peran sentral babi hewan yang tak terpisahkan dari setiap aspek kehidupan masyarakat papua - News | Good News From Indonesia 2025

Peran Sentral Babi, Tak Terpisahkan dari Setiap Aspek Kehidupan Masyarakat Papua

Peran Sentral Babi, Tak Terpisahkan dari Setiap Aspek Kehidupan Masyarakat Papua
images info

Peran Sentral Babi, Tak Terpisahkan dari Setiap Aspek Kehidupan Masyarakat Papua


Di berbagai belahan dunia, babi mungkin hanya dipandang sebagai hewan ternak atau sumber pangan. Akan tetapi, di tanah Papua, hewan ini memegang peranan yang jauh lebih besar.

Bagi masyarakat adat Papua, babi adalah makhluk yang terjalin erat dengan setiap aspek kehidupan mereka, mulai dari simbol status sosial, hidangan ritual, mas kawin, hingga hukum adat.

Melalui artikel ini, kita akan jelajahi lebih dalam bagaimana mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan di Bumi Cendrawasih. Namun sebelum itu, ada baiknya mari kita telusuri terlebih dahulu sejarah awal mula persebaran babi di sana.

Periode dan Sejarah Kedatangan Babi di Papua yang Masih Kontroversial

Menurut CNN Indonesia, kedatangan babi di Papua hingga saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli. Beberapa ahli menduga spesies ini sudah ada di Papua sekitar 10.000 tahun lalu, sementara yang lain memperkirakan sekitar 6.000 tahun lalu.

Namun, penelitian ilmiah mengungkapkan bahwa babi sudah ada di Papua selama lebih dari 4.000 tahun lalu. Meskipun waktu pastinya masih menjadi misteri, setidaknya para ahli sepakat bahwa penyebaran babi di daerah penghasil sagu ini terjadi dalam dua fase.

Fase pertama, kedatangan babi di Papua dikenal sebagai periode Pra-Austronesia, yang diperkirakan terjadi sekitar 6.000 tahun lalu. Pada fase ini, babi diduga telah ada di wilayah Indonesia paling timur itu jauh sebelum kedatangan orang-orang Austronesia.

Ada kemungkinan besar bahwa babi-babi itu dibawa oleh imigran yang tidak diketahui atau bahkan melintasi lautan secara liar.

Kemudian padafase Austronesia (1.500 - 1.000 SM), babi bersama dengan anjing dan ayam dibawa masuk secara besar-besaran dan menyebar luas sebagai hewan ternak.

Selain dua fase migrasi tersebut, ada pula dugaan bahwa babi dibawa oleh orang-orang Papua sendiri saat bermigrasi dari wilayah lain di Indonesia, seperti Halmahera, Alor, dan Timor.

Ragam Jenis Babi yang Mendiami Tanah Papua

Para ahli sepakat bahwa babi bukanlah mamalia asli Papua. Sebagaimana yang dilaporkan GNFI, kehadiran babi diyakini dibawa masuk oleh manusia dari luar, mengingat mamalia asli Papua adalah hewan berkantung, seperti kanguru pohon dan berbagai jenis kuskus.

Hal ini wajar karena Papua pada masa lampau merupakan bagian dari Paparan Sahul yang terhubung langsung dengan benua Australia. Saat ini, jenis babi yang paling banyak ditemukan di wilayah yang kaya akan sumber daya alam ini memiliki nama ilmiah Sus scrofa papuensis.

CNN Indonesia menerangkan bahwa para peneliti meyakini bahwa babi tersebut merupakan hasil persilangan yang kompleks antara babi hutan biasa (Sus scrofa) dan babi hutan Sulawesi (Sus celebensis) yang dibawa masuk ke Papua pada masa lalu.

Selain itu, media Tempo menambahkan bahwa di Papua juga terdapat babi hutan (Sus niger) yang disebut ‘Na Temti’ yang berarti babi yang selalu mencungkil tanah.

Peran Sentral Babi dalam Setiap Aspek Kehidupan Masyarakat Papua

Selama ribuan tahun, babi telah menjadi simbol yang sangat penting yang merangkum seluruh aspek kehidupan masyarakat Papua.

Dilansir dari GNFI, dalam sistem sosial, jumlah babi yang dimiliki seseorang atau klan adalah cerminan langsung dari kekayaan dan status sosial. Semakin banyak babi yang dimiliki seseorang, semakin tinggi pula kedudukan dan pengaruhnya di mata masyarakat.

Konsep ini menjadikan mereka sebagai aset berharga yang menentukan posisi individu dalam struktur sosial masyarakat. Kemudian, dalam sistem ritual dan upacara adat di Papua, mamalia ini selalu menjadi sajian utama, seperti yang ada dalam tradisi Bakar Batu.

Dalam tradisi ini, jumlah babi yang dikurbankan menjadi tolok ukur kemampuan sosial dan ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Biasanya, daging babi tersebut dimasak bersama ubi jalar dan sayuran di atas tumpukan batu panas.

Setelah matang, daging babi dibagikan secara adil, di mana porsi yang diterima menandakan kedudukan dan status seseorang atau klannya. Proses pembagian yang merata ini melambangkan perdamaian.

Bahkan, daging hewan ternak yang populer di papua ini juga menjadi menu utama dalam upacara kematian dan perayaan panen kebun, tulis IndonesianCultures.

Fakta menarik selanjutnya yang disoroti GNFI, selain dikonsumsi dalam acara adat, binatang omnivora ini juga digunakan sebagai alat pembayaran mas kawin, atau yang disebut 'belis'.

Besarnya mas kawin sangat bergantung pada status sosial keluarga wanita. Semakin tinggi kedudukan keluarga calon istri, maka semakin besar pula jumlah babi yang harus diserahkan oleh pihak pria.

Mas kawin tersebut harus ditanggung oleh pihak keluarga pria sebagai simbol penghargaan dan pengikat hubungan kekeluargaan.

Hewan yang suka berkubang di lumpur ini dipilih sebagai mas kawin karena nilai ekonominya yang tinggi, di mana seekor babi bisa mencapai harga Rp5-10 juta menjadikannya sebagai investasi yang sangat mahal.

Di samping itu, dagingnya dapat dikonsumsi bersama oleh seluruh anggota masyarakat, sehingga dapat memperkuat ikatan komunal.

Kedekatan babi dengan masyarakat yang telah terjalin sejak zaman dulu juga mengukuhkan hewan ini sebagai simbol hubungan yang mendalam.

Baca Juga: Mas Kawin Babi bagi Masyarakat Papua yang Jadi Simbol Status Sosial

Tak hanya itu, berdasarkan laporan dari IndonesianCulturesbabi juga berfungsi sebagai alat pembayaran denda adat. Ketika terjadi sengketa, seperti pertikaian antar suku atau pelanggaran norma, denda yang dibayarkan berupa babi.

Salah satu contohnya yang paling sering terjadi adalah saat menabrak babi di jalan. Seperti yang diungkapolehGNFI, apabila seseorang tidak sengaja menabrak babi di jalan, denda yang harus dibayar bukanlah uang, melainkan harus diganti dengan babi dewasa.

Namun, denda bisa menjadi jauh lebih berat jika yang ditabrak adalah babi betina. Dalam beberapa tradisi adat, denda tersebut dihitung secara berlipat ganda sesuai jumlah puting susu babi tersebut.

Baca Juga: Bisa Dihargai Rp30 Juta, Babi Jadi Hewan yang Disakralkan di Papua

Melihat bagaimana babi terintegrasi dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari sistem sosial, ritual, hingga hukum adat, menegaskan bahwa hewan ini memiliki kedudukan yang sangat sentral dan tak tergantikan dari setiap sendi kehidupan masyarakat Papua.

Dengan demikian, babi merupakan representasi nyata dari kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh masyarakat Papua sejak zaman nenek moyang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

UM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.