Bagi banyak orang, usia 30 hingga 50 adalah masa di mana hidup terasa semakin sunyi tapi isi pikiran tetap sibuk. Kawan bukan lagi pemula, tapi juga belum tentu mapan. Di usia ini, banyak dari Kawan berada di titik tengah: di antara mimpi yang belum sepenuhnya tercapai dan realita yang kadang tidak sesuai rencana.
Meski sering disebut sebagai usia produktif, kenyataannya justru di rentang inilah kesehatan mental sering kali diabaikan. Kawan diminta kuat, dewasa, mampu menahan beban, tapi siapa yang bertanya, “Apa kabar Kawan sebenarnya?”
Ciri Kelelahan Mental di Usia 30–50 Tahun
Kelelahan mental tak selalu terlihat, tapi memakan banyak tenaga. Berikut beberapa ciri yang patut dikenali:
Merasa hampa meski hari penuh aktivitas
Kawan bergerak, sibuk, tapi seperti ada ruang kosong di dalam yang tak kunjung terisi.
Menunda banyak hal karena takut gagal
Bahkan hal-hal kecil terasa berat untuk dimulai. Kawan tahu harus bergerak, tapi rasanya tak ada tenaga emosional.
Cepat marah, mudah tersinggung, atau terlalu sensitif
Bukan karena Kawan “lemah”, tapi karena beban yang Kawan pikul sudah terlalu lama dipendam sendiri.
Menurunnya rasa percaya diri
Terutama saat mulai membandingkan diri dengan pencapaian orang lain—entah di pekerjaan, pernikahan, atau finansial.
Merasa "terjebak" dalam rutinitas
Hari-hari terasa seperti pengulangan, dan Kawan bertanya, “Apa yang sebenarnya sedang aku kejar?”
Tips dan Cara Menjaga Kesehatan Mental di Usia Dewasa
a. Redefinisikan Arti Produktif
Produktif tak selalu berarti sibuk atau berpenghasilan besar. Kadang, produktif adalah mampu mencintai diri sendiri, menjalani hidup tanpa harus selalu membandingkan, atau merawat anak dan orang tua dengan sepenuh hati.
b. Kurangi Beban Tak Terlihat: Ekspektasi Sosial
Berhenti hidup demi validasi orang lain. Tak apa jika Kawan belum punya rumah, belum menikah, atau baru mulai lagi dari nol. Hidup bukan lomba lari cepat, tapi perjalanan dengan ritme masing-masing.
c. Sediakan Waktu untuk Diri Sendiri
Jangan menunggu burnout untuk mulai istirahat. Jadwalkan waktu jeda. Me-time di usia 30–50 tahun bukan egois, tapi kebutuhan mental yang mendesak.
d. Jaga Koneksi Sosial yang Sehat
Temui teman yang bisa Kawan ajak bicara tanpa merasa dihakimi. Bangun lingkaran yang sehat, bukan yang saling menjatuhkan.
e. Rutin Bergerak & Kurangi Konsumsi Negatif
Olahraga ringan, meditasi, atau bahkan hanya menyapu rumah sambil mendengarkan musik bisa membantu mengurai stres. Hindari terlalu sering scrolling media sosial yang penuh pencapaian orang lain. Ingat, yang Kawan lihat bukan keseluruhan hidup mereka.
Kapan Perlu Mencari Bantuan Profesional?
Jangan tunggu sampai terlalu lelah untuk mulai mencari pertolongan. Pertimbangkan konsultasi dengan psikolog atau konselor jika:
Rasa sedih, hampa, atau cemas berlangsung lebih dari dua minggu
Aktivitas harian terganggu karena emosi yang tak terkendali
Muncul keinginan untuk menyakiti diri atau merasa lebih baik jika tidak ada
Foto: Cottonbro pexels.com
Mencari bantuan bukan tanda kelemahan, tapi keberanian untuk mengakui bahwa Kawan ingin pulih dan hidup lebih baik.
Untuk Kawan GNFI, yang Masih Bertahan di Usia 30–50 Tahun
Tidak apa jika Kawan belum punya pencapaian besar. Tidak masalah jika hidupmu tak sesuai rencana. Kawan tidak gagal. Kawan masih sedang bertumbuh.
Setiap hari Kawan bangun dan mencoba lagi, itu juga bentuk keberhasilan.
Kawan berharga bukan karena apa yang Kawan miliki, tapi karena Kawan ada dan berani terus melangkah.
"Jika hari ini Kawan merasa tertinggal, ingatlah: tidak semua orang sampai di tujuan dengan waktu yang sama. Hidup bukan kompetisi. Kawan masih bisa menggapai tujuanmu, walau dengan langkah kecil sekalipun. Tidak terlambat dan Kawan tetap layak dicintai."
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News