yang semakin luas. Petani mengundang tetangga dan warga sekitar untuk menghadiri slametan di rumah.

Acara syukuran ini menampilkan hidangan nasi beserta kue-kue tradisional yang dibagikan sebagai berkat kepada para undangan, melambangkan rasa syukur sekaligus mempererat ikatan sosial masyarakat agraris.

Perbedaan utama antara pelaksanaan sederhana dan besar terletak pada skala partisipasi dan rangkaian acara pasca panen ini, yang menjadikan Nyuteng tidak hanya sebagai ritual pertanian tetapi juga perayaan secara komunal.

baca juga

Di tengah derap modernisasi yang tak terbendung, nasib Nyuteng tergantung seperti dupa yang menyala di ujung abad. Ritual yang menjadi jembatan antara dunia nyata dan mistik ini, kini menghadapi sebuah tantangan modernisasi seperti generasi muda yang lebih percaya pada algoritma ketimbang mantra.

Namun, justru di ambang kepunahan ini, Kawan GNFI juga harus mulai tersadar bahwa Nyuteng bukan sekadar ritual, melainkan arsip hidup yang menyimpan falsafah Jawa tentang harmoni manusia, alam, dan spiritual. Maka, sebelum suara mantra terakhir menghilang ditelan gemuruh teknologi.

Ini menjadi tanggung jawab Kawan GNFI untuk dapat mendokumentasikan setiap rincian sebuah tradisi mulai dari urutan ritual, makna sesaji, hingga filsafat yang terkandung di dalamnya. Sebab ketika sebuah tradisi punah, yang hilang bukan hanya sebuah praktik, melainkan satu cara unik manusia dalam memaknai kehidupan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.