pindah ke jakarta siap siap hadapi culture shock ini - Culture | Good News From Indonesia 2025

Pindah ke Jakarta? Siap-Siap Hadapi Culture Shock Ini!

Pindah ke Jakarta? Siap-Siap Hadapi Culture Shock Ini!
images info

Pindah ke Jakarta? Siap-Siap Hadapi Culture Shock Ini!


Jakarta menjadi kota impian bagi setiap warga di Indonesia karena dikenal menjadi tempat yang memiliki pertumbuhan lebih cepat daripada di daerah. Hal tersebut memicu banyaknya perantau yang datang ke Jakarta.

Tidak menutup kemungkinan, kehidupan di Jakarta sangatlah berbeda dengan kehidupan di beberapa daerah lainnya. Hal ini tentunya menjadi culture shock bagi beberapa orang yang baru saja pindah atau pun berlibur ke ibu kota. 

Culture Shock di Jakarta

Kawan GNFI berniat merantau ke ibu kota? Tentunya Kawan harus siap menghadapi perbedaan budaya yang terjadi di Jakarta. Inilah culture shock di Jakarta yang harus siap dihadapi.

1. Jakarta: Kota yang Tak Pernah Tidur

Dilansir dari unggahan Instagram @pesona.indonesia menjelaskan bahwa kota yang tak pernah tidur adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kota Jakarta. Mulai dari pagi hingga menjelang larut malam, aktivitas yang terjadi di kota ini tidak pernah berhenti.

Jadi, jangan kaget ya, Kawan, saat pindah ke Jakarta akan menemui orang di jalan pada pukul berapapun.

baca juga

2. Macet: Makanan Sehari-Hari Warga Ibu Kota

Siapa yang tak kenal bahwa di Jakarta menempuh jalan yang hanya beberapa kilometer bisa memakan waktu beberapa menit lamanya. Hal itu disebabkan adanya kemacetan yang terjadi di Jakarta.

Dilansir dari inrix.com terkait Global Traffic Scorecard 2024, Jakarta menduduki peringkat ke-8 menjadi kota termacet di dunia. Oleh karena itu, macet merupakan makanan sehari-hari warga Jakarta. Jakarta akan jarang mengalami kemacetan apabila saat Hari Raya Idulfitri saja, karena banyak warga Jakarta yang mudik ke kampung halaman.

Oleh karena itu, Kawan perlu mempersiapkan diri dan menghitung waktu dengan sebaik mungkin agar tidak telat menghadiri apapun itu karena macet Jakarta yang sering kali tidak sesuai prediksi.

3. Biaya Hidup yang Melejit

Dilansir dari Kompas.id, standar layak hidup di Jakarta berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 lalu mencapai Rp19,953 juta per tahun atau setara Rp1,66 juta per bulan.

Namun realita yang diungkapkan oleh salah satu warga Jakarta Barat yang dikutip dari Kompas.id, pengeluaran hidup layak di Jakarta dalam satu bulan dapat mencapai Rp5 juta. Jika dirincikan terdapat pengeluaran untuk hunian, uang makan, uang untuk keluarga dan uang lain-lain.

Hal ini membuktikan bahwa biaya hidup di ibu kota sangatlah tinggi, berbeda dengan biaya hidup di daerah.

4. Individualisme yang Tinggi

Apabila Kawan tidak ingin menjadi pusat perhatian, Jakarta merupakan tempat yang cocok dihuni ataupun dikunjungi. Budayanya yang multikultural membuat masyarakat lebih toleran dan terkesan cuek.

Budaya bekerja keras di kota ini juga membuat orang-orang fokus pada kehidupannya masing-masing sehingga terkesan individualis. Meski terkesan cuek dan individualis, bukan berarti mereka tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Budaya tolong menolong masih ada juga di Jakarta. Jadi, sikap individualis yang dimiliki warganya bukan berarti tidak punya sifat untuk menolong satu sama lain.

5. Kecepatan dan Kompetensi yang Tinggi

Karena termasuk kota yang aktif dan mendapat julukan kota yang tak pernah tidur, hidup di Jakarta menuntut kita harus memiliki kecepatan serta kompetensi yang tinggi. Jika kita tidak memiliki kecepatan baik dalam beradaptasi di lingkungan sosial, maka kita akan sedikit tertinggal.

Contohnya saja tren yang tersebar di media sosial, sebagai warga Jakarta tentunya harus memiliki pengetahuan yang cepat agar tertinggal tren yang ada. Selain itu kompetensi yang tinggi sangat dibutuhkan karena banyaknya persaingan dunia kerja di Jakarta.

Ini menuntut setiap masyarakatnya memiliki kompetensi yang lebih tinggi agar dapat bersaing mendapatkan pekerjaan yang baik di Jakarta.

6. Ragam Budaya dan Cara Berinteraksi

Jika Kawan berpindah ke Jakarta, jangan heran jika banyak orang yang tidak menggunakan kalimat "aku" – "kamu" saat berbicara dengan teman. Karena budaya di Jakarta yang sudah terbiasa menggunakan bahasa pergaulan, sehingga jika berbicara dengan teman menggunakan panggilan tersebut akan kurang biasa.

Penggunaan kata "aku" dan "kamu" biasa digunakan hanya untuk berkomunikasi dengan pasangan ataupun saat pendekatan dengan seseorang. Jadi jangan salahgunakan kata panggilan ya Kawan ketika tinggal di Jakarta.

baca juga

Kunci Bertahan Saat Menghadapi Culture Shock

Tidak menutup kemungkinan bahwa pastinya budaya-budaya di Kota Jakarta yang sudah disebutkan di atas sering kali membuat para perantau kaget. Namun tenang saja, hal itu tentunya dapat dihadapi.

Miliki pola pikir yang terbuka, bangun relasi dengan penduduk lokal ataupun dapat mengikuti komunitas berdasarkan hal yang disukai, kuasai bahasa yang sesuai daerahnya, tetapi tetap sopan dan santun, kelola stres, dan perlu bersabar.

Itu dia beberapa culture shock yang biasa dihadapi oleh orang-orang yang datang ke Jakarta baik untuk berlibur maupun perantau yang menetap di Jakarta. Apakah Kawan yang berada di luar Jakarta berminat untuk tinggal di ibu kota? Jangan lupa untuk pelajari budayanya terlebih dahulu ya Kawan!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.