Cireng, singkatan dari aci digoreng ini merupakan salah satu jajanan tradisional khas Jawa Barat yang sangat populer di berbagai kalangan masyarakat. Teksturnya yang kenyal dan cita rasanya yang gurih menjadikannya camilan favorit baik dijual secara tradisional maupun dalam bentuk produk beku siap saji.
Namun di balik kelezatan cireng terdapat berbagai komponen pangan yang bisa dianalisis secara ilmiah, terutama jika dikaitkan dengan kesehatan dan kebiasaan konsumsi masyarakat modern.
Melalui analisis pangan, Kawan GNFI dapat memahami lebih jauh kandungan apa saja yang terdapat dalam cireng dan bagaimana dampaknya terhadap tubuh jika dikonsumsi secara berlebihan atau tanpa batasan.
Kandungan Karbohidrat yang Tinggi, Gizi yang Rendah
Bahan utama pembuatan cireng adalah tepung tapioka, atau disebut juga tepung kanji. Tepung ini berasal dari pati singkong yang memiliki kandungan karbohidrat sangat tinggi, mencapai sekitar 85–90%.
Dalam 100 gram tapioka dapat terkandung karbohidrat sebanyak 84,2%. Sayangnya meskipun tinggi karbohidrat, cireng minim kandungan protein, serat, vitamin, maupun mineral.
Ini menjadikannya camilan yang kurang ideal jika dikonsumsi dalam jumlah bayak apalagi bagi penderita diabetes atau mereka yang sedang menjaga pola makan rendah glikemik.
Kandungan Lemak dari Penggorengan yang Perlu Diwaspadai
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah cara pengolahan cireng, khususnya proses penggorengan. Cireng umumnya dimasak dengan metode deep frying, yaitu digoreng dalam minyak panas dalam jumlah banyak.
Metode ini membuat cireng menyerap minyak dalam jumlah yang signifikan. Hasil analisis pangan menunjukkan bahwa kandungan lemak terutama asam lemak jenuh produk dapat dipengaruhi suhu dan durasi penggorengan.
Kandungan lemak ini semakin meningkat jika minyak yang digunakan sudah dipakai berulang kali. Minyak jelantah yang digunakan berulang cenderung mengandung senyawa berbahaya seperti akrilamida dan asam lemak trans yang berpotensi meningkatkan risiko penyakit jantung dan bahkan kanker jika dikonsumsi jangka panjang.
Risiko dari Aditif Pangan dan Saus Pendamping
Kawan GNFI, tak jarang penjual atau produsen menambahkan bahan tambahan pangan (BTP) seperti penyedap rasa (MSG/Monosodium Glutamat), pengawet sintetis, atau pewarna buatan terutama pada saus pendamping seperti sambal atau bumbu kacang.
Beberapa produsen kecil bahkan tidak mencantumkan informasi komposisi atau label gizi yang jelas pada kemasan. Konsumen yang sensitif terhadap aditif ini dapat mengalami gejala ringan seperti sakit kepala, mual, hingga reaksi alergi.
Dengan demikian analisis kimia terhadap kandungan aditif dalam cireng sangat penting dilakukan terutama untuk memastikan kesesuaiannya dengan batas maksimum yang ditetapkan oleh BPOM.
Potensi Kontaminasi Mikrobiologi Akibat Proses Pengolahan
Aspek lain yang tak kalah penting adalah kebersihan dalam proses pembuatan cireng. Produk cireng yang dijual di pinggir jalan atau oleh pedagang kaki lima berisiko tinggi terpapar mikroorganisme patogen, seperti Salmonella, E. coli, atau Staphylococcus aureus.
Hal ini bisa terjadi karena proses pengolahan yang tidak higienis, penggunaan air yang tidak bersih, sampai penanganan makanan tanpa sarung tangan atau penutup. Dari sisi analisis pangan uji mikrobiologi sangat diperlukan untuk menilai tingkat keamanan mikroba dalam produk, terutama bila cireng disimpan dalam suhu ruang dalam waktu lama.
Jadilah Konsumen yang Bijak Menyantap, Cerdas Memilih
Sebagai konsumen, kita perlu lebih berhati-hati dalam memilih dan mengonsumsi cireng. Terutama untuk Kawan GNFI yang suka makan cireng ini.
Berikut beberapa poin penting yang bisa diperhatikan oleh kawan GNFI jika ingin mengonsumsi cireng yang berkualitas baik:
- Perhatikan kebersihan tempat penjualan dan hindari produk dari minyak goreng yang sudah hitam pekat.
- Batasi frekuensi konsumsi, terutama jika Kawan GNFI sedang menjalani diet atau memiliki kondisi medis tertentu.
- Pilih produk yang berlabel jelas, terutama untuk cireng kemasan atau beku. Cek komposisi bahan, informasi gizi, dan tanggal kedaluwarsa.
- Waspadai saus atau bumbu tambahan, terutama yang terlalu mencolok warnanya atau rasanya terlalu tajam.
Cireng adalah bagian dari kekayaan kuliner Indonesia yang patut dilestarikan. Namun, penting bagi Kawan GNFI untuk memahami bahwa tidak semua makanan atau jajanan aman jika dikonsumsi tanpa batas.
Melalui ilmu analisis pangan kita juga dapat mengetahui kandungan gizi, potensi risiko kesehatan, serta bahan-bahan tambahan yang tersembunyi dalam produk seperti cireng. Dengan begitu kita bisa tetap menikmati makanan tradisional dengan penuh rasa, tapi juga dengan penuh tanggung jawab terhadap kesehatan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News