Di tengah derasnya arus digitalisasi dan tekanan ekonomi masa kini, muncul sosok-sosok perempuan tangguh yang berperan ganda dalam menjaga keseimbangan kehidupan keluarga. Salah satu potret nyata datang dari Ibu Puspita Dewi (36), seorang ibu tunggal yang hidup di dalam keluarga multigenerasi.
Tinggal bersama orang tua dan tiga adiknya di kawasan Dramaga, Bogor, Ibu Puspita tak hanya berjuang membesarkan anak perempuannya yang duduk di kelas 1 SD, tetapi juga menjadi tulang punggung ekonomi lewat usaha kerudung sistem pre-order dan pelatihan digital marketing.
Fenomena keluarga multigenerasi makin umum terjadi di Indonesia. Dalam situasi seperti ini, peran, komunikasi, dan pengelolaan sumber daya menjadi kompleks, tapi juga membuka peluang dukungan emosional dan praktis yang tidak tersedia dalam keluarga inti biasa.
Melalui studi ini, kita menyelami kehidupan Ibu Puspita, menggali strategi manajemen waktu, keuangan, stres, hingga pemanfaatan teknologi dalam menunjang perannya sebagai ibu dan pekerja. Studi ini juga berupaya menyoroti bagaimana nilai-nilai keluarga dan ketahanan mental menjadi pilar utama dalam membangun keharmonisan meski dalam keterbatasan.
1. Perjuangan di Tengah Peran Ganda
Sebagai ibu tunggal, Ibu Puspita menghadapi beban ganda. Ia tidak hanya harus memastikan anaknya mendapatkan perhatian dan pendidikan yang layak, tetapi juga menanggung kebutuhan ekonomi keluarga kecilnya.
Ia membagi waktu antara mengantar anak sekolah, berjualan makanan dan kerudung secara daring, serta mengikuti kelas digital marketing. Meski penghasilannya belum stabil, ia tetap konsisten menyisihkan sekitar Rp2 juta per bulan untuk kebutuhan pokok dan pendidikan sang anak.
2. Kehidupan dalam Keluarga Multigenerasi
Dalam rumah tersebut, peran domestik terbagi cukup adil. Orang tua memasak, Ibu Puspita bertanggung jawab membersihkan rumah dan mengasuh anak, sedangkan adik-adiknya belum bekerja.
Meskipun orang tua masih menjadi pengambil keputusan utama, komunikasi antar anggota keluarga tetap terbuka. Diskusi dan dukungan moral menjadi pondasi penting dalam keberlangsungan rumah tangga ini. Dinamika ini menunjukkan bahwa struktur keluarga multigenerasi tidak hanya menjadi beban, tapi juga sumber kekuatan kolektif.
3. Manajemen Waktu dan Stres
Ibu Puspita mengatur waktu dengan menyusun jadwal harian. Pagi digunakan untuk keluarga, siang dan sore untuk usaha daring. Ia juga kerap menghadapi tantangan ketika harus menyesuaikan waktu kerja karena permintaan perhatian dari anak.
Untuk mengatasi stres, ia berkumpul bersama teman-teman atau memilih bercerita dengan sang anak. Meskipun jarang melakukan pembicaraan mendalam dengan orang tua, ia tetap menjaga hubungan harmonis dalam rumah. Menemukan ruang pribadi untuk refleksi juga menjadi bagian penting dari manajemen stres yang dijalaninya.
4. Ekonomi Keluarga: Bertahan dengan Prioritas
Pengeluaran keluarga belum diatur secara kolektif, namun Ibu Puspita terbiasa membuat prioritas sendiri. SPP anak sebesar Rp750.000 dibayar di awal bulan, dan sisanya digunakan untuk kebutuhan harian. Keinginan untuk menabung dan berinvestasi ada, namun penghasilan yang tidak menentu menjadi kendala.
Dalam keadaan mendesak, ia tidak segan meminta bantuan dari orang tua, namun tetap berusaha mandiri. Ia pun mulai mempelajari literasi keuangan sederhana untuk merencanakan masa depan anaknya.
5. Pendidikan dan Teknologi: Jalan Menuju Mandiri
Teknologi menjadi sahabat Ibu Puspita. Ia memanfaatkan media sosial untuk promosi produk, mengikuti pelatihan daring, dan memasarkan barang jualannya. Sementara anaknya menggunakan gadget untuk les online dan hiburan.
Ibu Puspita membatasi penggunaan gadget sang anak agar tetap seimbang antara dunia digital dan kehidupan nyata. Ia percaya bahwa pemanfaatan teknologi harus bijak agar tidak menggerus nilai-nilai keluarga. Lebih jauh lagi, ia bertekad menjadikan keterampilan digital sebagai modal untuk membangun bisnis yang berkelanjutan.
6. Komunikasi Keluarga: Antara Tradisi dan Adaptasi
Komunikasi dalam keluarga dilakukan secara tatap muka dan digital. Grup WhatsApp keluarga menjadi media untuk menyampaikan hal-hal penting. Meski masih ada canggung antara generasi, keluarga ini mampu menjalin interaksi yang cukup terbuka.
Anak Ibu Puspita dikenal keras kepala dan perfeksionis, sehingga ia perlu pendekatan khusus dalam berkomunikasi agar tetap terjalin hubungan harmonis. Dalam beberapa kasus, komunikasi digital juga menjadi solusi saat suasana emosional sedang tidak stabil.
7. Lingkungan dan Gaya Hidup Hemat
Dalam hal lingkungan, Ibu Puspita dan keluarganya menerapkan pola hidup hemat energi. Mereka mematikan alat elektronik yang tidak digunakan dan memilah sampah organik untuk dijadikan kompos.
Ia juga mulai menanam tanaman di rumah sebagai bentuk kepedulian terhadap alam. Kegiatan sederhana ini mendukung penghematan dan menjaga kualitas hidup keluarga. Pengelolaan lingkungan rumah tangga juga diajarkan kepada anaknya sebagai bentuk pendidikan karakter sejak dini.
8. Peran Sosial dan Religius
Kehidupan sosial dan keagamaan tetap dijaga. Anak Ibu Puspita rutin mengaji di TPA, sementara sang ibu aktif mengikuti pengajian serta kegiatan berbagi takjil saat Ramadhan. Kegiatan-kegiatan ini memperkuat rasa kebersamaan dalam keluarga dan masyarakat sekitar.
Ibu Puspita percaya bahwa keterlibatan sosial dapat memperluas jaringan dukungan, baik emosional maupun praktis, yang sangat dibutuhkan oleh ibu tunggal.
9. Ketahanan Keluarga di Tengah Keterbatasan
Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, Ibu Puspita menunjukkan ketahanan luar biasa. Dengan dukungan keluarga, ia mampu menjalani peran ganda dengan semangat dan strategi adaptif.
Manajemen keluarga yang fleksibel, keterampilan digital, dan komunikasi terbuka menjadi senjata utama dalam menjaga stabilitas rumah tangga. Ia juga menunjukkan bahwa harapan dan rasa syukur dapat menjadi fondasi kuat dalam menghadapi kesulitan hidup sehari-hari.
Penutup
Kisah Ibu Puspita adalah potret nyata perjuangan perempuan dalam menghadapi dinamika keluarga multigenerasi di era digital. Ketahanan, adaptasi, dan kerja sama menjadi pondasi penting dalam manajemen sumber daya keluarga.
Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan dukungan yang lebih besar terhadap ibu tunggal melalui pelatihan keterampilan, bantuan pendidikan, dan akses teknologi. Dengan demikian, keluarga seperti milik Ibu Puspita tak hanya mampu bertahan, tapi juga berkembang menghadapi tantangan zaman.
Semangat Ibu Puspita mengajarkan bahwa dengan komunikasi yang sehat, kerja sama, dan optimisme, keluarga multigenerasi bisa menjadi ruang tumbuh yang subur bagi seluruh anggotanya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News